Find Us On Social Media :

Sakralnya Konsep Peralihan Waktu, Inilah Alasan Kenapa Malam 1 Suro Dianggap Sebagai Malam Keramat

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 19 Juli 2023 | 19:17 WIB

Sebagian besar masyarakat Jawa menganggap Malam 1 Suro sebagai malam yang sakral. Ternyata ada kaitannya dengan konsep peralihan waktu.

Sebagian besar masyarakat Jawa menganggap Malam 1 Suro sebagai malam yang sakral. Ternyata ada kaitannya dengan konsep peralihan waktu.

Intisari-Online.com - Tentu kita bertanya-tanya, kenapa sebagian besar masyarakat Jawa menganggap Malam 1 Suro sebagai malam keramat?

Dan kenapa begitu banyak pantangan, larangan, ritual, selama malam pergantian tahun Kalender Jawa ini?

Sebagai informasi, peringatan Malam 1 Suro biasnaya dilangsungkan pada malam hari ba'da Maghrib, sehari sebelum tanggal 1 Suro/1 Muharram.

Pergantian hari Jawa sendiri dimulai ketika matahari terbenam pada hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Saking sakralnya Malam 1 Suro, sebagian masyarakat dilarang bepergian di malam tersebut kecuali untuk urusan berdoa dan beribadah.

Kembali ke pertanyaan di atas, kenapa Malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang keramat dan sakral?

Menurut dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Dr Sunu Wasono, ternyata ini ada kaitannya dengan konsep pergantian waktu.

Dia bilang, pandangan ini tidak lepas dari budaya masyarakat Jawa yang sangat menghargai konsep pergantian waktu.

Semua kita tahu, malam 1 Suro adalah malam pergantian menuju tahun baru Kalender Jawa.

"Malam satu Suro penting sekali karena itu detik-detik berakhirnya tahun lama dan masuknya tahun baru," kata Sunu, dilansir Komas.com.

"Jadi, itu dianggap sesuatu yang sakral dan harus dihormati."

Dari situlah kemudian muncul sejumlah ritual yang pada umumnya bermakna membersihkan diri dan melawan hawa nafsu.

"Bagi orang Jawa, hal ini penting karena berkaitan dengan malam berkah dan malam suci yang dianggap keramat," tambahnya.

"Itu menjadi tradisi lalu menjadi kepercayan dan mitos yang harus dijalankan."

Sementara itu, pengamat budaya dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Bani Sudardi, menyinggung soal sisa-sisa peninggalan tradisi Hindu.

Dia mengatakan, anggapan malam satu Suro sebagai malam keramat merupakan sisa dari kebudayaan Hindu yang mulanya dianut oleh masyarakat Jawa.

Menurut Bani Sudardi, masyarakat Hindu meyakini bahwa pergantian waktu merupakan hal yang keramat atau sakral.

"Dalam ajaran Hindu, bahwa setiap peralihan waktu ini sebagai sesuatu yang keramat," katanya.

"Karena itu berhubungan dengan sangkala atau batara kala yang mana setiap orang perlu untuk hati-hati."

Karena itulah masyarakat Jawa yang masih terpengaruh oleh peninggalan budaya Hindu menganggap bahwa malam satu Suro merupakan malam yang keramat.

Sebab, malam satu Suro merupakan pergantian waktu menuju tahun baru.

“Dalam bahasa Jawa, Suro itu sendiri bisa diartikan sebagai sesuatu yang gawat yang harus hati-hati, karena itu bulan Suro juga sebagai bulan yang harus hati-hati,” katanya.

Lalu sejak kapan Malam 1 Suro dirayakan dengan ritual-ritual?

Menurut informasi dari situs Rumah Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dilansir Kompas.com, peringatan malam satu Suro dimulai pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Ketika itu Sultan Agung punya ambisi untuk menyatukan rakyat melawan Belanda yang ada di Batavia.

Supaya rakyat tidak terbelah, utamanya karena keyakinan agama, Sultan Agung kemudian memadukan penanggalan Islam dan Saka menjadi kalender Jawa.

Pada setiap Jumat legi, kerajaan mengadakan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus ziarah kubur.

Akibatnya, malam satu Suro, khususnya apabila jatuh pada Jumat legi dianggap keramat.

Bahkan, orang-orang yang melakukan kegiatan di luar ibadah, pengajian, dan ziarah dianggap sial.