Intisari-Online.com – Ritual Pembersihan Matausa merupakan ritual peralihan usia yang dilakukan oleh laki-laki suku Matausa di Papua Nugini.
Ritual itu begitu rahasia, bahkan belum pernah disaksikan oleh beberapa anggota suku.
Suku Matausa terletak di dataran tinggi Papua Nugini, maka tidak banyak orang yang tahu tentang ritual atau budaya suku ini.
Ritual pendewasaan ini memungkinkan seorang anak untuk menyadari kekuatannya yang sebenarnya sampai tubuhnya dibersihkan.
Untuk menjadikan anak laki-laki itu sebagai laki-laki, maka dia harus membersihkan tubuhnya dari pengaruh wanita apa pun yang mereka dapatkan dari ibu mereka.
Lalu, untuk membersihkan tubuh mereka, maka anak laki-laki harus melewati 4 langkah utama yang akan melibatkan rasa sakit dan skarifikasi, dan setelah itu mereka akan dianggap sebagai laki-laki tulen.
Kehidupan di sebuah desa yang terletak di daerah Dataran Tinggi Papua Nugini dengan para pria mengumpulkan perbekalan dan membangun rumah, sementara para wanita memasak dan mengasuh anak-anak.
Masyarakat dari wilayah Sepik yang beragam berbicara lebih dari 250 bahasa dan berkumpul dalam sistem peragangan dan interaksi budaya.
Kehidupan di daerah Sepik mengorbit di sekitar sungai.
Laki-laki mendayung sampan berukir dengan barang dagangan, perempuan memancing atau membuat sagu dan anak-anak dengan riang berenang di sungai.
Rumah laki-laki adalah tempat di mana keputusan penting dibuat, di mana anak-anak laki-laki memulai hak mereka untuk menjadi laki-laki dan ritual dilakukan.
Ritual ‘Pembersihan Matausa’ dilakukan oleh anak laki-laki yang ingin menjadi laki-laki, dan para tetua yang melakukan ritual akan menunjukkan kepada mereka bagaimana itu dilakukan sepanjang ritus, yang terdiri dari empat langkah utama.
Jika seorang anak laki-laki tidak melakukan ritual, maka dikatakan bahwa dia cenderung tidak tertarik pada seorang wanita, dipandang sebagai anggota suku yang lemah, dan tidak memiliki stamina yang dimiliki seorang pria, yang membuat dia tidak mampu untuk menyediakan keluarga.
Tetapi jika anak laki-laki melakukannya, itu menandai transisi dari anak laki-laki menjadi laki-laki.
Melansir cadanthegamer, ritual ini dilakukan karena Suku Matausa percaya bahwa seorang anak laki-laki tidak akan menyadari kekuatan sejatinya sampai tubuhnya dibersihkan dari pengaruh perempuan yang mungkin ditinggalkan ibu mereka.
Langkah pertama untuk membersihkan tubuh mereka adalah setelah berjalan lama melewati hutan, mereka membasuh diri dengan air dari sungai.
Langkah kedua, adalah yang paling dikenal, yaitu dua tongkat kayu didorong ke tenggorokan anak laki-laki tersebut sampai mereka muntah.
Langkah ketiga, alang-alang didorong ke atas lubang hidungnya untuk mencapai rongga tenggorokan.
Langkah terakhir, adalah menusuk lidah pria itu sampai cukup darah yang keluar.
Ritual ini dianggap sulit dan sangat menyakitkan bagi laki-laki untuk menjalani prosesnya.
Semua laki-laki dalam komunitas ini harus mengalami transformasi dari anak laki-laki menjadi laki-laki, atau mereka akan menanggung akibatnya seumur hidup mereka.
Kemudian, ada tiga tahapan yang berlaku dalam ritual peralihan Matausa.
Tahap pemisahan terdiri dari anak laki-laki pemalu mendaki ke sungai suci untuk memulai ritual.
Selama tahap transisi, anak laki-laki pemalu harus menjalani ritual untuk menjadi pria pemberani.
Kemudian tahap incorporation adalah ketika anak laki-laki sudah menjadi laki-laki dan diintegrasikan kembali ke dalam masyarakat dengan semua hak istimewa masa dewasa.
Maka ketika ritual telah selesai dilakukan, anak laki-laki itu yang telah menjadi laki-laki dipandang menarik bagi wanita dan berani bagi pria.
Mereka memiliki stamina untuk membangun hubungan dan keluarga.
Banyak dari anggota suku Matausa mengenakan pakaian alam yang terbuat dari bulu atau tumbuhan.
Mereka juga mewarnai wajah mereka dengan warna cat yang berbeda.
Mereka memakai semua komponen ini untuk menjadi satu dengan alam dan sekitarnya.
Untuk menjadi laki-laki pemberani sejati, maka semua anak laki-laki harus melakukan ritual peralihan yang menyakitkan dan berbahaya itu untuk dianggap sebagai laki-laki.
Dari tongkat kayu hingga alang-alang, mereka harus melakukan pertumpahan darah pengorbanan untuk melepaskan sebanyak mungkin darah wanita yang terinfeksi dari tubuh mereka.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari