Find Us On Social Media :

Menguak Sejarah Pesugihan di Balik Pembunuhan Berantai di Cianjur

By Afif Khoirul M, Sabtu, 21 Januari 2023 | 16:23 WIB

Ilustrasi - Uang Indonesia, dan sejarah pesugihan di Indonesia.

Intisari-online.com - Kasus pembunuhan berantai belakangan terungkap di Cianjur dan Bekasi, Jawa Barat.

Modus pembunuhan ini pun mulai terungkap perlahan-lahan.

Menurut Kabis Humas Polda Metro Jawa Komisaris Besar Trunojoyo Wisnu Andiko menjelaskan, ada lima orang tewas dibunuh oleh pelaku di Cianjur.

Pelaku melakukan pembunuhan atas dasar ekonomi, untuk menguasai harta korban.

Pelaku pembunuhan yang sudah tertangkap polisi antara lain adalah, Wowon alias Aki, Solihin alias Dulor, dan M Dede Solehudin.

Sebagian besar korban adalah anggota keluarga pelaku Wowon dan Dede.

Sementara itu di balik pembunuhan keji yang dilakukan Wowon cs, Kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mencium adanya bau pesugihan menguat.

Ini jadi motif utama dalam kasus pembunuhan yang dilakukan Wowon cs terhadap para korban.

Menurut Adrianus Meliala, hal ini dibuktikan dengan korban pembunuhan di Cianjur yang motifnya bukan sekadar terdesak secara finansial.

"Dari segi motif di Cianjur tutup mulut untuk janji. Di Bekasi untuk membungkam yang tahu. Lalu menurut saya, ada motif pesugihan," katanya.

"Itulah kenapa ada korban anak-anak sebagai korban untuk meningkatkan daya supranatural mereka," katanya.

Baca Juga: Lubang Misterius di Dalam Rumah Wowon Pembunuh Berantai di Cianjur

"Seperti ditemukan di dalam rumah Solihin, ada jimat dan benda yang mengarah pada pesugihan, tiga orang ini percaya akan hal-hal ini," jelasnya.

"Konsepsi tumbal yang ditumbalkan bukanlah harta tidak berharga, tapi harta yang paling berharga, dalam konsepsi kita kan keluarga ini harta berharga, begitu juga korban dan lainnya," katanya.

Sementara itu konsep sejarah pesugihan ternyata telah melekat di Indonesia sejak lama.

Menurut penelusuran Intisari Online, pesugihan adalah mitos atau ritual yang dipercaya bisa meningkatkan kekayaan secara instan.

Biasanya dengan menggunakan bantuan makhluk gaib, kemudian melakukan perjanjian, serta memberikan tumbal atau mahar tertentu untuk persembahan.

Kepercayaan soal pesugihan memang tak lepas dari masyarakat Indonesia, ternyata telah muncul sejak lama tepatnya sekitar abad ke-19 hingga abad ke-20an.

Semua berawal dari kedatangan VOC di Nusantara pada saat itu kemudian terjadilah kongsi dagang para priyayi dengan Belanda.

Ini berdampak pada kapitalisme pribumi yang tersingkir karena kelas buruh.

Semula pedagang bergeser menjadi buruh, dan munculah kasta golongan atas dan golongan bawah.

Penyebaran uang serta ada kelas sosial disini menyebabkan variasi pekerjaan, salah satu pekerjaan itu adalah menjadi pedagang.

Namun, siapapun yang menjadi pedagang itu kebanyakan wong cilik dan secara gender kebanyakan wanita.

Baca Juga: Pembunuhan Berantai Wowon: Pesugihan Tumbalkan yang Paling Berharga

Sementara orang kaya menguasai bisnis memiliki andong, hingga penjual kain, disertai dengan persebaran uang.

Dari sinilah gagasan pesugihan muncul, konsep untuk kaya dengan instan menggunakan bantuan makhluk gaib seperti tuyul, buto ijo dll.

Sementara itu, konsep ilmu hitam dan ilmu gaib telah melekat di Indonesia selama ribuan tahun.

Hal ini dibuktikan oleh kunjungan Marco Polo tahun 1293, penjelahah asal Venesia, Italia, menemukan masyarakat penyembah berhala.

Kemudian waktu sakit mereka akan memanggil penyihir, untuk mengetahui apakah penyakitnya bisa disembuhkan atau tidak.

Penyihir itu juga menggunakan mantra, atau ilmu gaib untuk menyebuhkan pasiennya.

Marco Polo menyebutkan, bahwa ketika penyihir ini mengatakan pasien akan mati keluarga akan membunuhnya dan memakan dagingnya.

Hal sama juga diungkapkan penulis bernama  H.A van Hien dalam bukunya De Javaansche Geestenwereld (1896).

Dalam tulisannya ia menulis sosok Nyi Blorong yang memberi kekayaan pada orang yang terikat kontrak dengannya dengan tebusan tertentu.