Tak Hanya Sedadu Kolonial, Dulu Ada Juga Pedagang China yang Mengambil Gundik Pribumi

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

(Ilustrasi) Tentara Belanda sedang Memeriksa Surat-surat Perempuan Jawa
(Ilustrasi) Tentara Belanda sedang Memeriksa Surat-surat Perempuan Jawa

Intisari-Online.com-Sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke-17,gundiksudah menjadi semacam kebutuhan.

Persoalanpergundikanmemang bukan sesuatu yang baru.

Pengambilan seorang gundik atau nyai pribumi oleh para laki-laki Eropa terbilang mudah.

Hubungan antara majikan dan pelayan, dimana majikannya adalah seorang laki-laki Eropa lajang dan sang pelayan adalah seorang perempuan pribumi yang masih mudaakan menjadi praktik pergundikan.

Biasanya pelayan atau pembantu rumah tangga seorang majikan Eropa berjumlah lebih dari satu.

Jika seorang majikan laki-laki Eropa menemukan perempuan yang sesuai diantara para pekerja rumah tangganya, maka ia akan mengambil dan mengangkatnya sebagai gundik atau nyai.

Namun, jika tidak menemukan perempuan yang sesuai, ia akan memerintah kepada salah seorang pembantu laki-lakinya agar mencarikan seorang gundik.

Setiap orang Indis tahu apa arti perintah “tjari perempoean”, cara terakhir tesebut menjadikan terbukanya peluang bagi penyalur jasa nyai di Batavia.

Tidak jarang jasa penyalur ini menjadi semacam kedok dalam melakukan tindak kejahatan terhadap perempuan pribumi di Batavia.

Misalnya saja hingga terjadi penculikan, pemerkosaan, dan penjualan perempuan dengan iming-iming disalurkan menjadi nyai dan mendapat gaji dan belanja tiap bulannya.

Terdapat istilah khusus yang diberikan para majikan Eropa kepada pembantu rumah tangga pribumi, yaitu ‘babu’ untuk pembantu perempuan.

Baca Juga:Hidup di Antara 2 Dunia: Kaburnya 'Jati Diri' Para Gundik Era Kolonial

Sementara bagi pembantu laki-laki disebut sebagai ‘jongos.’

Orang-orang pribumi juga bekerja di rumah aparatur pemerintahan dan pejabat tinggi Eropa.

Biasanya orang-orang Eropa ini menempati rumah dinas yang bukan hanya mereka huni sendiri, namun disertai orang-orang pribumi sebagai pembantu rumah tangga.

Potret seorang gundik atau Nyai di antara para serdadu militer Hindia Belanda.
Potret seorang gundik atau Nyai di antara para serdadu militer Hindia Belanda.

Sebagian besar kaum laki-laki Eropa digundahkan oleh ketidakhadiran seorang istri yang selayaknya mengurus kehidupan sehari-hari mereka.

Oleh karena itu umumnya mereka mencari jalan keluar dengan mengawini wanita-wanita pribumi tersebut.

Bahkan golongan pedagang China yang kaya juga memelihara gundik atau nyai, meskipun hubungan pernyaian tersebut tidak dapat dibicarakan secara terbuka di dalam etika pergaulan masyarakat.

Beberapa pejabat bahkan diketahui mempunyai lebih dari satu orang nyai.

Seorang nyai bertugas mengatur rumah tangga, dan hidup bersama laki-laki Eropa yang telah mengambilnya sebagai seorang nyai.

Nyai akan tinggal bersamanya, makan dengannya, menemaninya dan tidur bersamanya.

Namun, seorang nyai tidak mempunyai derajat yang sama dengan tuannya.

Baca Juga:Mau Untungnya Saja, Lelaki Eropa Mengambil Gundik Sudah Hal Lumrah

Seorang gundik juga melahirkan anak dari laki-laki yang hidup dalam pernyaian bersamanya.

Selain yang disebut diatas, membantu untuk menghadapi iklim dan penyakit tropis adalah peranan seorang nyai bagi derdadu kolonial.

Gundik atau nyai akan mengenalkan obatobatan tradisional kepada tuan serdadu mereka.

Baca Juga: Jika 'Babu' Cantik, Maka Ia Dijadikan Gundik oleh Majikan Eropanya

Artikel Terkait