Berusia 2.400 Tahun, ‘Kulkas’ Kuno dan Koin Unik Ditemukan di Kamp Militer Romawi di Bulgaria

K. Tatik Wardayati

Penulis

'Kulkas' kuno yang ditemukan di kamp legiun tentara Romawi.

Intisari-Online.com – Ketika melakukan penggalian di kamp legiun romawi di Novae, Bulgaria Utara, para arkeolog menemukan ‘kulkas’ kuno.

Ditemukan juga beberapa koin unik yang keduanya memberikan informasi tentang kehidupan di wilayah tersebut dan pemukiman kuno.

Kulkas’ yang dimaksud ini adalah wadah piring keramik tersembunyi di bawah lantai, yang digunakan para legiuner untuk menyimpan makanan.

Isi yang ditemukan di dalamnya adalah pecahan wadah dan tulang binatang.

Dari fragmen tulang kecil yang terawetkan itu menunjukkan tanda-tanda perlakuan panas, artinya daging yang disimpan dalam wadah itu telah dipanggang.

Kemudian juga terdapat potongan arang dan pecahan mangkuk kecil.

Para arkeolog mengatakan bahwa mereka tidak bisa mengesampingkan mungkin saja itu adalah sisa-sisa pendupaan yang digunakan untuk mengusir serangga dari makanan yang diseimpan di tempat itu.

Novae merupakan kamp legiun yang dibangun pada abad ke-1 M oleh legiun Romawi sebagai pangkalan permanen Legiun Italia ke-1 di Danube Bawah Lima (kekaisaran) di provinsi Mesia Inferior.

Pada tahun 69 M, diputuskan untuk memperkuat perbatasan kekaisaran karena ketakutan akan negara tetangga Dacia.

Oleh karena itu, legiun baru, yang dibentuk oleh penduduk Italia, dipindahkan ke Danube, Legiun Italia ke-1, ditempatkan di Novae hingga pertengahan abad ke-5.

Ilmuwan Polandia menjelajahi area kamp selama beberapa dekade dengan mitra Bulgaria.

Profesor Piotr Dyczek memimpin tim dari Pusat Penelitian Purbakala Eropa Tenggara, Universitas Warsawa, dan membuat beberapa penemuan.

Di antara mereka adalah elemen bawaan, yang oleh ilmuwan disebut ‘kulkas’, dan terletak di sebuah ruangan barak militer.

Sebuah tim arkeologi yang bekerja di dekat kota Basel di Swiss menemukan lubang dalam kuno yang dibangun oleh orang Romawi Kuno di Augusta Raurica.

Para peneliti menyebut struktur sedalam empat meter ini bisa jadi lemari es atau kulkas kuno.

Poros diisi dengan salju dan es selama musim dingin dan ditutup dengan jerami untuk menjaga ruang tetap dingin di musim panas.

Memungkinkan segala sesuatu mulai dari keju hingga anggur, bahkan tiram, untuk diawetkan selama cuaca hangat.

Rupanya, melansir Ancient Pages, nenek moyang kita telah berpikir bagaimana menjaga makanan tetap dingin.

Kulkas dan freezer modern yang kita miliki saat ini bukanlah penemuan baru.

Orang-orang kuno memiliki ide teknologi mereka, dan mirip dengan kita.

Yakhcals (‘yakh’ berarti ‘es’ dan ‘chal’ berarti ‘lubang’), misalnya, adalah ‘kulkas’ kuno yang digunakan untuk menyimpan es dan makanan lainnya.

Yakhchal sebagian besar digunakan di Persia pada sekitar 400 SM.

Insinyur Persia kuno menguasai teknik menyimpan es di tengah musim di padang pasir.

Orang memanen es dan salju jauh lebih awal, pada 1000 SM.

Ada juga bukti tertulis bahwa orang China Kuno, Yahudi, Yunani, dan Romawi memiliki tradisi yang sama.

Masih banyak yang harus dipelajari tentang bagaimana orang-orang zaman dahulu berurusan dengan penyimpanan makanan.

Dalam penggalian di Novae juga ditemukan beberapa koin unik yang berasal dari masa penyerbuan bangsa Goth pada pertengahan abad ke-3 hingga awal pemerintahan Konstantinus Agung (awal abad ke-4).

Para arkeolog juga menemukan seluruh rangkaian dinding dari periode itu dan sisa-sisa seluruh rumah.

Querns, pemberat tenun dan pancing, gulungan, rongga dengan tulang, dan pecahan keramik di temukan di sana.

Temuan dalam bentuk fragmen yaitu seluruh sistem pasokan air yang terbuat dari keramik dan pipa timah.

Pipa timah ini jarang terawetkan di zaman kita karena bahan baku pembuatannya sangat berharga dan karenanya digunakan kembali.

Bagian-bagian dari sistem pasokan air limbah di Novae membuktikan bahwa tentara Romawi sangat mementingkan memastikan akses konstan ke air sebagai kebutuhan dasar yang paling penting.

Tentara bisa menggunakannya, antara lain, di pemandian air panas.

Di Novae, daerah tangkapannya adalah sumber Sungai Dermen, karena Danube di dekatnya tidak cocok untuk air minum karena terlalu banyak polusi.

Para perancang sangat berhati-hati agar air yang disediakan berkualitas baik.

Saluran air sepanjang hampir 10 km memasok air ke dua waduk besar yang terletak di depan kamp.

Dari sana, itu didistribusikan ke penerima individu dengan jaringan pipa dan kanal air yang kompleks dan kemudian dibuang ke Danube.

Baca Juga: Bangkai Kapal Uap yang Pernah Kirim Peringatan Radio ke Kapal RMS Titanic Teridentifikasi

Baca Juga: Berusia 2.500 Tahun, Wastafel Ritual dengan Lukisan Tokoh Mitologis Ditemukan di Turki

Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari

Artikel Terkait