Find Us On Social Media :

Sosok Buya Hamka, Guru Jusuf Hamka yang Sudah Dianggap Ayah Sendiri

By Afif Khoirul M, Senin, 12 Juni 2023 | 10:10 WIB

Buya Hamka merupakan sosok guru dari Jusuf Hamka.

Intisari-online.com - Buya Hamka adalah seorang ulama dan sastrawan terkemuka Indonesia yang lahir di Agam, Sumatera Barat pada tahun 1908.

Ia terkenal sebagai tokoh Muhammadiyah, politikus Masyumi, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia yang pertama.

Ia juga menghasilkan banyak karya sastra, seperti Tafsir Al-Azhar, Ayahku, dan Di Bawah Lindungan Ka'bah.

Jusuf Hamka adalah seorang pengusaha dan pegiat sosial yang lahir di Jakarta pada tahun 1957 dengan nama Alun Joseph.

Ia berasal dari keluarga Tionghoa yang cukup terpelajar.

Ayahnya adalah seorang dosen dan ibunya adalah seorang guru.

Ia pernah menempuh pendidikan di beberapa perguruan tinggi ternama, tetapi tidak ada yang diselesaikannya.

Keduanya bertemu pada tahun 1981, ketika Jusuf Hamka memutuskan untuk memeluk Islam setelah melihat ada orang masuk Islam di Majalah Tempo.

Ia langsung pergi ke Masjid Agung Al-Azhar dan bertemu dengan Ustaz Zaimi, Sekretaris Masjid Agung Al-Azhar yang kemudian membawanya ke rumah Buya Hamka di Jalan Raden Fatah.

Di bawah bimbingan Buya Hamka, Jusuf Hamka mengucapkan dua kalimat syahadat dan namanya diganti oleh Buya Hamka menjadi Jusuf Hamka.

Sejak saat itu, hubungan antara Buya Hamka dan Jusuf Hamka semakin dekat.

Baca Juga: Mengungkap Fakta-Fakta di Balik Penyerahan Wilayah Mataram Islam ke VOC oleh Amangkurat I

Buya Hamka mengangkat Jusuf Hamka sebagai anak ideologisnya dan memberinya banyak ilmu tentang Islam.

Jusuf Hamka juga menghormati Buya Hamka sebagai ayah dan guru baginya. Ia bahkan menunaikan ibadah haji bersama Buya Hamka pada tahun 1984.

Buya Hamka meninggal dunia pada tahun 1981, tiga bulan setelah Jusuf Hamka masuk Islam.

Namun, warisan intelektual dan spiritualnya tetap hidup dalam diri Jusuf Hamka.

Ia meneruskan perjuangan Buya Hamka dalam menyebarkan Islam moderat di Indonesia melalui berbagai kegiatan sosial dan organisasi.

Ia menjadi Ketua Muslim Tionghoa Indonesia (Musti), bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, staf khusus di Kementerian Sosial Republik Indonesia, dan pengawas Rumah Sakit Lapangan di Ancol.

Jusuf Hamka juga berhasil menjadi pengusaha sukses di bidang jalan tol, properti, media, dan lain-lain.

Ia memiliki tiga anak dari istrinya Lena Burhanudin, yaitu Fitria Yusuf, Feisal Hamka, dan Farid Hamka.

Meski Jusuf Hamka sudah beragama Islam sejak tahun 1981, ia tidak memaksa agama anak-anaknya.

Fitria Yusuf baru memutuskan masuk Islam dan menjadi mualaf pada 12 Maret 2020 lalu.

Kisah Buya Hamka dan Jusuf Hamka adalah kisah yang menginspirasi banyak orang.

Baca Juga: Kisah Ki Ageng Suryomentaram, Pangeran Mataram Islam yang Memilih Menjadi Petani

Dari murid-mentor hingga ayah-anak, mereka menunjukkan bagaimana Islam dapat menyatukan hati yang berbeda latar belakang dan membawa kebaikan bagi sesama.

Buya Hamka tidak hanya berkiprah di bidang keagamaan, tetapi juga di bidang sastra.

Ia menulis banyak novel, cerpen, esai, dan biografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Minangkabau.

Salah satu novelnya yang terkenal adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang menceritakan kisah cinta tragis antara Zainuddin dan Hayati yang terhalang oleh adat dan status sosial.

Novel ini telah diadaptasi menjadi film pada tahun 2013 dengan pemeran Herjunot Ali, Pevita Pearce, dan Reza Rahadian.

Selain itu, Buya Hamka juga menulis novel-novel lain seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, Dibalik Kerudung, dan Ayahku.

Novel terakhir ini merupakan biografi tentang ayahnya, Syekh Abdul Karim Amrullah, yang merupakan tokoh pelopor gerakan Islam Kaum Muda di Minangkabau.

Selain sastra, Buya Hamka juga menulis karya-karya keagamaan yang mendalam dan luas. Ia menulis Tafsir Al-Azhar, sebuah tafsir Al-Quran yang menggabungkan metode tahlili (analitis) dan mawdu’i (tematik).

Tafsir ini mencerminkan pemikiran Buya Hamka yang moderat, toleran, dan kontekstual.

Ia juga menulis Sejarah Umat Islam, sebuah buku sejarah yang mengulas perjalanan umat Islam dari masa Nabi Muhammad hingga masa modern.