Find Us On Social Media :

Membendung 'Iri Dengki' Tentara Kolonial Lajang, Gundik Jawabannya!

By Muflika Nur Fuaddah, Jumat, 27 Januari 2023 | 20:53 WIB

(Ilustrasi) KNIL - Tentara Kerajaan Hindia Belanda (bahasa Belanda: Koninklijk Nederlands(ch)-Indisch Leger)

Intisari-Online.com - Persoalan pergundikan memang bukan sesuatu yang baru. 

Sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke- 17, gundik sudah menjadi semacam kebutuhan.

Hubungan kaum Eropa dengan wanita pribumi tidak dikukuhkan sebagai hubungan perkawinan.

Hal itulah yang menyebabkan hubungan mereka dapat diputuskan menurut kemauan di Tuan Eropa.

Fenomena pernyaian ini dipicu karena golongan Tuan Eropa yang menjadi asisten datang sebagai fortuin zoekers (pencari harta), maka sebagian besar dari mereka termasuk trekkers (pengembara) dan tidak blijvers (menetap).

Sifat sementara ini sangat mempengaruhi gaya hidup, terlebih dalam masalah etika dan moral, antara lain ikatan perkawinan yang tidak terlalu ketat.

Seorang wanita mempunyai lebih banyak kebebasan dalam pergaulan dengan pria, meskipun sudah menikah.

Hidup dalam pergundikan atau pernyaian memberikan dampak keteraturan terhadap perilaku hidup sang laki-laki Eropa.

Mempunyai seorang nyai akan menahan laki-laki Eropa dari minuman keras, menjauhkan dari para pelacur, dan menjaga pola pengeluaran.

Baca Juga: Percintaan Lelaki Eropa dan Gundik Pribumi Bagai Pertemuan Langit-Bumi

Selain itu seorang nyai dapat menjelaskan bagaimana kehidupan di Hindia Belanda kepada tuan Eropa-nya.

Nyai dapat mengajarkan bahasa pribumi dan memperkenalkan adat istiadat dan kehidupan di Hindia Belanda.

Sementara itu, kehidupan antara serdadu dengan perempuan-perempuan yang tinggal dalam tangsi digambarkan Mantan Perwira KNIL, S.E.W. Roorda van Eysinga dengan sangat memprihatikan.

Hubungan badan di dalam barak militer selayaknya hewan.

Mereka melakukan hubungan dalam barak militer tanpa sekat-sekat yang menutup di setiap tempat tidur.

Berbeda dengan serdadu yang berasal dari luar Hindia Belanda, serdadu pribumi yang masuk dalam tentara kolonial biasanya sudah menikah.

Mereka biasanya juga menjadi kepala keluarga di usia muda.

Hal ini terjadi karena kebiasaan perjodohan di kalangan orang Jawa.

Mereka pun yang telah menjadi tentara kolonial tidak serta merta melepaskan kehidupan sosial dan seksual mereka.

Mereka oleh pemimpin KNIL, Jenderal Haga, diizinkan untuk melanjutkan hubungan di dalam tangsi.

Sedangkan para serdadu pribumi maupun Eropa yang lajang diizinkan hidup bersama tanpa pernikahan dengan perempuan pribumi di dalam tangsi.

Baca Juga: Nyai Mengajarkan Bahasa Pribumi dan Menjembatani Adat di Hindia Belanda

Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kecemburuan dan kemarahan tentara kolonial yang masih lajang.

Baca Juga: Percintaan Lelaki Eropa dan Gundik Pribumi Bagai Pertemuan Langit-Bumi

(*)