Menurut Suparji, rekonstruksi yang digelar dengan menampilkan 5 tersangka, justru menimbulkan produksi narasi baru dan menjadi perbincangan di kalangan publik.
Seharusnya, rekonstruksi tersebut digelar untuk menjawab harapan publik soal perkara pembunuhan berencana ini.
"Reka adegan pelecehan seksual tidak ada disitu. Katanya pembunuhan berencana, tapi tak kelihatan bagaimana merencanakannya, bagaimana memberikan senjatanya, bagaimana menggunakannya," katanya.
"Padahal ini ditunggu oleh jaksa, bagaimana anatomi perkara ini menjadi jelas dan lengkap," ujarnya.
Lalu, Suparji juga menerka ini akan membuat Jaksa, gamang menuntut pembunuhan berencana, meski ada unsur pembunuhan berencananya sudah terpenuhi.
"Ada yang menyuruh, kemudian ada yang melakukannya, lalu ada yang merencananya, dan turut membantu ini bisa disebut sebagai pembunuhan berencana," ujarnya.
"Tetapi bisa membuat pengacara tersangka membantah, ini adalah spontanitas, ini adalah sebuah reaksi, bahwa ini adalah sebuah emosi, jadi tak mudah memenuhi unsur 340," katanya merujuk pada pasa KUHP, tentang pembunuhan berencana.
Rekonstruksi itu sendiri telah digelar pada kemarin, Selasa (30/8/22) di tempat kejadian perkara (TKP).