Penulis
Intisari-Online.com -Ferdy Sambo akhirnya dijatuhi vonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadapNofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sesuatu yang mungkin sebelumnya tidak pernah terbayangkan oleh sang mantan jenderal maupun oleh keluarga Yosua.
Maklum, sebelum tante Brigadir J hadir di rumah duka, skenario Ferdy Sambo bisa dibilang nyaris sempurna.
Saat itu, seperti diketahui, Ferdy Sambo telah menyusun sebuah skenario yang menyebutkan bahwa Yosua meninggal usai saling tembak dengan Richard Eliezer di Duren Tiga, Jumat (8/7/2022).
Pemicunya, menurut skenario tersebut, adalah upaya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawati, istri Sambo.
Melalui berbagai upaya yang kemudiandikenal sebagaiobstruction of justice, Brigadir J bak seolah menjadi seorang penjahat.
Jasadnya pun kemudian dimasukkan ke dalam peti tanpa memperbolehkan pihak keluarga untuk membukanya.
Namun, semua berubah kala Roslin Simanjuntak, tante Brigadir J, memilih untuk bertindak mengikuti hati nuraninya pada Minggu (10/7/2022).
Dilansir dari KompasTV, (Selasa (14/2/2023), dengan berdalih meminta untuk menambahkan formalin, pihak keluarga berhasil mendapatkan celah untuk melihat jasad Yosua, termasuk merekamnya dalam bentuk foto dan video.
Sebuah tindakan yang bisa dibilang sangat berani apalagi kala itu anggota kepolisian yang bertugas di rumah duka menjaga ketat peti Yosua.
Baca Juga: Sudah Divonis Hukuman Mati, Kapan Eksekusi Sambo Berlangsung?
Jasad Yosua yang 'meminta'
Roslin mengaku melihat kejanggalan saat melihat jasad Brigadir J yang awalnya kaku tiba-tiba melemas. Tak lama usai dirinya melihat luka di bagian jari Yosua.
Sebuah kejanggalan yang, menurut Roslin, juga terasa sebagai sebuah keajaiban melihat fakta bahwa Yosua sudah meninggal dua hari sebelumnya.
"Saya bilang rohnya masih hidup, tubuhnya sudah mati tapi ingin berbicara kepada saya," tangis Roslin seperti dilansir dari tribunmanado.co.id, Selasa (14/2/2023).
"Dia mau mempertunjukkan, 'Inang, Uda, tubuhku tolong buka, lihat yang lain', kayak gitu, saya berpikir ke situ," tutur Roslin.
Setelah melawan skenario Sambo dengan skenario lain (menambah formalin), barulah luka-luka di tubuh Brigadir J berhasil terlihat dan didokumentasikan.
Meski demikian, Roslin mengaku dirinya juga sempat meragu untuk bertindak lebih jauh.
Sebab, dirinya mengaku terus mendapatkan intimidasi dari pihak kepolisian yang bertugas.
Intimidasi yang juga diakui oleh Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J, yang sampai meminta Roslin untuk diam saja.
"Dek, sudahlah dek, nggak usahlah diungkit lagi. Kita harus memikirkan masa depan Reza, karena dia masih bertugas di kepolisian," tutur Rohani menirukan ucapan Samuel.
"Lagian yang kita lawan ini juga jenderal."
Beruntung, Roslin tidak mengikuti permintaan Samuel dan memilih bertindak sesuai hati nuraninya.
Roslin curiga dengan sikap adik Yosua
Reza yang dimaksud di atas adalah Bripda Reza Hutabarat, yang tidak lain merupakan adik dari Yosua yang sama-sama menjadi anggota Polri.
Perilaku Reza pada awal mulai kabar tentang meninggalnya Brigadir J sampai ke keluarga juga turut menjadi perhatian Roslin.
Maklum, menurut Roslin, Reza beberapa kali tidak mengangkat telepon darinya. Sesuatu yang tidak seperti biasanya.
"Puncak-puncak kejanggalan itu setelah kami menelepon Reza, dia tidak mau mengangkat. Selama ini kan, saya dekat dengan Reza, setiap telepon pasti diangkat," ungkap Roslin.
Apalagi, tante Brigadir J tersebut juga mendapatkan kabar bahwa Reza dilarang untuk masuk ke ruang autopsi Brigadir J.
"Dalam hatiku, kok enggak bisa masuk, padahal kan keluarga," kata Roslin.
Hingga pada akhirnya, hati tante Brigadir J tersebutlah yang menjadi titik awal terbongkarnya skenario Sambo. Yang kelak mengantarkan sang jenderal pada hukuman mati.