Penulis
Intisari-online.com - Pangeran Mangkubumi adalah salah satu sosok penting dalam sejarah perlawanan terhadap penjajah Belanda di tanah Jawa.
Ia adalah saudara dari Pakubuwana II, raja Kesultanan Mataram yang bersahabat dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Pangeran Mangkubumi tidak senang dengan keputusan kakaknya yang menyerah kepada Belanda dan memberontak pada tahun 1746.
Perang antara Mangkubumi dengan Pakubuwana II yang dibantu oleh VOC ini disebut Perang Suksesi Jawa III atau Perang Tahta Jawa Ketiga.
Pada 1747, Mangkubumi memiliki kekuatan melalui 13.000 prajurit yang ia miliki.
Ia menghadapi banyak pertempuran yang ia menangkan.
Dia juga didampingi oleh Pangeran Sambernyawa, keponakannya yang merupakan seorang prajurit yang hebat dan ahli perang gerilya.
Pada tahun 1749, Pakubuwana II wafat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Pakubuwana III.
Namun, perang takhta tidak usai dan Mangkubumi terus melawan Pakubuwana III dan VOC.
Pada tahun 1752, terjadi perselisihan antara Mangkubumi dan Sambernyawa karena perbedaan pendapat tentang strategi perang.
VOC segera menawarkan perdamaian dengan Mangkubumi dan mengakui haknya sebagai raja.
Baca Juga: Jenderal Soedirman, Sosok Panglima TNI Pertama dan Diberi Gelar Jenderal Besar pada 27 Juni 1947
Perjanjian perdamaian ini ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 di desa Giyanti, Karanganyar.
Perjanjian ini dikenal sebagai Perjanjian Giyanti yang mengakhiri Perang Suksesi Jawa III.
Dalam perjanjian ini, Mataram dibagi menjadi dua kerajaan yaitu Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwana III dan Yogyakarta yang dipimpin oleh Mangkubumi.
Mangkubumi kemudian mengambil gelar Hamengkubuwana I sebagai raja pertama Kesultanan Yogyakarta.
Perlawanan dan pengabdian Pangeran Mangkubumi dalam Perang Jawa tidak sia-sia.
Ia berhasil mempertahankan kedaulatan dan kebudayaan Jawa dari campur tangan Belanda.
Kemudian juga berhasil mendirikan kerajaan baru yang kini dikenal sebagai Kasultanan Yogyakarta.
Lalu diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia pada tahun 1973.
Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
Setelah Perjanjian Giyanti, Hamengkubuwana I mulai membangun kerajaan barunya di Yogyakarta.
Ia memilih lokasi keraton di antara dua sungai yaitu Sungai Winongo dan Sungai Code.
Baca Juga: Kangjeng Kyai Suryaraja, Kitab Ramalan Hamengkubuwono II yang Menjadi Pusaka Keraton Yogyakarta
Lalu membangun dua alun-alun, Masjid Gede, benteng, tugu, Taman Sari dan berbagai bangunan lainnya.
Ia mengatur pemerintahan, militer, ekonomi, agama dan kebudayaan dengan bijaksana dan adil.
Juga menghormati keberagaman dan toleransi antara umat beragama.
Lalu, mengembangkan seni dan sastra Jawa dengan menciptakan karya-karya seperti Serat Wulangreh, Serat Wedhatama dan Serat Nitisastra.
Hamengkubuwana I tidak hanya membangun kerajaan tetapi juga melanjutkan perjuangan melawan Belanda.
Ia menolak untuk membayar upeti kepada VOC dan menentang perjanjian-perjanjian yang merugikan rakyatnya.
Kemudian juga mendukung pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah lain seperti Banjar, Palembang dan Maluku.
Ia berusaha untuk menyatukan kembali Mataram yang terpecah-pecah dan membentuk aliansi dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Banten, Cirebon dan Mataram Islam.
Hamengkubuwana I wafat pada tanggal 24 Maret 1792 dan dimakamkan di Imogiri.
Ia digantikan oleh putranya yang bergelar Hamengkubuwana II.
Hamengkubuwana I meninggalkan warisan yang besar bagi bangsa Indonesia.
Beliau dianggap sebagai bapak pendiri Yogyakarta dan pahlawan nasional Indonesia.
Juga menjadi inspirator bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia seperti Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa dan Ki Hajar Dewantara.