Find Us On Social Media :

Gunung Merapi Meletus Lalu Picu Kepanikan, Letusan Gunung Ini Malah Diklaim Jadi Kabar Gembira Bagi NASA

By Ade S, Sabtu, 11 Maret 2023 | 15:54 WIB

Jika letusan Gunung Merapi picu kepanikan, letusan gunung ini malah disambut gembira oleh NASA

Intisari-Online.com - Warga Magelang, khususnya yang dilalui Sungai Boyong, Sungai Bedog, Sungai Krasak, Sungai Bebeng, Sungai Woro serta Sungai Gendol 5 km kini dalam kondisi Gunung Merapi "meletus".

Respons terhadap letusan yang terjadi pada Sabtu, (11/3/2023), pukul 12.12 WIB tersebut tentunya umum terjadi seperti halnya letusan-letusan gunung pada umumnya.

Namun, tahukah Anda bahwa ada satu letusan gunung di Indonesia yang justru diklaim menjadi sebuah kabar gembira.

Bukan main-main, lembaga yang memberi pernyataan tersebut adalah National Aeronautics and Space Administration atau yang lebih dikenal dengan NASA.

Lalu, apa alasan NASA sampai mengeluarkan pernyataan tersebut?

Gunung Merapi meletus

Seperti diketahui, Gunung Merapi mengalami erupsi dengan memuntahkan awan panas guguran (APG) pada Sabtu, (11/3/2023), pukul 12.12 WIB.

Informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan bahwa erupsi masih berlangsung hingga pukul 12.31 WIB.

"Jarak 7 kilometer dari puncak Gunung Merapi di alur Kali Bebeng dan Krasak. Saat ini erupsi masih berlangsung," tulis BPPTKG dalam rilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (11/3/2023).

Potensi bahaya saat ini adalah guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km, serta pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km.

Baca Juga: Magelang hingga Boyolali Terdampak Erupsi Gunung Merapi, Jangan Pakai Lensa Kontak, Ini yang Harus dan Tak Boleh Dilakukan Saat Terjadi Hujan Abu

Dari pengamatan BPPTKG, teramati satu kali guguran lava dengan jarak luncur 1.500 meter ke barat daya.

Sementara itu, Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan bahwa suara guguran terdengar 2 kali dengan intensitas sedang dari Pos Babadan.

Pihaknya mengimbau masyarakat agar selalu mengantisipasi gangguan akibat debu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi serta mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di sekitar Gunung Merapi.

Status Gunung Merapi saat ini masih dalam level III atau siaga sejak November 2020.

Berdasarkan laporan dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Babadan, awan panas guguran memicu abu vulkanik yang mengarah ke barat laut-utara.

Petugas Pos Babadan, Yulianto menyebutkan bahwa Pos Babadan terdampak awan panas guguran yang cukup tebal.

Pihaknya juga telah menerima laporan beberapa lokasi yang terdampak abu vulkanik, antara lain Desa Mangunsuko, Desa Dukun, Desa Paten, dan Desa Sengi di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, serta Desa Wonolelo dan Desa Krogowanan di Kabupaten Magelang.

Selain itu, Desa Klakah dan Desa Tlogolele di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali juga terdampak abu vulkanik.

Kabar baik bagi NASA

Sementara letusan Gunug Semeru, seperti halnya letusan gunung-gunung lain, membuat panik masyarakat sekitarnya, tidak demikian dengan satu gunung di Indonesia ini.

Melansir The New York Times, pada Sabtu (11/3/2023), disebutkan bahwa NASA justru menyambut gembira letusan gunung tersebut.

Baca Juga: Gunung Merapi Meletus, Luncuran Awan Panas Menuju Ke Magelang

Dalam laporannya pada 2018, NASA menyebut bahwa mereka sangat berharapa dapat memanfaatkan letusan Gunung Agung.

NASA memprediksi bahwa jika mereka dapat memantau letusan Gunung Agung, mereka akan dapat memahami lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia dilepaskan ke atmosfer.

Observasi dari pelepasan bahan kimia ini kemudian diharapkan oleh NASA dapat membantu melawan perubahan iklim.

Mengapa NASA tertarik pada Gunung Agung?

Sebab pada tahun 2018, Gunung Agung secara konsisten melepaskan uap dan gas ke atmosfer, yang dapat memicu "musim dingin vulkanik".

Hal yang serupa terjadi pada tahun 1815 ketika Gunung Tambora meletus.

Letusan tersebut menghasilkan salju di Albany, New York pada bulan Juni setahun berikutnya.

Baca Juga: Saat Seisi Dunia Fokus Gempa Turki, Status Gunung Merapi dan Gunung Semeru Naik Jadi Siaga