Find Us On Social Media :

Dari Uzbekistan Ke Jawa, Ibrahim Asmoroqondi Titiskan 3 Wali Songo Untuk Nusantara

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 2 April 2023 | 03:35 WIB

Makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi di Tuban yang selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Disebut menitiskan tiga Wali Songo.

Makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi di Tuban yang selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Disebut menitiskan tiga Wali Songo.

Intisari-Online.com - Syekh Asmoroqondi atau Syekh Maulana Ibrahim Asmoroqondi merupakan salah satu wali penyebar agama Islam di tanah Jawa.

Ia memiliki hubungan kekerabatan dengan tiga anggota Wali Songo: Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Syekh Asmoroqondi diperkirakan lahir di Samarkand (Uzbekistan), Asia Tengah, pada paruh kedua abad ke-14.

Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro.

Sebutan itu mengikuti pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan as-Samarqandi, yang kemudian berubah menjadi Asmoroqondi.

Syekh Asmoroqondi adalah seorang ulama yang memiliki ilmu agama yang tinggi.

Ia juga dikenal sebagai seorang pejuang yang sangat kokoh dalam menyebarkan agama Islam dan memiliki keahlian sebagai pande besi yang handal dalam membuat persenjataan.

Ia juga memiliki hubungan baik dengan para raja dan penguasa di Nusantara.

Selama hidupnya, Syekh Asmoroqondi mempunyai dua istri.

Istri yang pertama adalah Retno Jumilah, putri dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V.

Dengan Retno Jumilah, ia dikaruniai seorang putra yang bernama Ishaq Maqdum atau Syekh Maulana Ishaq.

Ishaq Maqdum kemudian menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri dari Raja Demak Raden Patah.

Dari pernikahan ini lahir Raden Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Istri yang kedua adalah Dewi Cadrawulan, kakak dari Raja Campa Prabu Kertawijaya.

Dengan Dewi Cadrawulan, ia dikaruniai dua putra yang bernama Ali Murtadho atau Raden Santri Raja Pandhita dan Ali Rahmatullah atau Raden Rahmad Sunan Ampel.

Ali Murtadho kemudian menikah dengan Nyai Ageng Niswati, putri dari Raja Gresik Prabu Satmata.

Dari pernikahan ini lahir Raden Qasim atau Sunan Drajat.

Dengan demikian, Syekh Asmoroqondi adalah ayah dari Sunan Ampel dan kakek dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat.

Ketiga wali ini merupakan anggota Wali Songo, yaitu sembilan tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-15 hingga ke-16.

Syekh Asmoroqondi memiliki peranan penting dalam syiar Islam di Nusantara.

Ia merupakan salah satu guru dari para wali yang mengajarkan ilmu agama dan tasawuf kepada mereka.

Ia juga membantu para wali dalam menyebarkan ajaran Islam dengan cara damai dan bijaksana.

Ia menggunakan pendekatan budaya dan seni untuk menarik simpati masyarakat.

Salah satu pendekatan budaya dan seni yang dilakukan oleh Syekh Asmoroqondi adalah dengan memanfaatkan kesenian wayang kulit sebagai media dakwah.

Ia mengadaptasi cerita-cerita Hindu-Budha yang populer di kalangan masyarakat Jawa dengan menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.

Ia juga menciptakan tokoh-tokoh wayang baru yang mewakili para wali dan ulama, seperti Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, dan lain-lain.

Dengan cara ini, ia berhasil menarik perhatian dan simpati masyarakat untuk mendengarkan ajaran Islam.

Syekh Asmoroqondi juga memiliki peranan dalam bidang politik dan militer.

Ia membantu para wali dalam melawan penjajahan Portugis yang berusaha menguasai Nusantara.

Ia juga membantu kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Gresik, dan Tuban dalam mempertahankan kedaulatan dan keamanan mereka.

Ia menggunakan keahliannya sebagai pande besi untuk membuat persenjataan yang berkualitas bagi para pejuang Islam.

Syekh Asmoroqondi berdakwah di Tuban hingga akhir hayatnya pada tahun 1425 M.

Ia dimakamkan di Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.

Makamnya menjadi salah satu situs ziarah yang banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah.

Di sekitar makamnya juga terdapat masjid dan beberapa peninggalan bersejarah lainnya, seperti mimbar, bedug, sumur, dan benda-benda pribadi Syekh Asmoroqondi.

Setiap tahun, diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Asmoroqondi yang dihadiri oleh ribuan peziarah.

Acara ini biasanya dilaksanakan pada bulan Suro dalam kalender Jawa.

Dalam acara ini, para peziarah mengirimkan doa dan salam kepada Syekh Asmoroqondi sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas jasa-jasanya dalam syiar Islam di Nusantara.