Penulis
Intisari-Online.com - Begini latar belakang dan tujuan pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.
Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada tahun 1948, hanya sekitar tiga tahun setelah Indonesia merdeka.
Kala Belanda kembali memasuki Indonesia, gejolak di tanah air juga terjadi karena berbagai pemberontakan daerah di Indonesia.
Pemberontakan PKI Madiun menjadi salah satu pemberontakan besar yang terjadi.
Puncak pemberontakan ini terjadi pada 18 September 1948.
Kemudian, berhasil dipadamkan pemerintah pada Desember 1948 dengan penangkapan dan eksekusi para pemimpin pemberontakan.
Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI Madiun memiliki latar belakang yang sangat kompleks.
Diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin yang kemudian digantikan Kabinet Mohammad Hatta.
Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin tak lepas dari ditandatanganinya Perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda.
Dalam Perjanjian Renville yang disepakati pada 17 Januari 1948, Amir Sjarifuddin menjadi ketua delegasi Indonesia.
Namun, disepakatinya perjanjian yang dilakukan dalam upaya menyelesaikan konflik kedaulatan Indonesia dan Belanda itu justru dianggap merugikan Indonesia.
Sejumlah pimpinan partai menolak hasil perjanjian itu, Kabinet Amir Sjarifuddin pun tidak lagi mendapat dukungan.
Lantas, Amir meletakkan jabatannya, sehingga berakhirlah pemerintahan Sayap Kiri.
Dalam pembentukan kabinet Hatta, fraksi Amir sempat ditawari posisi, tetapi tidak terjadi kesepakatan karena pihak Amir menginginkan posisi kunci.
Dengan tidak dicapainya kesepakatan, Hatta akhirnya membentuk kabinet baru tanpa golongan sayap kiri.
Program utama Kabinet Hatta adalah melaksanakan Perjanjian Renville dan rasionalisasi tentara Indonesia.
Kecewa dengan keputusan Hatta, golongan sayap kiri mulai masuk ke pihak oposisi dan melakukan rapat di Surakarta pada 26 Februari 1948.
Rapat itu menghasilkan pembentukan Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang terdiri dari PSI, PKI, PBI, Pesindo, dan SOBSI, dengan Amir Sjarifuddin sebagai pemimpinnya.
Dalam perkembangannya, FDR berubah menjadi radikal dan programnya fokus untuk menentang program Kabinet Hatta.
FDR memiliki dua basis kekuatan utama, yaitu TNI-Masyarakat dan SOBSI, yang merupakan organisasi buruh terbesar dengan hampir 300.000 anggota.
Saat Hatta memulai program rasionalisasi dan memandang TNI-Masyarakat sebagai organisasi militer berhalun komunis yang tidak terlatih kebencian FDR terhadap pemerintah pun semakin bertambah.
Kondisi Semakin Memanas setelah Kembalinya Musso
FDR mulai mencari dukungan dari para petani dan mendorong pemogokan buruh.
Akibatknya, pemerintah marah dan menuding pemogokan sebagai tindakan yang membahayakan Republik.
Kondisi yang sudah memanas diperparah dengan kembalinya Musso, tokoh komunis senior Indonesia yang pernah belajar ke Uni Soviet.
Musso kembali dan membentuk badan baru yang terdiri dari partai-partai sayap kiri.
Mereka lantas melakukan perjalanan propaganda ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyebarkan komunisme.
Peristiwa itulah yang kemudian dijadikan alasan untuk melancarkan kampanye anti-PKI dan melakukan penculikan perwira kiri.
Memasuki bulan September 1948, terjadi aksi saling culik antara pemerintah dan golongan sayap kiri.
Kemudian, Madiun menjadi daerah yang tersisa sebagai benteng terakhir FDR.
Pimpinan FDR lokal di Madiun pun khawatir hingga pecahlah pemberontakan pada 18 September 1948.
Presiden Soekarno Murka, Ini Tujuan PKI Madiun
Para pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan mengumumkan berdirinya Republik Soviet Indonesia.
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 adalah untuk menggulingkan pemerintah yang sah yaitu Republik Indonesia dan mengganti landasan negara.
Seperti pernyataan Presiden Soekarno pada 19 September 1948 malam, bahwa pemberontakan Madiun adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah Indonesia dan Musso sudah membentuk "Republik Soviet Indonesia".
Ia mengecam aksi PKI di Madiun, menyebutnya sebagai tindakan yang memecah belah umat dan pengacau.
Pada hari yang sama pukul 23.30, Musso menyatakan perang terhadap Indonesia dengan menuding Soekarno dan Hatta menjadi budak imperialisme Amerika dan pengedar Romusha.
Namun setelah itu, beberapa pemimpin FDR justru memutuskan untuk berbalik arah, menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Mereka menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukan kudeta, melainkan upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.
Pada 23 September 1948, Amir juga menyatakan bahwa konstitusi FDR adalah negara Republik Indonesia, bendera mereka tetap merah putih, dan lagu kebangsaan mereka masih Indonesia Raya.
Sayangnya, upaya tersebut tampak diabaikan pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia mengirimkan Brigade Siliwangi Letkol Sadikin untuk mengerahkan pasukannya dan menguasai Madiun.
Berakhirnya Pemberontakan PKI Madiun
Untuk menghindari konflik dengan TNI, FDR/PKI pun mundur ke pegunungan.
Di bawah komando Amir, mereka melarikan diri dari Madiun dan menuju ke sebuah desa kecil bernama Kandangan.
Namun rupanya, desa itu sudah diduduki oleh Batalion Divisi Sungkono yang dipimpin oleh Mayor Sabarudin.
Pada 28 Oktober, pemerintah menangkap 1.500 orang dan Musso berhasil ditembak mati pada 31 Oktober 1948 ketika sedang bersembunyi di kamar kecil.
Sebulan kemudian, 29 November, Djoko Sujono dan Maruto Darusman juga ditangkap. Sementara itu, Amir juga menghadapi nasib yang sama. Ia ditangkap pada 4 Desember 1948.
Pemberontakan PKI Madiun berhasil dipadamkan saat Amir, Maruto, Djoko, Suripno, dan FDR lain yang tertangkap dieksekusi pada 19 Desember 1948.
Dalam pemberontakan ini, diperkirakan korban mencapai 24.000 orang, 8.000 di antaranya dari Madiun, 4.000 di Cepu, dan 12.000 di Ponorogo.
Itulah bagaimana terjadinya Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, salah satu pemberontakan besar dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga: Fakta Film G30S PKI, Telan Anggaran Ratusan Juta hingga Alasan Tak Lagi Wajib Tayang
(*)