Penulis
Intisari-Online.com - Apa saja kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia dari masa penjajahan hingga kemerdekaan?
Pertanyaan mengenai kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia terdapat pada halaman 196 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X.
Pada bagian 4 unit 3 buku tersebut dipelajari mengenai sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
Wilayah Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara.
Negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia di darat yaitu Malaysia, Papua Nugini, dan Timot Leste. Sementara itu, Indonesia berbatasan di laut dengan 10 negara.
Dari perbatasan dengan negara-negara lain itu, Indonesia tak jarang terlibat sengketa batas wilayah.
Namun, diketahui sengketa batas wilayah Indonesia dengan Malaysia adalah yang paling intensif.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia memiliki sejumlah titik rawan dan sering terjadi sengketa.
Terjadinya sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia, biasanya karena adanya perbedaan persepsi terkait beberapa perjanjian atau kesepakatan.
Indonesia maupun Malaysia berbeda pandangan terhadap hasil pengukuran lapangan yang tidak sesuai dengan perjanjian yang disepakati, dan saling merasa dirugikan di wilayah yang berbeda-beda.
Berikut ini kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia dari masa penjajahan hingga kemerdekaan.
Baca Juga: Sejarah Munculnya Sengketa Batas Wilayah Blok Ambalat Antara Indonesia dan Malaysia
1. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1891
Belanda dan Inggris menandatangani perjanjian ini pada 20 Juni 1891 di London.
Konvensi ini mengatur banyak hal menyangkut penentuan batas wilayah, seperti penentuan watershed dan hal-hal- lain yang menyangkut kasus sengketa wilayah.
2. Kesepakatan Belanda-Inggris tahun 1915
Belanda dan Inggris menyepakati atas hasil laporan bersama tentang penegasan batas wilayah pada 28 September 1915 di Kalimantan.
Kesepakatan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU oleh kedua belah pihak berdasarkan Traktat 1891, lalu dikokohkan di London pada 28 September 1915.
3. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1928
Belanda dan Inggris menandatangani kesepakatan ini pada 28 Maret 1928 di Den Haag.
Kemudian, diratifikasi oleh kedua negara pada 6 Agustus 1930.
Konvensi ini mengatur tentang penentuan batas wilayah kedua negara di daerah Jagoi, antara gunung raya dan gunung api, yang menjadi bagian dari Traktat 1891.
Baca Juga: Jenguk Anaknya, Ini Momen Ayah David Duduk Bersimpuh di Depan Sinta Gus Dur dan Gus Yahya
4. MoU Indonesia dan Belanda tahun 1973
Dokumen ini mengacu pada hasil konvensi-konvensi sebelumnya, 1891, 1915, dan 1928.
Di dalamnya juga berisi kesepakatan-kesepakatan tentang penyelenggaraan survei dan penegasan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia, yang terdiri dari organisasi The Joint Technical Committee, penentuan area prioritas, prosedur survei, tahapan pelaksanaan, pembiayaan, dukungan satuan pengamanan, logistik dan komunikasi, keimigrasian, dan ketetuan bea dan cukai.
Karena alasan yang kompleks itulah, Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 mengarahkan agar dibuat regulasi berupa undang-undang dalam menentukan batas wilayah.
Sengketa batas wilayah Indonesia dan Malaysia
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kemudian pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional.
Pada babak akhir Mahkamah Internasional menilai, argumentasi yang diajukan Indonesia mengenai kepemilikan Sipadan dan Ligitan yang terletak di sebelah timur Pulau Sebatik, Kalimantan Timur, tidak relevan.
Karena itu secara defacto dan dejure dua pulau yang luasnya masing-masing 10, 4 hektare dan 7,4 ha untuk Ligitan menjadi milik Malaysia
Baca Juga: Jenguk Anaknya, Ini Momen Ayah David Duduk Bersimpuh di Depan Sinta Gus Dur dan Gus Yahya
Sejak akhir tahun 1960, tepatnya saat Malaysia membuat pemetaan daerah yang baru di mana pulau Sipadan dan Ligitan masuk dalam wilayah negeri jiran tersebut, negera tersebut pun mulai menyebut bahwa Blok Ambalat termasuk dalam wilayahnya.
Bahkan pada tahun 2007 silam, sejumlah kapal perang dan pesawat Malaysia melanggar wilayah perairan dan udara Indonesia di blok Ambalat.
Konflik kepemilikan wilayah ini pun bergulir hingga puluhan tahun. Diketahui, Ambalat hingga saat ini masih berstatus milik Indonesia.
Di pulau ini, tidak ada borderline atau garis perbatasan yang benar-benar jelas.
Perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di pulau Sebatik hanya berupa patok. Kondisi tersebut menyebabkan banyak warga dari dua negara yang hilir mudik melintasi batas kedua negara setiap harinya.
(*)