Find Us On Social Media :

Sosok Silas Papare, Pahlawan Nasional yang Dulunya Mata-mata Amerika Asal Papua

By Afif Khoirul M, Minggu, 21 Mei 2023 | 10:30 WIB

Silas Papare

Intisari-online.com - Silas Papare adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Papua dari cengkeraman Belanda dan penyatuan Papua dengan Indonesia.

Ia terlahir di Kampung Ariepi, Serui, Yapen Waropen pada 18 Desember 1918 dari orang tua Musa Papare dan Dorkas Mangge.

Sejak muda, ia menempuh pendidikan di sekolah desa (Volkschool) dan sekolah juru rawat di Serui.

Setelah tamat pada tahun 1935, ia bekerja sebagai perawat di rumah sakit Serui, kemudian pindah ke rumah sakit milik perusahaan minyak Belanda NNGPM di Sorong pada tahun 1936.

Ia menjadi ketua perawat di sana hingga tahun 1940, ketika ia dipindahkan kembali ke Serui karena kekurangan personel.

Pada masa Perang Dunia II, ia terlibat dalam perlawanan terhadap tentara Jepang yang menduduki Papua.

Ia direkrut sebagai mata-mata oleh Amerika Serikat dan pemerintah Belanda, NEFIS untuk mengumpulkan informasi dan membantu gerakan Koreri yang menentang Jepang.

Kemudian juga berhubungan dengan Soegoro Atmoprasodjo, seorang tahanan politik yang menyebarkan gagasan nasionalisme Indonesia di Papua.

Setelah perang berakhir, ia mulai bersimpati dengan Indonesia dan bergabung dengan Organisasi Pembebasan Irian Barat (OPI) yang didirikan oleh Marthen Indey pada tahun 1950.

Dia juga mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) bersama Lukas Rumkorem dan Corinus Krey pada tahun 1952.

PKII adalah partai politik pertama di Papua yang berhaluan pro-Indonesia.

Baca Juga: Ibu Para Monster, Inilah Echidna, Sosok Penghuni Gua dalam Mitologi Yunani

Pada Desember 1955, ia terlibat dalam pemberontakan melawan Belanda yang dipimpin oleh Soegoro Atmoprasodjo dan Marthen Indey di Jayapura.

Pemberontakan ini bertujuan untuk mendukung integrasi Papua dengan Indonesia.

Namun, pemberontakan ini gagal dan ia ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Jayapura hingga tahun 1960.

Setelah dibebaskan, ia meninggalkan Papua dan menetap di Jakarta.

Ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewakili Papua dari tahun 1954 hingga 1960. 

Dia juga ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949 dan Perjanjian New York pada tahun 1962 yang membahas tentang status Papua.

Pada tahun 1960-an, ia mulai mengkritik pemerintah Indonesia atas perlakuan mereka terhadap rakyat Papua.

Dia menuntut agar hak-hak dasar rakyat Papua dihormati dan agar Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) dilaksanakan secara adil dan demokratis.

Saat itu dia empat ditangkap oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1966 karena dituduh terlibat dalam Gerakan 30 September.

Tetapi kemudian dibebaskan setelah tidak terbukti bersalah.

Lalu kembali menjadi anggota DPR dari tahun 1971 hingga 1977.

Baca Juga: Sosok Wahidin Soedirohoesodo, Pribumi Pertama yang Masuk Sekolah Dasar Anak-anak Eropa dan Menjadi Dokter

Ia meninggal dunia pada tanggal 7 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan integrasi Papua dengan Indonesia, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1993 oleh Presiden Soeharto.

Nama Silas Papare juga diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara TNI AU di Sentani, Jayapura; Kapal Perang Korvet TNI AL KRI Silas Papare; Monumen Silas Papare di Serui; Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Politik (STISIPOL) Silas Papare di Jayapura; dan nama jalan di Nabire.

Silas Papare adalah sosok yang patut dicontoh sebagai pejuang asal Papua yang tidak kenal menyerah dan setia kepada Indonesia.

Ia adalah mantan mata-mata Amerika yang berubah menjadi pahlawan nasional.