Penulis
Intisari-Online.com -Rusia gagal bayar utang luar negeri (default) untuk pertama kalinya sejak Revolusi Bolshevik 1917, menyusul sanksi atas invasi ke Ukraina.
Melansir Kompas.com, pada Senin (27/6/2022), Lembaga Pemeringkat Moody's telah mengonfirmasi bahwa Rusia gagal bayar utang luar negeri, setelah pemegang obligasi tidak menerima pembayaran bunga sebesar 100 juta dollar AS.
Utang Rusia mencapai sekitar 40 miliar dollar AS (sekitar Rp 600 triliun) obligasi asing, sekitar setengahnya merupakan kewajiban kepada orang asing.
Sebelum dimulainya invasi ke Ukraina, Rusia memiliki sekitar 640 miliar dollar AS (Rp 9,5 kuadriliun) dalam mata uang asing dan cadangan emas, yang sebagian besar disimpan di luar negeri dan sekarang dibekukan.
Rusia tidak pernah gagal membayar utang internasionalnya sejak Revolusi Bolshevik lebih dari satu abad yang lalu, ketika Kekaisaran Rusia runtuh dan Uni Soviet dibentuk.
Rusia gagal membayar utang domestiknya pada akhir 1990-an, tetapi mampu pulih dari default itu dengan bantuan bantuan internasional.
Investor telah memperkirakan Rusia akan default selama berbulan-bulan.
Kontrak asuransi yang mencakup utang Rusia telah memperkirakan kemungkinan gagal bayar sebesar 80 persen selama berminggu-minggu, dan lembaga pemeringkat seperti Standard & Poor's dan Moody's telah menilai utang negara itu jauh ke golongan “junk” (sampah).
Rusia menyebut kondisi “default” ini adalah buatan.
Pihaknya mengaku memiliki uang untuk membayar utangnya, tetapi menyatakan sanksi telah membekukan cadangan mata uang asingnya yang disimpan di luar negeri.
“Ada uang dan ada juga kesiapan untuk membayar,” kata Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov bulan lalu sebagaimana dilansir AP.
“Situasi ini, yang diciptakan secara artifisial oleh negara yang tidak bersahabat, tidak akan berpengaruh pada kualitas hidup orang Rusia.”
Meski demikian, Tim Ash, analis senior pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management, mengatakan bahwa default "jelas tidak" di luar kendali Rusia.
Sebab sanksi yang mencegahnya membayar utangnya diberikan karena tindakannya menginvasi Ukraina.
Berikut adalah hal-hal penting soal kondisi Rusia gagal bayar utang luar negeri yang perlu diketahui.
Akan Menyusul Sri Lanka?
Sanksi ekonomi Barat sebagian besar memutus negara itu dari sistem keuangan internasional, sehingga sulit bagi Rusia untuk membayar utangnya.
Lalu, apakah nasib Rusia akan seperti Sri Lanka bangkrut karena juga gagal membayar utang?
Seperti diketahui, Sri Lanka menderita krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948.
Krisis Sri Lanka bangkrut terjadi setelah gagal bayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS (Rp 757,5 triliun) pada April.
Negara itu kini sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk bailout (bantuan keuangan guna menyelamatkan dari kebangkrutan) yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Dampak dari Sri Lanka krisis adalah kelangkaan bahan-bahan pokok termasuk BBM hingga pemadaman listrik berkepanjangan.
Beberapa pakar tidak merasa Rusia gagal bayar utang termasuk default teknis, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa itu akan memiliki konsekuensi yang luas.
"Default ini penting karena akan berdampak pada peringkat Rusia, akses pasar, dan pembiayaan untuk tahun-tahun mendatang," terang Timothy Ash ahli strategi pasar negara berkembang di BlueBay Asset Management.
"Dan itu berarti investasi yang lebih rendah, pertumbuhan yang lebih rendah, standar hidup yang lebih rendah, modal dan dan lingkaran setan penurunan bagi ekonomi Rusia."
Akan tetapi, Liam Peach ekonom Eropa di kelompok riset Capital Economics mengatakan, Rusia gagal bayar utang adalah peristiwa simbolis yang sepertinya tidak memiliki dampak makroekonomi tambahan.
(*)