Find Us On Social Media :

PBB Sampai Turun Tangan Usai Dituding Jadi 'Sarang' Cacar Monyet, Kaum LGBT Kini Malah Terancam Penyakit Mematikan Lain, Serang Otak dan Sumsum Tulang Belakang

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 28 Juni 2022 | 09:30 WIB

Ilustrasi LGBT

Intisari-Online.com – Rupanya ada beberapa liputan media internasional yang mengaitkan meluasnya wabah penyakit cacar monyet (monkeypox) dengan perilaku kaum lesban, gay, biseks, dan transgender (LGBT).

Tentu saja, ini membuat  program gabungan Perserikatan Bangsa-bangsa tentang HIV/AIDS (UNAIDS) memprotes liputan tersebut.

UNAIDS mengklaim liputan yang demikian membahayakan sebagian komunitas.

UNAIDS menuding beberapa penggambaran orang Afrika dan LGBT yang ‘memperkuat stereotip homofobia dan rasis serta memperburuk stigma’.

Mengutip Al Jazeera, Selasa (24/5/2022), terdapat lebih dari 100 kasus yang dikonfirmasi atau diduga virus Monkeypox, yang dilaporkan terjadi di hampir 20 negara.

Virus Monkeypox ini diketahui tidak pernah menjadi endemik.

Sebagian besar kasus infeksi ini terjadi di Eropa, namun kasus yang dikonfirmasi dan dicurigai dilaporkan pula terjadi di Timur Tengah, Amerika Utara, dan Australia.

UNAIDS mengakui bahwa sebagian besar kasus Monkeypox baru-baru ini diidentifikasi terjadi di antara pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan sesama pria.

Menurut UNAIDS, penularan virus cacar monyet kemungkinan besar melalui kontak fisik dengan penderita Monkeypox dan dapat mempengaruhi siapa saja.

Cacar monyet merupakan virus ringan yang dapat menyebabkan gemam, sakit kepala, serta ruam kulit yang khas bergelombang.

Namun, gejalanya bisa berkembang cukup parah, dan gejala yang muncul biasanya hilang setelah 2 hingga 4 minggu.

Penyakit cacar monyet selama ini dianggap sebagai endemik di 11 negara di benua Afrika.