Find Us On Social Media :

Bukan karena Muncul Tiba-tiba, Ini 4 Pulau Paling Misterius yang Punya Kisah Masa Lalu Aneh

By Khaerunisa, Rabu, 11 Januari 2023 | 20:50 WIB

Pulau Daksa. Ilustrasi pulau paling misterius.

Intisari-Online.com - Fenomena munculnya pulau baru di Tanimbar Maluku usai terjadinya gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,5 pada Selasa (10/1/2023) sempat menghebohkan masyarakat.

Warga setempat juga sempat merasa cemas mengetahui adanya fenomena tersebut.

Masyarakat cemas karena mengira fenomena kemunculan pulau tersebut menjadi pertanda akan adanya bencana.

Namun, ahli telah menjelaskan bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Herfian Samalehu mengemukakan, kemunculan dataran yang membentuk pulau baru di Tanimbar setelah gempa itu bisa disebabkan karena deformasi regional.

Dia memberi contoh, naiknya dataran saat gempa mengguncang Lombok, NTB. Diduga hal yang sama terjadi saat gempa terjadi di Tanimbar.

Herfien pun mengatakan fenomena kemunculan pulau baru tersebut tidak menyebabkan bahaya ikutan berupa longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.

Pulau baru di Tanimbar mungkin sempat dianggap misterius karena kemunculannya yang tiba-tiba setelah terjadi gempa bumi.

Sementara itu, sejumlah pulau di dunia juga dianggap sebagai pulau paling misterius tetapi karena kisah masa lalunya yang aneh atau mengerikan.

Melansir mentalfloss.com, berikut ini pulau-pulau paling misterius dengan kisah masa lalunya yang aneh:

Baca Juga: Heboh Pulau Baru Tanibar Muncul Setelah Gempa, Ini Daftar Pulau yang Muncul Setelah Gempa

1. Pulau Daksa

Pulau Daksa di Laut Adriatik dekat Dubrovnik, Kroasia, adalah rumah dari Biara Fransiskan St. Sabina dari tahun 1281 M hingga abad ke-19.

Pulau kecil itu juga memiliki vila dan mercusuar kuno, dan hanya sedikit digunakan setelah biara ditutup, apalagi setelah apa yang terjadi pada tahun 1944.

Pada puncak Perang Dunia II, Partisan datang ke Dubrovnik dan menangkap 53 pria yang dicurigai menjadi simpatisan Nazi, termasuk walikota Dubrovnik dan pastor paroki setempat.

Mereka tidak pernah terlihat hidup lagi. Mereka dibawa ke Daksa dan dieksekusi tanpa pengadilan.

Pada tahun 2009, dua kuburan massal digali di pulau itu.

Sampel DNA diambil dari para korban Pembantaian Daksa, dan beberapa diidentifikasi.

Jenazah akhirnya menerima penguburan yang layak pada tahun 2010, 66 tahun setelah mereka dieksekusi.

Tapi ada cerita tentang hantu para korban yang menghantui pulau itu, masih berteriak minta keadilan.

2. Pulau Saudara Utara

North Brother Island di East River di New York City adalah area bersarang yang dilindungi, dan karenanya terlarang untuk umum.

Baca Juga: Bagaimana Caranya Agar Pancasila Bisa Menjadi Pegangan untuk Berkolaborasi dengan Tradisi atau Budaya dari Bangsa Lain?

Pulau ini memiliki sejarah yang cukup menyeramkan, yang berlangsung selama 130 tahun.

Rumah Sakit Riverside membuka fasilitas karantina untuk pasien cacar di pulau seluas 20 hektar pada tahun 1885.

Rumah sakit tersebut kemudian menerima pasien dengan penyakit menular lainnya, seperti tifus.

Di sinilah Typhoid Mary tanpa sengaja ditempatkan selama dua dekade hingga kematiannya pada tahun 1938.

Rumah sakit ditutup pada tahun 1942, tetapi bangunan tersebut digunakan untuk perumahan veteran untuk sementara waktu.

Kemudian, sebagai pusat rehabilitasi bagi pecandu narkoba muda, hingga korupsi, pelecehan, dan pelanggaran hak.

Fasilitas tersebut ditutup untuk selamanya pada tahun 1963 dan Pulau tersebut dibeli oleh Kota New York pada tahun 2007.

Bangunan tersebut masih berdiri dalam keadaan hancur, dan dikatakan dihantui oleh banyak orang yang meninggal atau menderita di sana.

3. Atol Palmyra

Terletak 1000 mil selatan Hawaii, Palmyra Atoll adalah wilayah yang dimiliki oleh Amerika Serikat, dan secara resmi tidak berpenghuni.

Militer AS membangun lapangan terbang di sana selama Perang Dunia II.

Baca Juga: Ular Masuk Rumah Pertanda Apa Menurut Primbon Jawa? Simak Berikut Ini

Atol (pulau karang yang berbentuk cincin) tersebut sekarang dikelola oleh US Fish and Wildlife agency, dengan pengecualian Pulau Cooper, yang dimiliki oleh The Nature Conservancy.

Atol dibentuk oleh terumbu karang yang tumbuh yang menyebabkan beberapa kapal karam.

Pulau itu disebut dihantui oleh para pelaut yang meninggal di sana.

Tempat itu juga menjadi latar pembunuhan ganda yang sensasional pada tahun 1974 yang kemudian menjadi inspirasi novel dan miniseri berjudul And the Sea Will Tell.

4. Pulau Clipperton

Pulau Clipperton adalah atol karang di selatan Meksiko dan barat Guatemala di Pasifik.

Pulau ini pertama kali diklaim oleh orang Prancis, kemudian orang Amerika, yang menambangnya untuk guano.

Meksiko mengambil kepemilikan pada tahun 1897, dan mengizinkan perusahaan Inggris untuk menambang guano di sana.

Sekitar tahun 1910, Meksiko mengirim 13 tentara untuk menjaga pulau itu.

Mereka ditemani oleh istri mereka dan beberapa pelayan, dan tak lama kemudian anak-anak lahir.

Baca Juga: Ramalan Zodiak 2023: Hati-Hati Zodiak Ini Diramalkan Rentan Putus Tahun 2023

Penghuni pulau lainnya adalah penjaga mercusuar penyendiri bernama Victoriano Álvarez.

Pada tahun 1914, kapal pasokan berhenti datang karena Perang Saudara Meksiko, dan kekurangan gizi mulai terjadi.

Para prajurit yang tinggal di pulau itu mulai mati, sampai hanya tersisa tiga istri dan anak-anak mereka. Victoriano Álvarez, penjaga mercusuar, juga selamat.

Álvarez menguasai orang-orang yang selamat dan menyatakan dirinya sebagai raja pulau itu.

Dia menghabiskan beberapa tahun berikutnya meneror wanita dan anak-anak di Pulau Clipperton, sampai mereka bersatu untuk membunuhnya.

Pada tahun 1917, penduduk pulau terakhir yang masih hidup, tiga wanita dan delapan anak kurang gizi, diselamatkan dan dievakuasi oleh kapal Amerika.

Kepemilikan pulau dikembalikan ke Prancis, yang mengoperasikan mercusuar di Pulau Clipperton, tetapi setelah Perang Dunia II pulau itu benar-benar ditinggalkan.

Sekarang, hanya ada ekspedisi ilmiah sesekali ke sana.

Baca Juga: Mengapa Para Wali Songo dalam Berdakwah Menggunakan Pendekatan Tadrij dan ‘Adamul Haraj?

(*)