Di Salatiga Mataram Islam Pecah Jadi Tiga, Semua Karena Belanda

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Pura Mangkunegaraan dibangun setelah dilangsungkannya Perjanjian Salatiga yang memecah Mataram Islam jadi Tiga, yang melibatkan VOC, Pakubuwono III, dan Hamengkubuwono I.

Pura Mangkunegaraan dibangun setelah dilangsungkannya Perjanjian Salatiga yang memecah Mataram Islam jadi Tiga, yang melibatkan VOC, Pakubuwono III, dan Hamengkubuwono I.

Intisari-Online.com -Kota Salatiga menjadi saksi bagaimana Mataram Islam akhirnya pecah jadi tiga.

Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, dan si bungsu Kadipaten Mangkunegara.

Di kota inilah kesepatakan ditandatangani oleh perwakilan VOC, Pakubuwono III, Hamengkubuwono I, dan Rade Mas Said alias Mangkunegara I.

Kesepatan ini kelak kita kenal sebagai Perjanjian Salatiga.

17 Maret 1757, Perjanjian Salatiga ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen Sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.

Dalam perjanjian itu disepakati,Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa atau Mangkunegara I mendapatkan sebagian wilayah dari kekuasaan Kasunanan Surakarta yang dikuasai Pakubuwana III.

Dan sejak saat itulahMataran terpecah menjadi tiga wilayah, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Mataram Islam berangsur-angsur menuju kemunduran setelah Sultan Agung wafat.

Kondisi itu semakin terlihat ketika Mataram Islam dipimpin oleh Pakubuwono II.

Saat itulah muncu pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said yang adalah keponakannya sendiri.

Muncul juga pemberontakan lain yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kelak bergelar Hamengkubuwono I.

Pada13 Februari 1755, perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti.

Melalui perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Selanjutnya Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang memimpin Kasultanan Yogyakarta.

Perjanjian Giyanti ternyata bukan solusi dari kekisruhan tersebut, malah Raden Mas Said merasa kecewa dengan perjanjian tersebut.

Dia punterus menerus melakukan perlawan kepada Hamengkubuwana I, Pakubuwana III, dan VOC.

VOC pada waktu itu merasa kewalahan untuk meredam pemberontakan yang dilakukan RM Said memilih menawarkan jalan damai.

Akhirnya, RM Said menerima tawaran damai dari VOC tersebut dan dilakukanlah Perjanjian Salatiga.

Pihak yang terlinat dalam Perjanjian Salatiga adalah VOC, Raja Kasuanan Surakarta Pakubuwana III, Raja Kasultanan Yogyakarta Hamengkubuwana I, dan RM Said.

Pada 17 Maret 1757, perjanjian tersebut ditandatangani di Gedung Pakuwon, di Jalan Brigjen sudiarto No.1, Salatiga, Jawa Tengah.

Tempat tersebut merupakan wilayah netral yang terletak di tengah-tengah antara ketiga pihak Mataram dan VOC.

Lewat Perjanjian Salatiga, RM Said menyatakan kesetiaannya pada raja Kasunanan Surakarta dan VOC.

Isi perjanjian Salatiga

Melalui Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa kemudian dinobatkan menjadi Adipati Mangkunegaran I yang wilayah kekuasaannya disebut Mangkunegaran.

Pakubuwana III memberikan tanah sebanyak 4.000 cacah dengan wilayah meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Wonogiri, dan Ngawen, Yogyakarta.

Namun, dari pihak Hamengkubuwana I tidak memberikan wilayahnya kedapa RM Said.

Berikut ini adalah isi dari Perjanjian Salatiga:

1. Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji (Pangeran yang mempunyai status setingkat dengan raja-raja di Jawa)

2. Pangeran Miji tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (Singgasana)

3. Pangeran Miji berhak untuk meyelenggarakan acara penobatan raja dan memakai semua perlengkapan raja.

4. Tidak boleh memiliki Balai Witana.

5. Tidak diperbolehkan memiliki alun-alun dan sepasang ringin kembar.

6. Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman mati.

7. Pemberian tanah lungguh seluas 4000 cacah yang tersebar meliputi Kaduwang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunungkidul, Kedu, Pajang sebelah utara dan selatan.

Dengan adanya Perjanjian Salatiga, VOC dapat meredam konflik internal Kerajaan Mataram.

Akan tetapi, perjanjian tersebut membuat Kerajaan Mataram pecah menjadi tiga kekuasaan, masing-masing kekuasaan yang dipimpin oleh Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan Mangkunegaran I.

Selain itu, Perjanjian Salatiga membuat Mangkunagaran I tidak lagi dapat melanjutkan harapannya dengan menyatukan takhta Mataram menjadi satu kekuasaan tunggal.

Artikel Terkait