Penulis
Intisari-online.com -Adam Malik adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang pernah menjadi wakil presiden ketiga dari tahun 1978 sampai 1983.
Sebelumnya ia juga pernah menjadi menteri luar negeri, ketua parlemen, dan presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Adam Malik terlahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada 22 Juli 1917 dari keluarga pedagang kaya.
Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas 4 SD, namun tidak lulus. Namun ia tidak pernah menyerah untuk belajar dan mengabdi kepada bangsa.
Ia pindah ke Jakarta dan menjadi salah satu pendiri Kantor Berita Antara pada usia 20 tahun.
Kemudian terlibat dalam berbagai organisasi politik dan gerakan pemuda sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Adam Malik terkenal sebagai seorang diplomat hebat yang berperan penting dalam menjaga kedaulatan Indonesia di dunia internasional.
Ia juga menjadi salah satu inisiator terbentuknya ASEAN pada tahun 1967.
Adam Malik wafat pada 5 September 1984 di Bandung dan mendapat penghargaan gelar pahlawan nasional pada tahun 1998.
Adam Malik adalah anak ketiga dari 10 bersaudara dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.
Ayah Adam Malik adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar. Adam Malik sangat suka membaca, menonton film koboi dan juga suka pada dunia fotografi.
Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di HIS (Hollandsch Inlandsche School)
Pematangsiantar, kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, tapi pendidikannya disana hanya ia jalani selama 6 bulan saja, ia pulang ke kampungnya dan membantu orangtuanya berdagang.
Adam Malik tidak pernah lulus SD, ia hanya tamat kelas 4 SD.
Namun ia tidak pernah berhenti belajar dan mengembangkan diri.
Ia belajar bahasa Inggris dan Belanda secara otodidak dengan membaca buku-buku dan koran-koran.
Dia juga belajar ilmu politik dan ekonomi dari tokoh-tokoh nasionalis seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.
Memulai Karier Politik
Saat masih berumur belasan tahun, pada tahun 1934 Adam Malik pernah ditangkap polisi Dinas Intel Politik dan ditahan selama 2 bulan karena ia melanggar larangan perkumpulan.
Saat berumur 17 tahun, Adam Malik sudah menjabat sebagai ketua Partindo di Pematangsiantar dari 1934 hingga 1935.
Keinginannya untuk maju dan berbakti pada bangsa mendorong Adam Malik untuk pindah ke Jakarta.
Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara yang berada di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah ke Jalan Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Indra Sjafri, Sosok Pelatih Spesialis Kelompok Umur Bawa Indonesia Juara SEA Games 2023
Dalam kantor tersebut Adam Malik menjabat sebagai Redaktur sekaligus Wakil Direktur.
Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta.
Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Adam Malik juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
Ia menjadi komandan gerilyawan di daerah Bogor dan Sukabumi pada masa revolusi fisik.
Kemudian juga menjadi salah satu anggota delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949.
Menjadi Menteri Luar Negeri
Adam Malik mulai menjabat sebagai menteri perdagangan pada tahun 1963-1964 dalam Kabinet Kerja Presiden Soekarno.
Namun ia kemudian mengundurkan diri karena tidak setuju dengan politik konfrontasi Soekarno terhadap Malaysia.
Setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965, Adam Malik mendukung gerakan anti-komunis yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto.
Ia menjadi salah satu tokoh yang terlibat dalam pembentukan Supersemar yang memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengamankan situasi negara dari ancaman komunis.
Baca Juga: Misteri Kematian Grigori Rasputin, Sosok Paranormal Paling Ditakuti Seantero Rusia
Pada tahun 1966-1978, Adam Malik menjabat sebagai menteri luar negeri dalam Kabinet Pembangunan Presiden Soeharto.
Dalam jabatan ini, ia berhasil memperbaiki hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat yang sempat memburuk akibat politik anti-imperialisme Soekarno.
Ia juga berhasil mengembalikan keanggotaan Indonesia dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sempat dikeluarkan oleh Soekarno pada tahun 1965.
Adam Malik juga berperan penting dalam mempromosikan kerjasama regional di Asia Tenggara.
Ia menjadi salah satu pelopor terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967 bersama dengan menteri luar negeri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Ia juga menjadi salah satu inisiator Konferensi Asia Afrika (KAA) kedua yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1970.
Selain itu, Adam Malik juga aktif dalam diplomasi internasional untuk menyelesaikan berbagai konflik global.
Ia menjadi salah satu anggota Komisi Tiga Negara yang berhasil menengahi perjanjian damai antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan pada tahun 1973.
Juga menjadi salah satu anggota Komisi Lima Negara yang berhasil menengahi perjanjian damai antara Israel dan Mesir pada tahun 1978.
Menjadi Wakil Presiden RI
Pada tahun 1978-1983, Adam Malik menjabat sebagai wakil presiden Republik Indonesia ke-3 mendampingi Presiden Soeharto untuk periode kedua.
Ia terpilih secara aklamasi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Baca Juga: Sosok Ali Sadikin, Gubernur Jakarta yang Dituduh Sebagai 'Matahari Kembar' Soeharto
Dirumorkan sebagai agen CIA
Adam Malik adalah seorang tokoh nasional yang pernah menjadi wakil presiden RI ke-3.
Namun, ia juga pernah dituduh sebagai agen CIA oleh sebuah buku yang ditulis oleh Tim Weiner, seorang wartawan The New York Times.
Buku itu berjudul Membongkar Kegagalan CIA dan mengutip pengakuan seorang perwira CIA bernama Clyde McAvoy yang mengklaim bahwa ia merekrut dan mengontrol Adam Malik sejak tahun 1964.
Menurut buku itu, Adam Malik terlibat dalam operasi CIA di Indonesia untuk menggulingkan Presiden Soekarno yang anti-Barat dan anti-Amerika Serikat.
Adam Malik juga diduga menjadi bagian dari tiga serangkai yang bersama dengan Sultan Hamengkubuwono IX dan Jenderal Soeharto membentuk pemerintahan bayangan setelah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Buku itu juga menyebutkan bahwa Adam Malik menerima dana sebesar Rp 50 juta (setara Rp 434 miliar saat ini) dari Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Marshall Green, untuk mendanai gerakan anti-komunis yang disebut KAP-Gestapu.
Selain itu, Adam Malik juga menerima daftar nama 67 pemimpin PKI dari Bob Martens, seorang perwira politik senior kedutaan Amerika yang pernah bertugas di Moskow bersama Adam Malik.
Tuduhan ini tentu saja menimbulkan kontroversi dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.
Beberapa sejarawan dan politisi Indonesia menyangkal bahwa Adam Malik adalah agen CIA dan menganggapnya sebagai fitnah dan propaganda.