Berikut Ini 4 Faktor Penyebab Kemunduran Kerajaan Mataram Islam

Ade S

Penulis

Peta Kerajaan Mataram Islam. Berikut ini 4 faktor penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam yang meliputi faktor internal dan eksternal.

Intisari-Online.com -Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu kerajaan besar di Pulau Jawa yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M).

Namun, setelah Sultan Agung wafat, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh pada tahun 1755 M.

Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Mataram Islam?

Artikel ini akan membahas 4 faktor penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam yang meliputi faktor internal dan eksternal. Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

1) Perebutan Kekuasaan

Faktor pertama yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam adalah perebutan kekuasaan di antara para penerus Sultan Agung. Tidak ada satu pun dari mereka yang mampu meniru kebijaksanaan dan keberanian Sultan Agung dalam memimpin kerajaan.

Sebaliknya, mereka saling bersaing dan berkonflik untuk merebut tahta. Hal ini menyebabkan terjadinya perpecahan dan kelemahan di dalam kerajaan.

Salah satu contoh perebutan kekuasaan yang terjadi adalah antara Amangkurat I dan Pangeran Alit. Amangkurat I adalah putra sulung Sultan Agung yang naik tahta setelah ayahnya wafat. Namun, ia tidak disukai oleh rakyat karena bersikap zalim dan arogan.

Ia juga bersekutu dengan VOC untuk mengamankan posisinya. Pangeran Alit adalah adik Amangkurat I yang merasa berhak atas tahta karena dianggap lebih saleh dan dekat dengan rakyat. Ia kemudian memberontak terhadap kakaknya dengan dukungan dari para ulama dan rakyat.

Pemberontakan Pangeran Alit ini berlangsung selama beberapa tahun dan mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan di berbagai daerah. Akhirnya, Amangkurat I berhasil mengalahkan Pangeran Alit dengan bantuan VOC.

Baca Juga: Bagaimana Proses Berdirinya Kerajaan Mataram Islam? Ini Penjelasannya

Namun, hal ini juga membuat kerajaan semakin tergantung pada Belanda dan kehilangan banyak wilayah kekuasaannya.

2) Pemberontakan Trunojoyo

Faktor kedua yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam adalah pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo adalah seorang bangsawan dari Madura yang menentang kekuasaan Mataram karena merasa tidak dihargai oleh Amangkurat I. Ia juga tidak suka dengan campur tangan VOC dalam urusan kerajaan.

Trunojoyo kemudian memimpin pemberontakan bersama dengan Raden Kajoran, seorang adipati dari Kediri yang juga tidak puas dengan Mataram.

Mereka berhasil merebut sebagian besar wilayah Jawa Timur dari tangan Mataram dan mendirikan Kerajaan Madura Baru. Trunojoyo bahkan menyatakan dirinya sebagai raja baru di Jawa.

Pemberontakan Trunojoyo ini sangat mengancam eksistensi Kerajaan Mataram Islam. Amangkurat I tidak mampu menghadapi Trunojoyo karena sedang sibuk mengurus pemberontakan Pangeran Alit. Ia kemudian meminta bantuan VOC untuk menghentikan Trunojoyo.

Namun, hal ini juga membuat kerajaan semakin berutang kepada Belanda dan harus menyerahkan beberapa wilayah sebagai ganti bantuan tersebut.

3) Perjanjian Giyanti

Faktor ketiga yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam adalah adanya Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini merupakan hasil dari perundingan antara VOC, Pakubuwana III, dan Pangeran Mangkubumi. Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah.

Perjanjian Giyanti secara resmi membagi kekuasaan Mataram kepada Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi. Pakubuwana III tetap menjadi raja Mataram dengan wilayah kekuasaan di sebelah timur Sungai Bengawan Solo.

Ia berkedudukan di Surakarta dan mendirikan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi menjadi raja baru dengan wilayah kekuasaan di sebelah barat Sungai Bengawan Solo. Ia berkedudukan di Yogyakarta dan mendirikan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Baca Juga: Kisah Tragis Raden Ayu Lembah, Dipaksa Inses oleh Putra Mahkota Mataram Islam, Lalu Tewas Dibunuh Ayah Sendiri Usai Berzina

Perjanjian Giyanti ini mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama beberapa tahun di antara para penerus Sultan Agung. Namun, perjanjian ini juga menandai berakhirnya kekuasaan Mataram sebagai kerajaan tunggal di Pulau Jawa.

Selain itu, perjanjian ini juga membuat kedua kerajaan baru semakin terikat dengan VOC yang berperan sebagai penengah dan penjamin perdamaian.

4) Perjanjian Salatiga

Faktor keempat yang menjadi penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam adalah adanya Perjanjian Salatiga. Perjanjian ini merupakan kelanjutan dari Perjanjian Giyanti yang melibatkan pihak ketiga, yaitu Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said.

Ia adalah putra bungsu Pakubuwana II yang juga ikut memberontak terhadap Pakubuwana III.

Pangeran Sambernyawa tidak terlibat dalam Perjanjian Giyanti karena tidak mau tunduk kepada VOC. Ia terus melanjutkan perlawanan bersama dengan para pengikutnya yang disebut Prajurit Mataram.

Ia berhasil menguasai beberapa wilayah di Jawa Timur dan Tengah, seperti Kediri, Madiun, Ponorogo, dan Magetan.

Pemberontakan Pangeran Sambernyawa ini mengancam kedua kerajaan baru yang telah dibentuk oleh Perjanjian Giyanti.

Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi kemudian bersatu untuk menghadapi Pangeran Sambernyawa dengan bantuan VOC.

Setelah mengalami beberapa kekalahan, Pangeran Sambernyawa akhirnya bersedia berdamai dengan menandatangani Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757.

Perjanjian Salatiga memberikan hak kepada Pangeran Sambernyawa untuk memiliki bagian dari wilayah Mataram di sebelah timur Sungai Opak. Ia kemudian bergelar sebagai Mangkunegara I dan mendirikan Kadipaten Mangkunegaran.

Perjanjian Salatiga ini menambah jumlah kerajaan-kerajaan baru yang berasal dari pecahan Mataram. Hal ini menunjukkan semakin melemahnya kekuasaan Mataram sebagai kerajaan besar di Pulau Jawa.

Demikian penjelasan tentang 4faktor penyebab kemunduran Kerajaan Mataram Islam. Semoga menambah wawasan Anda.

Baca Juga: Jadi Cikal Bakal Berdirinya Mataram Islam, Inilah Pohon Mentaok yang 'Biseksual'

Artikel Terkait