Penulis
Intisari-online.com - Beberapa waktu lalu sempat heboh pernyataan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad tentang klaim Singapura dan Kepulauan Riau.
Hal itu diungkapkan Mahathir pada pidato Minggu (19/6/22).
Seperti diwartakan Straits Times, awalnya Mahathir menuntut pengembalian Singapura dikembalikan ke Malaysia.
Lalu, dia menyinggung Sipadan dan Ligitan di Kalimantan, yang dimenangkan oleh Malaysia dari Indonesia di Mahkamah Internasional.
Tak hanya itu, Mahathir juga menyinggung soal Pulau Batu Puteh, dari Singapura, sebagai milik Malaysia.
Lalu, ketika itu dalam pidatonya dia juga menyinggung mengenai kepulauan Riau, sebagai bagian dari Malaysia.
"Seharusnya, kita tak hanya menuntut agar Pedra Branca Batu Puteh, dikembalikan pada kita, tetapi Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah tanah Melayu," ujarnya.
Menurut Mahathir dia percaya bahwa beberapa wilayah yang disebutkan tersebut, adalah tanah Melayu atau sebagai bagian dari Malaysia.
Tanah Melayu sangat luas membentang dari Tanah Genting di Thailand, sampai Kepulauan Riau, di Singapura.
Namun, kini hanya terbatas di Semenanjung Malaya.
Sementara kepercayaan diri Mahathir berani sebut Singapura adalah bagian dari wilayahnya adalah berdasarkan sejarah.
Ketika Malaysia dibentuk tahun 1963, Federasi Malaysia bersama dengan Sabah, Serawak dan Singapura.
Namun, Malaysia sebagai negara baru menghadapi tantangan dari berbagai pihak.
Salah satunya dari Indonesia, ketika terjadi persengketaan wilayah yang terjadi pada 1962-1966 dan Singapura memutuskan untuk keluar pada 1965.
Malaysia kemudian mengalami pertumbuhan pesat di berbagai bidang mulai tahun 1980-an.
Malaysia sendiri, berdiri karena merupakan bekas koloni Inggris.
Inggris pertama kali mendirikan koloninya di Semenanjung Malaya pada 1786.
Pada 1824, Traktat London resmi membagi kepemilikan Malaya untuk Inggris dan Indonesia untuk Belanda.
Selama abad ke-19, negeri-negeri Melayu terus berupaya meminta bantuan Inggris untuk menyelesaikan konflik internal mereka.
Pengaruh Inggris pun semakin kuat setelah ditandatangani Perjanjian Pangkor pada 20 Februari 1874.
Perjanjian ini memberi kuasa kepada Inggris untuk mencampuri urusan negeri Perak.
Memasuki abad ke-20, orang-orang Inggris diangkat menjadi penasihat untuk negeri Pahang, Selangor, Perak, Negeri Sembilan, Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor.
Ketika Jepang menginvasi Malaya, semangat rakyat untuk memerjuangkan kemerdekaan pun tumbuh.