Mahfud MD Tak Terbendung, Sebut Ada Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Batangan Rp189 Triliun Di Bea Cukai

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Mahfud MD sebut ada dugaan pencucian uang impor emas senilai Rp189 triliun di Direktorat Bea Cukai.

Mahfud MD sebut ada dugaan pencucian uang impor emas batangan senilai Rp189 triliun di Direktorat Bea Cukai.

Intisari-Online.com -Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD seolah tak terbendung.

Yang terbaru, pria asal Madura, Jawa Timur, itu membongkar dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp189 triliun di Direktorat Bea Cukai Kementerian Keuangan.

TPPU itu berupa impor emas batangan.

"Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah," kata Mahfud MD dalam rapat dengan Komisi III DPR RI, Rabu (29/3) kemarin.

"Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’."

Ketika diselidiki,pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni, lanjut Mahfud.

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Tapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

“Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya,” ujar Mahfud.

Dosen di Universitas Islam Indonesia itu juga bilang,dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017.

Ketika itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022.

Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

"Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya," tutupnya.

Tanggapan Dirje Bea Cukai

Terkait pernyataan Mahfud MD, Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani langsung angkat bicara.

Dia menjelaskanasal muasal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ekspor emas senilai Rp 189 triliun, seperti yang disebut Menko Polhukam Mahfud MD, itu.

Dilansir Kompas.com,Asko cerita, saat itu 2016 petugas Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai di Soekarno-Hatta melakukan penindakan atau pencegahan terhadap satu perusahaan yang melakukan eksportasi emas.

Pencegahan tersebut dilakukan lantaran eksportir mengaku yang diekspor merupakan perhiasan, yang nyatanya adalah ingot emas seberat 218 kilogram dengan nilai 6,8 juta dollar AS.

Kemudian kasus ini sampai ke pengadilan, dan setelah berkas perkara lengkap (P21), satu tersangka perorangan didakwa.

Namun, pada 2017, Bea Cukai kalah dalam sidang dan pengadilan menyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana.

“Dari hasil P21 yang dilakukan teman-teman Bea Cukai, didakwa satu tersangka perorangan yang kemudian dari pengadilan di tahun 2017 keputusan pengadilan adalah tidak terbukti melakukan perbuatan didakwakan. Jadi dianggap dan dinilai bukan merupakan tindak pidana itu keputusan tahun 2017,” tutur Asko dalam media briefing, Jumat (31/3/2023).

Selang beberapa bulan, Bea Cukai kemudian mengajukan kasasi, dan akhirnya Bea Cukai memenangi kasasi tersebut, yang mana perorangan diputuskan dikenakan pidana 6 bulan dan denda Rp 2,3 miliar.

Selain itu, perusahaannya juga dikenakan denda Rp 500 juta.

“Nah, dalam tahap itu kemudian dilakukan tetap pendalaman oleh teman-teman Kemenkeu, ada Irjen, ada Bea Cukai, dan juga PPATK,” kata Asko.

Meski sudah menang di kasasi, tersangka kemudian melakukan peninjauan kembali (PK) pada 2019.

Hasilnya, Bea Cukai kembali kalah sehingga terlapor dan tersangka dinyatakan tidak melakukan tindak pidana.

“Sehingga dari keputusan ini kita tidak bisa bawa ke TPPU seperti yang dimintakan oleh PPATK,” ucapnya.

Lebih lanjut, Asko menjelaskan pada 2020, pihaknya kembali melakukan asesmen terhadap 9 entitas wajib pajak badan yang melakukan eksportasi emas senilai total Rp 189 triliun.

Belajar dari hasil putusan PK, hasil asesmen tersebut akhirnya diputuskan tidak ada pelanggaran kepabeanan.

“Dari review bersama, belajar dari keputusan PK, dari sisi kepabeanan dan bersama PPATK menyatakan bahwa ini tidak ada tindak pidana kepabeanan dan di 2020 ini nilainya Rp 189 triliun yang masuk ke definisi perusahaan, jadi tidak ada menyangkut sama sekali pegawai di Kementerian Keuangan,” kata dia.

Artikel Terkait