Penulis
Intisari-online.com -Indonesia menghadapi krisis politik dan ekonomi yang mengakibatkan runtuhnya rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto pada tahun 1998.
Salah satu pemicu krisis tersebut adalah munculnya gerakan pro-demokrasi yang didorong oleh para aktivis, mahasiswa, dan rakyat biasa.
Namun, tidak semua pihak mendukung gerakan pro-demokrasi tersebut.
Ada sekelompok orang yang berupaya untuk menghalangi atau mengancam para aktivis dengan cara menculik mereka secara paksa.
Kelompok ini dikenal dengan nama Tim Mawar.
Apa itu Tim Mawar?
Tim Mawar adalah tim kecil yang dibuat oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, pada tahun 1998.
Tim Mawar ini merupakan pelaku dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi tahun 1998.
Tim Mawar terdiri dari sekitar 20 orang yang dipimpin oleh Mayor Infanteri Bambang Kristiono.
Anggota-anggota Tim Mawar adalah perwira-perwira Kopassus yang pernah bertugas di Timor-Timur sebelum Pemilu 1997 dan Pemilihan Presiden 1998.
Tim Mawar dibentuk atas inisiatif pribadi Mayor Bambang Kristiono tanpa sepengetahuan atasan-atasannya.
Baca Juga: Gigihnya Perjuangan Marsinah, Sosok Aktivis Buruh Yang Diperkosa Dan Dibunuh Di Masa Orde Baru
Tujuan Tim Mawar adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tentang kegiatan-kegiatan radikal yang dilakukan oleh para aktivis pro-demokrasi.
Bagaimana Tim Mawar Melakukan Penculikan?
Tim Mawar melakukan penculikan dengan cara mengikuti dan menangkap para aktivis yang menjadi target mereka di tempat-tempat umum seperti jalan raya, terminal bus, atau stasiun kereta api.
Para aktivis kemudian dibawa ke markas Tim Mawar di Cijantung, Jakarta Timur, untuk diinterogasi dan disiksa.
Tim Mawar melakukan penculikan dalam tiga tahap:
Tahap pertama pada September-Oktober 1997.
Tim Mawar menangkap sembilan aktivis yang diduga terlibat dalam pembuatan bom di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Bom tersebut meledak secara tidak sengaja pada 18 Januari 1998 dan menewaskan empat orang.
Sembilan aktivis tersebut adalah Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Mugiyanto, Rahardja Waluya Jati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, dan Andi Arief.
Tahap kedua pada Februari-Maret 1998.
Tim Mawar menangkap empat aktivis yang dianggap sebagai tokoh-tokoh penting dalam gerakan pro-demokrasi.
Empat aktivis tersebut adalah Dedi Hamdun, Noval Alkatiri, Ismail Hasani, dan Haryanto Taslam (yang ditangkap untuk kedua kalinya).
Baca Juga: Kisah Lolosnya Ibu Tien Soeharto dari Peristiwa Pemboman di Istana Merdeka
Tahap ketiga pada April-Mei 1998.
Tim Mawar menangkap lima aktivis yang juga dianggap sebagai tokoh-tokoh penting dalam gerakan pro-demokrasi.
Lima aktivis tersebut adalah Wiji Thukul (yang merupakan seorang penyair terkenal), Suyat (yang merupakan adik Wiji Thukul), Herman Hendrawan, Bimo Petrus Anugerah, dan Sonny.
Apa Nasib Para Korban Penculikan?
Dari 14 aktivis yang diculik oleh Tim Mawar, sembilan diantara mereka berhasil dipulangkan, sementara lima lainnya hingga kini tidak diketahui keberadaannya.
Lima aktivis yang masih hilang itu adalah Wiji Thukul, Suyat, Herman Hendrawan, Bimo Petrus Anugerah, dan Sonny.
Para korban penculikan Tim Mawar Kopassus masih mengalami trauma sampai sekarang, karena penyiksaan dan teror yang brutal atas fisik dan mental mereka selama berada di penjara rahasia.
Korban berikutnya adalah keluarga dan teman-teman mereka yang juga merasakan dampak psikologis dari penculikan tersebut.
Meskipun Tim Mawar telah diadili oleh Mahkamah Militer pada tahun 1999 dan divonis hukuman penjara antara 12 hingga 22 bulan, kasus penculikan aktivis 98 belum sepenuhnya terungkap.
Masih ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, seperti siapa dalang di balik Tim Mawar, apa motif penculikan tersebut, dan di mana lokasi makam para aktivis yang masih hilang.
*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai