Wilayahnya 'Borong' 5 Label Terburuk Seantero Indonesia, Lukas Enembe Malah Gelontorkan Uang Setengah Triliun untuk Bisnis Haram, PBB Sampai Sebut Tragis untuk Kasus Ini

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Gubernur Papua Lukas Enembe.

Intisari-Online.com - Temuan dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang yang tidak wajar oleh Gubernur Papua Lukas Enembe diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini.

Di antara 12 temuan PPATK tersebut, salah satunya menunjukkan Lukas Enembe menggelontorkan uang mencapai setengah triliun rupiah diduga untuk bisnis haram.

Setoran senilai 55 juta dolar atau 560 miliar rupiah itu terungkap dilakukan dalam periode tertentu.

Hal itu seperti disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Senin (19/9/2022).

"Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau 560 miliar rupiah. Itu setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu," katanya.

Temuan lain adalah dugaan setoran tunai tak wajar yang dilakukan Lukas dalam jangka waktu pendek dengan nilai fantastis mencapai Rp 5 juta Dollar Singapura.

Kemudian, masih dengan metode setoran tunai, tercatat ada pembelian jam tangan mewah senilai 55.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 550 juta.

Ivan mengatakan, PPATK juga mendapatkan informasi bekerja sama dengan negara lain, bHwa ada aktivitas perjudian di dua negara yang berbeda.

"Itu juga sudah PPATK analisis dan PPATK sampaikan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," katanya.

Atas kasus ini, PPATK telah membekukan sejumlah transaksi yang diduga dilakukan Lukas ke beberapa orang melalui 11 penyedia jasa keuangan. Kesebelas penyedia jasa keuangan tersebut mencakup asuransi hingga bank, yang nilainya lebih dari Rp 71 miliar.

Seperti diketahui, Lukas Enembe sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Meski KPK belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait perkara yang menjerat Lukas, namun lembaga antirasuah itu memastikan bahwa penetapan Lukas sebagai tersangka dilakukan berdasarkan bukti yang cukup.

Terjerat kasus gratifikasi, hingga adanya temuan dugaan ia gelontorkan uang miliaran rupiah untuk bisnis haram, mirisnya wilayah yang dipimpin Lukas Enembe selama ini memiliki catatan memprihatinkan.

Provinsi Papua setidaknya 'borong' 5 label terburuk seantero Indonesia.

Lukas Enembe merupakan Gubernur Papua petahana. Sebelumnya, ia menjabat Gubernur Papua pada periode 2013-2018.

Berikut ini berbagai label 'terburuk' yang dicatat Provinsi Papua, provinsi yang kini dipimpin Lukas Enembe.

1. Provinsi termiskin di Indonesia

Menurut data Badan Pusat Statistik pada periode Maret-September 2021, Papua menduduki urutan pertama provinsi termiskin di Indonesia dengan presentase 27,38 persen.

Bahkan, selisih presentasnya cukup banyak dibanding provinsi termiskin di bawahnya.

Papua Barat yang menempati urutan kedua provinsi termiskin presentasenya 21.82%. Kemudian di bawahnya adalah NTT, memiliki presentase 20,44 persen, disusul Maluku dengan 16,30 persen.

2. Provinsi dengan sanitasi terburuk di Indonesia

Data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Statistik Indonesia 2022, salah satunya menyajikan data tentang perumahan dan lingkungan.

Di dalamnya termasuk mengulas tentang persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi dan layanan sumber air minum layak menurut provinsi pada tahun 2021.

Secara umum, rumah tangga yang punya akses sanitasi layak Indonesia pada 2021 senilai 80,29 persen.

Sementara itu, Provinsi Papua menjadi provinsi dengan presentase terendah, yaitu 40,81 persen.

3. Provinsi dengan indeks demokrasi terburuk

Papua menjadi salah satu provinsi dengan skor Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) terburuk pada 2019.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Papua merupakan daerah dengan skor IDI terendah yaitu 65,25. Tercatat skor terendah lainnya didapat Papua Barat dengan skor 57,62.

4. Provinsi dengan indeks integritas KPK terendah

Label ini didapat dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kinerja pemerintahan.

Survei tersebut menunjukkan Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi daerah yang memiliki indeks paling rendah.

Bahkan dengan indeks rata-rata yang didapatnya, provinsi tersebut masuk dalam kategori sangat rentan tindak pidana korupsi.

"Indeks rata-rata Papua dan Papua Barat 64 atau yang terendah dibanding wilayah lain di Indonesia," ujar Kepala Satuaan Tugas 1 Pencegahan KPK Tri Gama Reva di Jayapura, Selasa (23/8/2022).

5. Provinsi dengan cakupan pelayanan kesehatan terburuk

Pada 2016, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, drg Aloysius Giyai, mengungkapkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan di provinsi ini terburuk di Indonesia, terutama sanitasi lingkungan.

Selain sanitasi lingkungan, kematian ibu dan anak juga tinggi di Papua.

Kondisi di Papua, terutama soal gizi buruk, juga menjadi sorotan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Bahkan pada 2018, Pelapor Khusus untuk Hak atas Pangan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hilal Elver, menyebut kasus gizi buruk yang menimpa suku pedalaman Asmat di Papua sebagai insiden tragis.

Elver mengatakan, hal itu memalukan bagi negara yang memiliki perkembangan ekonomi yang baik dan sumber daya alam melimpah.

Ia mengungkapkan, kasus Asmat mencerminkan bagaimana gizi buruk masih menjadi masalah sangat serius bagi Indonesia, meski tingkat pertumbuhan dan produktivitas pangan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pengelolaan pangan buruk dan minim akses kesehatan layak.

Baca Juga: Terciduk Gelontorkan Dana Setengah Triliun untuk Kasino, Gubernur Papua Bak Tak Ingin Kalah oleh Tetangganya yang Sudah Siap Bangun 'Istana Judi' Pertama, Dana dari China?

(*)

Artikel Terkait