Find Us On Social Media :

Demam Malaria Tidak Menghalangi Soekarno Membacakan Teks Proklamasi

By Afif Khoirul M, Kamis, 3 Agustus 2023 | 15:15 WIB

Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam artikel ini, kita akan membahas penjelasan makna dari negara merdeka menurut pandangan sendiri dari beberapa siswa SMA di Indonesia.

Intisari-online.com - Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan Jepang dan Belanda.

Peristiwa bersejarah ini ditandai dengan pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno, yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia.

Namun, tahukah Anda bahwa Soekarno saat itu sedang sakit demam malaria?

Menurut beberapa sumber sejarah, Soekarno menderita gejala malaria tertiana sejak malam sebelum proklamasi. Suhu tubuhnya sangat tinggi dan ia merasa lemas.

Meski begitu, ia tetap ikut begadang bersama para pemimpin lainnya untuk menyusun naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

Pada pagi hari 17 Agustus, Soekarno dibangunkan oleh dokter pribadinya, dr. Soeharto, dan diberi obat serta disuntik.

Ia juga meminum madu Yaman yang diberikan oleh seorang keturunan Arab bernama Faradj bin Said bin Awad Martak.

Menurut Soekarno, madu itu sangat membantu kondisinya membaik.

Setelah memakai pakaian serba putih, Soekarno bersiap-siap untuk membacakan teks proklamasi di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

Ia menunggu kedatangan Mohammad Hatta, yang akan mendampinginya sebagai wakil presiden.

Para pemuda yang mengawal proklamasi pun tegang karena khawatir Soekarno tidak bisa tampil.

Baca Juga: Bagaimana Seorang Pelajar Memaknai Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?

Namun, ketika Hatta tiba dan upacara dimulai, Soekarno menunjukkan semangat dan keberanian yang luar biasa.

Dengan suara lantang dan jelas, ia membacakan teks proklamasi yang hanya terdiri dari dua paragraf singkat.

Ia juga mengucapkan kalimat "Merdeka!" yang disambut oleh ribuan orang yang hadir.

Tepat pukul 10.00 WIB, teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno didampingi oleh Hatta, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat dan pemutaran lagu Indonesia Raya.

Upacara yang sederhana tapi khidmat itu menjadi saksi lahirnya bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Kisah Soekarno yang sakit malaria saat proklamasi menunjukkan betapa besar pengorbanan dan perjuangan para pendiri bangsa untuk membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.

Meski dalam kondisi fisik yang tidak prima, Soekarno tetap berani mengambil risiko dan bertindak sebagai pemimpin bangsa.

Setelah teks proklamasi selesai dibacakan, Soekarno dan Hatta menandatangani naskah tersebut sebagai tanda persetujuan.

Naskah proklamasi kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik, seorang wartawan dan anggota BPUPKI, untuk diketik ulang.

Sayuti Melik menggunakan mesin ketik milik kantor berita Domei, yang berada di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.

Sayuti Melik mengaku mengalami kesulitan saat mengetik naskah proklamasi karena mesin ketiknya sering macet.

Baca Juga: 25 Ucapan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-78 Tahun 2023, Kenang Peristiwa Proklamasi

Ia juga harus mengubah beberapa kata yang tidak sesuai dengan ejaan yang berlaku saat itu.

Misalnya, kata "menjatakan" menjadi "menyatakan", dan kata "tjara" menjadi "cara".

Ia juga menambahkan titik dua setelah kata "proklamasi" dan menghapus tanda kutip pada kata "Indonesia".

Setelah selesai mengetik, Sayuti Melik membawa naskah proklamasi ke rumah Soekarno untuk ditandatangani kembali oleh Soekarno dan Hatta.

Naskah proklamasi yang sudah diketik ini kemudian disebarkan ke berbagai media massa, seperti radio, surat kabar, dan pamflet.

Naskah proklamasi juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Belanda, Jepang, dan Arab.

Naskah proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno dan naskah proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik kini disimpan di Museum Nasional Indonesia sebagai benda bersejarah yang sangat berharga.

Naskah proklamasi merupakan saksi bisu dari perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan asing.