Jenderal Soedirman, Sosok Panglima TNI Pertama dan Diberi Gelar Jenderal Besar pada 27 Juni 1947

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Inilah patung Jenderal Soedirman.
Inilah patung Jenderal Soedirman.

Intisari-online.com - Jenderal Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman adalah pahlawan nasional Indonesia yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan.

Ia adalah panglima besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno pada 27 Juni 1947 di Yogyakarta.

Kemudian mendapat penghargaan sebagai Jenderal Besar, gelar tertinggi di TNI, yang hanya dianugerahkan kepada empat orang dalam sejarah Indonesia.

Jenderal Soedirman terlahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Hindia Belanda (sekarang Indonesia).

Ia berasal dari keluarga biasa yang beragama Islam. Ayahnya bernama Karsid Kartowirjo, seorang petani, dan ibunya bernama Siyem, seorang penjual kue.

Ketika ia berusia enam bulan, ia diadopsi oleh pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo, seorang priyayi atau bangsawan rendahan.

Sejak kecil, Jenderal Soedirman menampakkan bakat dan minat dalam bidang pendidikan dan kepemimpinan.

Ia belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam modernis yang mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan.

Juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti pramuka, olahraga, dan kesenian. Ia dikenal sebagai siswa yang rajin, disiplin, dan berbakti kepada orang tua dan guru.

Setelah lulus dari sekolah menengah atas pada 1936, Jenderal Soedirman melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Surakarta (sekarang Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Namun, ia tidak menyelesaikan kuliahnya karena terpaksa berhenti akibat kondisi ekonomi keluarganya yang sulit.

Baca Juga: 3 Contoh Surat Penghasilan Orang Tua untuk Daftar Kuliah, untuk Sosok Pemilik Pekerjaan Tetap, Informal, dan Campuran

Ia kemudian bekerja sebagai guru di sekolah dasar Muhammadiyah di Cilacap. Ia juga menjadi kepala sekolah dan pengurus cabang Muhammadiyah di sana.

Beliau sangat dicintai oleh murid-murid dan masyarakatnya karena ketaatannya pada Islam dan kepeduliannya terhadap nasib rakyat.

Pada tahun 1944, ketika Jepang menduduki Hindia Belanda, Jenderal Soedirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori oleh Jepang.

Ia ditunjuk sebagai komandan batalion di Banyumas dengan pangkat shodancho (mayor). Meskipun bekerja sama dengan Jepang, ia tidak sepenuhnya tunduk kepada mereka.

Ia bersama rekan-rekannya melakukan pemberontakan terhadap Jepang pada Oktober 1944 karena tidak puas dengan perlakuan Jepang terhadap rakyat Indonesia.

Akibatnya, ia ditangkap dan diasingkan ke Bogor.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Jenderal Soedirman kembali ke Banyumas dan mengambil alih komando tentara PETA di sana.

Kemudian bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal TNI, yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk melawan penjajahan Belanda.

Ia menjadi komandan divisi V yang meliputi Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Pada 27 Juni 1947, Jenderal Soedirman diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai panglima besar TNI di Yogyakarta.

Ia menghadapi tantangan besar dalam memimpin tentara yang masih terdiri dari berbagai kelompok dan kekuatan bersenjata yang belum terpadu.

Baca Juga: Sosok Kartosoewirjo, Dari Sahabat hingga Musuh Bebuyutan yang Berusaha Membunuh Soekarno

Juga harus menghadapi agresi militer Belanda yang ingin merebut kembali Indonesia.

Ia berhasil mengorganisir dan menyatukan tentara Indonesia dengan mengadakan rapat-rapat koordinasi, menyusun strategi perang, dan memberikan motivasi kepada para prajurit.

Salah satu strategi perang yang terkenal dari Jenderal Soedirman adalah gerilya.

Ketika Belanda berhasil menduduki kota-kota besar di Jawa, ia memimpin tentara Indonesia untuk mundur ke pedalaman dan melakukan serangan-serangan mendadak dari berbagai arah.

Ia juga memanfaatkan dukungan rakyat dan sumber daya alam untuk bertahan hidup.

Lalu melakukan gerilya selama dua tahun, bahkan ketika ia sedang sakit paru-paru dan harus dibawa dengan tandu.

Jenderal Soedirman adalah sosok pemimpin yang berwibawa, berani, dan berjiwa besar. Ia tidak pernah menyerah atau putus asa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ia juga tidak pernah mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan, tetapi selalu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.

Beliau sangat menghormati Presiden Soekarno sebagai pemimpin tertinggi Indonesia dan selalu taat kepada perintahnya.

Jenderal Soedirman meninggal dunia pada 29 Januari 1950 di Magelang, Jawa Tengah, karena penyakit paru-parunya yang semakin parah.

Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta, dengan upacara militer yang khidmat.

Baca Juga: Sosok Desmond J Mahesa, Rupanya Dulunya Aktivis 1998 Hingga Politisi Gerindra yang Kritis

Atas jasa-jasanya yang luar biasa, ia dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada 1964 oleh Presiden Soekarno.

Ia juga diberi gelar Jenderal Besar pada 1997 oleh Presiden Soeharto, bersama dengan tiga tokoh lainnya, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, dan Abdul Haris Nasution.

Jenderal Soedirman adalah salah satu tokoh yang patut dicontoh dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia.

Sebagai sosok pemimpin militer yang diangkat sebagai panglima TNI pertama dan diberi gelar Jenderal Besar pada 27 Juni 1947.

Ia adalah simbol dari semangat juang, patriotisme, dan kepemimpinan yang tinggi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Artikel Terkait