Penulis
Intisari-online.com - Presiden Soekarno adalah salah satu tokoh kemerdekaan Indonesia yang berperan penting dalam merumuskan teks proklamasi bersama Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo.
Proses perumusan teks proklamasi itu berlangsung di rumah dinas Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi angkatan laut Jepang yang bersimpati dengan perjuangan bangsa Indonesia.
Rapat perumusan teks proklamasi itu berlangsung hingga menjelang subuh pada tanggal 17 Agustus 1945.
Saat itu, Indonesia sedang berada di bulan Ramadan, bulan suci bagi umat Islam yang menjalankan ibadah puasa.
Para tokoh kemerdekaan yang beragama Islam tentu membutuhkan makan sahur sebelum memulai puasa.
Namun, menu sahur yang disantap oleh Presiden Soekarno dan kawan-kawan tidaklah mewah atau istimewa.
Menurut buku Sekitar Proklamasi (1969) karya Mohammad Hatta, ia menyantap roti, telur, dan ikan sarden yang dimasak di rumah Maeda sebagai menu sahur.
Sementara itu, Soekarno tidak berpuasa karena sedang sakit malaria.
Menu sahur lain yang disiapkan di rumah Maeda adalah nasi goreng, makanan sejuta umat Indonesia.
Nasi goreng ini dibuat oleh Satsuki Mishima, anak buah Maeda yang juga diminta meminjam mesin ketik untuk mengetik naskah proklamasi.
Nasi goreng ini disantap oleh Achmad Soebardjo dan beberapa tokoh lainnya.
Menu sahur sederhana ini menunjukkan betapa para tokoh kemerdekaan Indonesia tidak terlalu memikirkan kebutuhan pribadi mereka saat itu.
Mereka lebih fokus pada tugas sejarah yang harus mereka lakukan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan.
Menu sahur ini juga menjadi saksi bisu dari peristiwa penting yang mengubah nasib Indonesia.
Rumah Laksamana Maeda sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang. Bangunan ini awalnya merupakan kantor British Consul General yang didirikan pada tahun 1920-an.
Saat terjadi Perang Pasifik, bangunan ini diambil alih oleh Jepang dan dijadikan sebagai rumah dinas Laksamana Maeda, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Penghubung Kaigun (Angkatan Laut Jepang) di Indonesia.
Laksamana Maeda dikenal sebagai salah satu perwira Jepang yang bersimpati dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia sudah mengenal beberapa tokoh pergerakan Indonesia saat menjadi Atase di Den Haag dan Berlin pada tahun 1930-an, seperti Achmad Soebardjo dan Mohammad Hatta.
Ia juga mempekerjakan Soebardjo sebagai penasihatnya saat berada di Indonesia.
Karena kedekatannya dengan Soebardjo, Maeda bersedia memberikan rumahnya sebagai tempat perumusan teks proklamasi.
Ia juga tidak menghalangi atau mengganggu rapat yang berlangsung hingga subuh itu.
Bahkan, ia mengucapkan selamat kepada para tokoh kemerdekaan dan meminta anak buahnya untuk menemani mereka.
Baca Juga: Gunakan Bedug Hingga Terompet, Ini 5 Tradisi Unik Sahur dari Berbagai Negara di Dunia
Rumah Laksamana Maeda kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang dibuka untuk umum.
Di museum ini, pengunjung dapat melihat ruangan-ruangan yang menjadi saksi bisu dari peristiwa bersejarah tersebut, seperti ruang makan tempat rapat, ruang tamu tempat mengetik naskah proklamasi, dan ruang tidur tempat menyimpan naskah proklamasi.
Museum ini juga menyimpan beberapa benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan perumusan teks proklamasi, seperti mesin ketik yang dipinjam dari kantor militer Jepang, kertas asli naskah proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno, dan foto-foto para tokoh kemerdekaan Indonesia.
Rumah Laksamana Maeda adalah salah satu warisan sejarah yang harus kita jaga dan lestarikan. Di sini kita dapat belajar tentang perjuangan para pendiri bangsa yang tidak mudah menyerah untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Di sini kita juga dapat menghargai kontribusi Laksamana Maeda yang membantu Indonesia meraih kemerdekaan dari penjajahan.