Penulis
Intisari-Online.com -Pada 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin mengerahkan pasukan ke Ukraina untuk melakukan demiliterisasi dan denazifikasi negara itu.
Seorang pejabat Eropa pada April mengatakan, sekitar 20.000 tentara bayaran dari perusahaan militer swasta Rusia yaitu Grup Wagner, serta dari Suriah dan Libya, bertempur bersama pasukan Moskwa di Ukraina.
Awal bulan ini, otoritas separatis di Ukraina timur menghukum mati warga Inggris yang ditangkap yakni Aiden Aslin dan Shaun Pinner, serta Brahim Saadun dari Maroko karena bertindak sebagai tentara bayaran dan berusaha menggulingkan pemerintah.
Melansir Kompas.com pada Jumat (17/6/2022), Rusia mengeklaim telah membunuh hampir 2.000 tentara bayaran asing di Ukraina sejak dimulainya intervensi militer mereka.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, 6.956 tentara bayaran dan spesialis senjata dari 64 negara tiba di Ukraina sejak awal konflik dan 1.956 di antaranya telah dibunuh.
Adapun sebanyak 1.779 tentara bayaran asing lainnya disebut meninggalkan Ukraina, kata Kemenhan Rusia dikutip dari AFP.
Dikatakan juga bahwa Polandia adalah yang terbanyak di Eropa dalam jumlah pengiriman personel asing ke Ukraina, diikuti oleh Romania dan Inggris.
Kementerian Pertahanan Rusia turut menyebutkan bahwa tentara bayaran yang tiba di Ukraina berasal dari Kanada, Amerika Serikat, dan Georgia.
Kemenhan Rusia menambahkan, jumlah prajurit asing telah berkurang dan banyak yang meninggalkan Ukraina karena meningkatnya jumlah kegagalan militer rezim Kyiv dan kerugian harian besar-besaran dalam tenaga dan peralatan.
Sementara itu padaMinggu (12/6/2022),Kepala Duma Negara Federasi Rusia Vyacheslav Volodinmengatakan gagasan memasok senjata nuklir ke Ukraina di tengah konflik sama dengan memprovokasi konflik nuklir di pusat Eropa dan benar-benar gila.
DiberitakanRussia Today(RT), Volodin berbicara demikian sebagai tanggapan atas pernyataan Radoslaw Sikorski, seorang anggota parlemen Polandia dan Mantan Menteri Luar Negeri Polandia, yang mengatakan bahwa Barat memiliki “hak” untuk memasok senjata nuklir.
“Dengan anggota parlemen seperti itu, Eropa akan memiliki masalah yang jauh lebih serius daripada yang mereka hadapi hari ini, pengungsi, rekor inflasi, krisis energi,” kata Volodin dalam sebuah posting di media sosial.
Dia menuding Sikorski telah memicu konflik nuklir di pusat Eropa.
"Dia (Sikorski) tidak memikirkan masa depan baik Ukraina maupun Polandia."
"Jika gagasannya terwujud, negara-negara ini akan hilang, bersama dengan seluruh Eropa," seru Volodin.
"Justru karena orang-orang seperti Sikorski, tidak hanya diperlukan untuk membebaskan Ukraina dari ideologi Nazi, tetapi juga untuk mendemiliterisasinya, memastikan status non-nuklir negara itu," ujar Volodin.
Pernyataan Sikorski ini disebut menguatkan pernyataan yang dibuat oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sesaat sebelum konflik pecah pada akhir Februari 2022.
(*)