Find Us On Social Media :

Mengintip Hukuman Sadis bagi Koruptor di Zaman Majapahit, Dari Denda Hingga Diseret Gajah

By Afif Khoirul M, Kamis, 18 Mei 2023 | 10:10 WIB

Ilustrasi - Kerajaan Majapahit.

Intisari-online.com - Korupsi adalah tindakan yang merusak kepentingan bersama dan mencuri hak-hak rakyat.

Namun, korupsi bukanlah hal baru di Indonesia.

Sejak zaman Kerajaan Majapahit, sudah ada aturan hukum yang ketat untuk menanggulangi korupsi dan memberlakukan hukuman yang berat bagi pelakunya.

Salah satu sumber yang menjelaskan hukum pidana era Majapahit adalah kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca.

Dalam kitab ini, disebutkan beberapa pasal yang mengatur tentang korupsi, terutama dalam hal pengelolaan tanah dan hasil bumi.

Misalnya, Pasal 258 mengatur tentang orang yang memperbaiki tanah milik orang lain tanpa izin dan meminta upah.

Orang tersebut dikenakan denda dua laksa oleh raja.

Pasal 259 mengatur tentang orang yang menggarap sawah milik orang lain tanpa mengolahnya sehingga terbengkalai.

Orang tersebut harus membayar utang makan sebesar hasil padi yang seharusnya dipungut dari sawah tersebut.

Pasal 261 adalah pasal yang paling tegas dan mengerikan bagi koruptor.

Pasal ini mengatur tentang orang yang mengurangi penghasilan makanan atau mengkorupsi dengan cara mempersempit sawah, membiarkannya terbengkalai, atau melalaikan binatang piaraan.

Baca Juga: Darah Penguasa Majapahit Mengalir di Tubuhnya, Inilah Ki Ageng Mangir Penguasa Perdikan yang Menantang Mataram Islam

Orang tersebut dianggap sebagai pencuri dan dikenakan pidana mati.

Hukuman mati ini bisa berupa dipenggal, dibakar, digantung, atau diseret oleh gajah.

Selain korupsi dalam hal tanah dan hasil bumi, Majapahit juga tidak mentolerir korupsi dalam hal harta benda milik orang lain.

Dalam bab sahasa atau paksaan, Pasal 86, 87, dan 92 mengatur tentang orang yang mengambil harta benda milik orang lain tanpa hak.

Barang yang diambil secara haram itu akan hilang dalam waktu enam bulan atau enam tahun.

Jika tidak hilang, maka barang itu akan dikembalikan kepada pemiliknya atau diserahkan kepada raja.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa Majapahit memiliki hukum pidana yang tegas dan adil dalam memberantas korupsi.

Hukuman yang diberikan tidak pandang bulu dan sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.

Hal ini menunjukkan bahwa Majapahit adalah kerajaan yang beradab dan berkeadilan.

Hukum pidana era Majapahit yang tegas dan adil ini tentu berbeda dengan kondisi saat ini.

Undang-undang pemberantasan korupsi yang ada sekarang masih belum mampu memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.

Baca Juga: Cara Majapahit Bereskan Mafia Pajak dan Koruptor, Ada yang Disula Seperti babi

Banyak koruptor yang masih lolos dari jerat hukum atau mendapat hukuman yang ringan.

Akibatnya, korupsi masih merajalela di berbagai sektor dan merugikan negara dan rakyat.

Oleh karena itu, kita perlu belajar dari sejarah Majapahit tentang bagaimana menegakkan hukum yang tegas dan adil bagi koruptor.

Kita perlu menuntut agar aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan independen dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Kita juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan atau mendukung korupsi dalam bentuk apapun.

Kita harus bersama-sama menjaga kepentingan umum dan hak-hak rakyat dari tindakan korupsi yang merusak.

Dengan demikian, kita dapat mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara yang beradab dan berkeadilan seperti Majapahit.

Kita dapat membangun Indonesia yang bersih dari korupsi dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.