Find Us On Social Media :

Perkenalkan Motif Fosil, Sosok Ini Berhasil Bikin Ngawi Dikenal Dunia

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 9 Juli 2023 | 11:17 WIB

Yohanes Wahyu menjadikan batik motif fosil khas Ngawi dikenal dunia. Karyanya sudah mentas di banyak negara Internasional.

Yohanes Wahyu menjadikan batik motif fosil khas Ngawi dikenal dunia. Karyanya sudah mentas di banyak negara Internasional.

Intisari-Online.com - Batik motif bunga, sudah biasa; batik motif hewan, pun sudah biasa.

Barangkali ini yang lebih nyentrik: batik motif fosil asal Ngawi, Jawa Timur.

Salah satu sosok yang membuat batik motif asal Ngawi mendunia adalah Yohanes Wahyu.

Tapi ternyata cerita berbatikan Yohanes dimulai dengan berita yang kurang bahagia.

Ketika itu, Yohanes yang sedang menjalani program ikatan dinas di Telkom Bandung, mendapatkan kabar bahwa ibunda tercinta terkena stroke.

Yohanes lalu memutuskan resign untuk merawat sang ibu sampai sembuh.

Pria yang ketika lahir diberi nama Yohanes Wahyu Triatmaja (31) itu sejatinya merupakan generasi kedua dari usaha batik khas Ngawi bermotif fosil.

Usahanya bernama Batik Widi Nugraha.

“Generasi pertama itu ibu, ibu saya memiliki tiga anak. Anak yang kedua bernama Widi Nugraha itu seorang difabel tuli dari lahir, nah Mas Widi ini memiliki keterampilan menjahit tapi tidak bisa bersaing dengan penjahit normal,” jelas Yohanes ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (6//6/2023).

Tahun 2014 dia meneruskan usaha batik yang dirintis oleh ibunya, Batik Widi Nugraha, dan berkembang hingga sekarnag.

Yohanes sejak kecil sudah akrab dengan batik sehingga dia tak begitu kesulitan mengembangkan bisnis warisan tersebut.

Memilih batik khas Ngawi karena menyadari setiap daerah di Indonesia memiliki khas geografi dan budaya masing-masing.

Sementara motif fosil terinspirasi dari ditemukannya Museum Trinil di Ngawi, yaitu Museum Pithecanthropus erectus.

Sehingga, batik yang dihasilkan motifnya hanya menampilkan desain yang mengandung unsur prehistoric journey atau purbakala, fosil, dan khasanah geografis Ngawi seperti Gunung lawu.

“Syukurlah sampai saat ini pelanggan loyal maupun pelanggan baru banyak tertarik dengan desain kami karena desain terus berkembang seiring dengan zaman. Kami perbaiki dari tahun ke tahun sehingga mengalami beberapa evolusi,” kata Yohanes.

“Mulai dari batik lokal sampai akhirnya memenangi beberapa kompetisi tingkat Jawa Timur seperti di tahun 2020 juara 1 dari Lomba Perkoperasian dan Usaha Kecil dan Menengah,” sambung Yohanes.

Dia juga bilang, Batik Widi Nugraha diakui Provinsi Jawa Timur sebagai khasanah kekayaan budaya di Jawa Timur.

Hal seperti itu, memberikan inspirasi dan dorongan Yohanes untuk terus berkarya.

“Sebelum pandemi Covid hampir memiliki 120 karyawan, maka kami memiliki berbagai segmen, yakni batik yang terjangkau dan premium seri collector yang harganya jutaan rupiah,” kata Yohanes.

Saat ini, masih berupaya bangkit dengan memiliki 12 karyawan dalam proses produksi, baik produksi kain maupun konveksi baju.

Sebanyak 50 persen dikerjakan oleh teman disabilitas dalam Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin).

Waktu pengerjaan tergantung motif, apabila simpel sekitar satu minggu, rumit sekitar 1 bulan, dan untuk premium sekitar 3 bulan sampai 6 bulan.

Untuk target pasarnya adalah wanita dan pria dengan usia produktif.

“Di tempat kami ada one stop shopping, jadi orang bisa datang untuk melihat proses produksi, memilih kain, mengukur, dan membeli baju secara langsung. Itulah alasan kami bisa bertahan di pandemi kemarin,” jelas Yohanes.

Untuk toko offline bernama Griya Batik Widi Nugraha terletak di Jl. Wahid Hasyim No.3, Mojo, Karangasri, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

“Dari tahun 2010 sampai 2017 belum mengenal media sosial, pemasaran dilakukan hanya mengandalkan dari mulut ke mulut dan sering memberikan batik kepada pimpinan daerah,” kata Yohanes.

Dia mengungkapkan, awalnya ditertawakan tapi ada satu orang yang sangat berjasa, yakni Bupati Ngawi, Budi Sulistyono Kanang dengan memberikan masukan dan arahan desain supaya menjadi produk unggulan khas Ngawi.

“Apapun karya yang kami buat digunakan oleh beliau. Akhirnya, seluruh jajaran harus menggunakan baju batik seperti itu dan kami kebanjiran order. Kemudian, kami mulai mengikuti tren dengan masuk ke dunia media sosial seperti Instagram dan TikTok,” jelas Yohanes.

Sejauh ini, usaha Batik Widi Nugraha telah mengikuti berbagai event pameran dan fashion show di luar negeri seperti Tokyo, London, Moskow, dan Brunei.

Ketika ditanya modal, ia mengatakan sebesar Rp 60 juta.

Sebanyak Rp10 juta dari tabungan dan Rp50 juta dari pinjaman bank.

Pendapatan selama satu bulan sekitar Rp50 juta sampai Rp70 juta.

Hal yang membedakan dengan produk pesaing ada tiga hal, yakni tak meniru desain orang lain, bekerja sama dengan teman difabel tuli, dan menggunakan bahan yang berkualitas.

Yohanes berharap kondisi pasar kembali normal setelah pandemi dan minat orang untuk belanja baju khas daerah kembali tinggi, anak muda bangga menggunakan barang branded dalam negeri alias batik.