Find Us On Social Media :

Menjadi Jawab Kegundahan Para Lelaki Eropa, Gundik Pribumi Tak Dapat Sederajat dengan Mereka

By Muflika Nur Fuaddah, Sabtu, 31 Desember 2022 | 20:00 WIB

(Ilustrasi) Gundik sudah menjadi persoalan sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke-17

Intisari-Online.com - Sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke- 7, gundik sudah menjadi semacam kebutuhan.

Persoalan pergundikan memang bukan sesuatu yang baru. 

Namun baru pada pemerintahan J.P. Coen, sebagai Gubernur Jenderal kedua VOC, ia mengajukan kepada Heeren XVII, agar dikirimkan wanita dari Belanda.

Hal itu menurutnya perlu lantaran kebutuhan biologis para serdadu juga ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi.

Bagi bangsa Belanda, menikahi perempuan-perempuan pribumi asli maupun yang berdarah campuran di Hindia Belanda adalah hal normal.

Masalah pergundikan atau pernyaian dalam masyarakat Hindia Belanda memang unik.

Bahkan bangsa kulit putih telah menjalani hidup bersama dengan perempuan-perempuan pribumi tidak hanya di Hindia Belanda saja.

Tetapi hampir di semua masyarakat kolonial, di Asia, Afrika, atau Amerika Selatan.

Kehidupan kolonial di mana-mana tampaknya agak digenangi oleh masalah seks.

Pertemuan dua ras yang berbeda berkembang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bentangan pertemuan budaya ini.

Pertemuan dan percampuran antar ras menjadi bagiandari moral dan kebiasaan di wilayah Hindia Belanda, yaitu laki-laki lajang, baik dari kelas atas maupun kelas bawah akan hidup bersama dengan seorang nyai.

Baca Juga: Ramuan Khusus Keperkasaan Raja Jawa yang Punya 45 Gundik, Apa Itu?