Penulis
Intisari-Online.com -Raden Ayu Lembah adalah seorang putri ningrat yang hidup pada akhir abad ke-17 di Kesultanan Mataram Islam.
Ia menikah dengan putra mahkota Amangkurat III yang ternyata congkak, cacat, dan kejam.
Ia merasa tidak bahagia dengan suaminya dan mencari pelampiasan dengan berselingkuh dengan seorang pemuda tampan bernama Raden Sukra.
Namun, perselingkuhan mereka terbongkar dan berakibat fatal.
Raden Ayu Lembah harus menghadapi hukuman mati yang mengerikan dari ayahnya sendiri, Pangeran Puger, yang juga merupakan paman sekaligus mertua dari Amangkurat III.
Inilah kisah tragis Raden Ayu Lembah yang dipenuhi dengan intrik, cinta terlarang, dan kekerasan.
Latar Belakang
Kesultanan Mataram Islam adalah sebuah kerajaan besar yang berpusat di Jawa Tengah pada abad ke-16 hingga ke-18.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), yang berhasil menaklukkan hampir seluruh wilayah Jawa dan sebagian Madura.
Namun, setelah kematian Sultan Agung, kerajaan ini mengalami kemunduran akibat perang saudara dan campur tangan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Baca Juga: Jadi Cikal Bakal Berdirinya Mataram Islam, Inilah Pohon Mentaok yang 'Biseksual'
Salah satu perang saudara yang terjadi adalah antara Amangkurat II (1681-1703) dan adiknya Pangeran Puger (1648-1726).
Amangkurat II adalah raja Mataram Islam yang berkuasa di Kartasura, sedangkan Pangeran Puger adalah raja Mataram Islam yang berkuasa di Plered.
Perselingkuhan
Sebelum meninggal, Amangkurat II menunjuk putranya Raden Mas Sutikna sebagai penerusnya. Raden Mas Sutikna bergelar Amangkurat III atau Amangkurat Mas.
Ia menikahi sepupunya Raden Ayu Lembah, putri Pangeran Puger, pada tahun 1698.
Pernikahan inses ini dimaksudkan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai.
Namun, pernikahan ini tidak berlangsung harmonis. Amangkurat III dikenal sebagai raja yang congkak, temperamen, dan cacat fisik. Ia menderita kelainan pada tumitnya sehingga dijuluki Pangeran Kencet.
Ia juga sering menyiksa dan membunuh orang-orang yang dianggapnya sebagai ancaman atau lawan.
Raden Ayu Lembah sendiri yang sebenarnya menerima pernikahan dengan terpaksa, kemudian merasa tidak bahagia dengan suaminya.
Sebagai seorang wanita,dia merindukan kasih sayang dan kehangatan dari seorang laki-laki.
Ia pun mulai mencari pelampiasan dengan berselingkuhdengan seorang pemuda tampan bernama Raden Sukra, anak Patih Sindureja.
Baca Juga: Benarkah Wanita Harus Lepas Hijab di Makam Raja-raja Mataram Islam di Kotagede?
Raden Sukra adalah seorang pemuda yang bertubuh tegap dan rupawan, yang menarik perhatian Raden Ayu Lembah saat ia mengiringi iring-iringan pengantin bangsawan di Kartasura.
Raden Ayu Lembah pun mulai merayu dan menggoda Raden Sukra untuk menjadi kekasih gelapnya.
Pembongkaran
Perselingkuhan Raden Ayu Lembah dan Raden Sukra tidak berlangsung lama. Suatu hari, ketika mereka sedang bercinta di sebuah ruangan rahasia di istana, mereka terpergok oleh Amangkurat III yang kebetulan lewat di situ.
Amangkurat III sangat marah dan cemburu melihat istrinya berselingkuh dengan seorang abdi dalem yang lebih tampan darinya.
Ia pun memerintahkan para prajuritnya untuk menangkap dan menyiksa Raden Sukra di depan matanya.
Raden Ayu Lembah pun tidak luput dari hukuman mati, hanya saja caranya tidak semengerikan seperti yang diterima oleh Raden Sukra.
Namun, hukuman yang diterima oleh Raden Ayu Lembah tak kalah mengerikan, dia harus meregang nyawa di tangan adik-adiknya sendiri.
Maklum sang ayah, Pangeran Puger, diminta untuk membuktikan kesetiannya kepada Amangkurat III.
Hukuman mengerikan yang dipicu terungkapnya kasus perselingkuhan tersebut pun harus diterima oleh dayang-dayang Raden Ayu Lembah.
Pakaian mereka dilucuti untuk kemudian dalam keadaan tanpa busana mereka pun diminta masuk ke dalam kandang macan.
Pemberontakan Pangeran Puger
Singkat cerita, pengangkatan Amangkurat III tidak disetujui oleh VOC, yang saat itu memang bak menjadi penentu tertinggi segala keputusan di Mataram Islam.
Mereka justru lebih memilih Pangeran Puger, ayah Raden Ayu Lembah, untuk memimpin Mataram Islam.
Pada akhirnya, pria yang harus mencabut nyawa anaknya sendiri itu pun dilantik menjadi raja Mataram Islam dengan gelar Pakubuwana.
Pelantikan yang berujung pada "perang saudara" hingga akhirnya Mataram Islam terpeceah dua melalui Perjanjian Giyanti.
Baca Juga: Punya Pepali Fenomenal, Inilah Ki Ageng Selo, Leluhur Mataram Islam yang Mampu Menangkap Petir