Diasingkan di Hutan Hingga Tiga Tahun, Ritual Pendewasaan Laki-laki Suku Huli Papua Nugini

K. Tatik Wardayati

Penulis

Suku Huli Wigmen Papua Nugini.

Intisari-Online.com – Dataran Tinggi Papua Nugini menjadi tempat yang menyenangkan untuk dijelajahi.

South Sea Horizons membagikan kisah bagaimana mereka menjelajahi wilayah Papua Nugini.

Selama menjalani tahapan proses inisiasi, laki-laki dan perempuan memperoleh pengetahuan tentang tradisi dan adat istiadat nenek moyang mereka.

Cerita-cerita diturunkan dari mulut ke mulut, dan ini menambah ketenaran karena diinisasi dan menawarkan status di antara rekan-rekan mereka.

Mereka yang belum tahu menganggap statusnya lebih rendah daripada mereka yang sudah tahu.

Ada cerita-cerita unik yang dibagikan, namun ada pula yang dirahasakan selama 1000 tahun.

Klan Huli menyebut Provinsi Hela dan Dataran Tinggi Selatan Papua Nugini sebagai rumah.

Suku Huli adalah orang bangga yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari satu orang bernama Huli, yang adalah seorang petani ahli dan memberi imereka tanah subur yang kaya, yang mereka nikmati hari ini di Wilayah Huli.

Babi menjadi komoditas pertukaran utama Huli dan sering pula digunakan untuk membayar mahar, ganti rugi kematian, serta pembayaran ritual.

Ambua adalah kata Huli untuk tanah liat kuning.

Tanah liat ini adalah suci dalam budaya mereka seperti juga tanah liat oker merah dan membedakan para pejuang Huli dari yang lain dengan hiasan tubuh tradisional mereka yang unik dan berwarna-warni.

Melansir pngtours, pria suku Huli yang belum menikah mempersiapkan diri untuk dewasa dengan cara yang unik.

Mereka memasuki sekolah untuk bujangan dengan jangka waktu antara 18 bulan hingga 3 tahun, tempat mereka menerima instruksi tentang proses biologis dan ritual maskulinisasi.

Laki-laki muda dipisahkan dari ibu mereka dan semua wanita selama periode tersebut, mereka benar-benar dilarang melakukan kontak fisik dengan wanita mana pun.

Kontak seksual khususnya akan mengotori gudang esensi pria mereka.

Melansir southseahorizons, saat inisiasi, remaja laki-laki Huli dipisahkan dari ibu dan saudara perempuan mereka karena kepercayaan bahwa perempuan suku Huli adalah penyihir berbahaya yang menyedot kejantanan laki-laki suku Huli.

Mantra khusus dan diet terbatas membantu membentuk seorang anak laki-laki menjadi seorang pria dan membuat rambut mereka tumbuh kuat dan cepat.

Laki-laki muda suku Huli bergabung dengan sekte bujangan Haroli dan hidup dalam pengasingan yang tersembunyi di tempat rahasia jauh di dalam Hutan Papua Nugini.

Di bawah bimbingan ahli pemujaan, rambut anak laki-laki dicabut dan disiram secara berkala dengan air ritual sampai cukup panjang untuk dibentuk oleh ikat bambu melingkar menjadi seperti jamur rambut.

Lalu ini diganti dengan yang lonjong menciptakan efek seperti topi pembaca.

Selama periode ini, anak laki-laki tidur dengan sandaran kepala yang mencegah rambutnya terjepit.

Setelah periode 18 bulan hingga 3 tahun, laki-laki Huli secara ritual menyucikan diri dan rambut mereka diberi minyak dan rempah-rempa, mereka menampilkan diri ke desa dengan kepala penuh rambut siap dipanen dan menjadi Huli Wigmen.

Setelah kira-kira 18 bulan, seluruh rambut pendek dipotong dekat dengan kulit kepala dan direformasi untuk membuat dasar wig upacara Huli yang terkenal.

Warna-warni biru penutup dada burung cendrawasih dan bulu burung beo kemudian ditambahkan dan di beberapa lokasi wig juga terbungkus dalam oker merah.

Baca Juga: ‘Teteskan Racun di Mata’ Ritual Pendewasaan Anak Laki-laki Suku Matis di Brasil, Siap Berburu!

Baca Juga: Seperti Inilah Tradisi Pernikahan Suku Minang di Sumatera Barat, Salah Satunya Malam Bainai!

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait