Penulis
Intisari-Online.com – Pada masa lalu, Nusantara dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa, sebagai kawasan yang sudah mempunyai peradaban yang cukup tinggi dan maju pada zamannya.
Hal tersebut dikarenakan letak geografis kepulauan Nusantara yang berada di khatuliswa, kawasan yang selalu dapat ditanami karena tersinari matahari sepanjang tahun.
Terbentuknya pulau-pulau di Nusantara yang berjumlah ribuan, membuat kasawan itu memiliki banyak kandungan tambangnya.
Tak heran bila di kawasan Nusantara ini banyak pasar-pasar besar di tiap-tiap kerajaan karena sumber alamnya yang kaya.
Pasar-pasar di Nusantara, selalu ramai disinggahi oleh kerajaan-kerajaan lain.
Perdagangan di pasar-pasar Nusantara tersebut terkenal tak hanya di negeri jiran, tetapi juga hingga ke manca negara seperti daerah China, India, Arab, hingga benua Afrika.
Karena kebanyakan perdagangan kala itu menggunakan cara barter, maka mata uang sebagai alat pembayaran yang sah belum terlalu dikenal pada waktu itu.
Sejarah uang Indonesia dikenal sejak masa Kejayaan Mataram Kuno, yaitu sekitar tahun 850 M, yang menggunakan koin emas dan perak berbentuk kotak sebagai alat tukarnya.
Berikut ini daftar beberapa mata uang kerajaan-kerajaan di Nusantara.
1. Uang Syailendra
Uang Syailendra adalah mata uang Indonesia yang dicetak pada masa Kerajaan Mataram Syailendra di Jawa Tengah.
Pertama kali dicetak sekitar tahun 850 M, dengan bentuk koin emas dan perak dengan berat yang sama dan memiliki beberapa nominal.
Masa (Ma), berat 2,40 gram sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
Atak, berat 1,20 gram, sama dengan ½ Masa atau 2 Kupang
Kupang (Ku), berat 0.60 gram, sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Ada lagi, ½ Kupang, berat 0.30 gram, dan 1 Saga, berat 0,119 gram.
Koin emas Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dengan koin satuan terbesar (Masa) berukura 6 x 6/7 mm.
Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari ‘Ta’.
Di belakgnnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan.
Dalam bahasa numismatic, pola ini dinamakan ‘Sesame Seed’.
2. Uang Krishnala
Mata uang ini dibuat pada zaman Kerajaan Jenggala di Jawa Timur yang berkuasa antara tahun 1042 sampai 1130.
Dibuat dengan bahan dasar emas dan perak, koin emas berbentuk bulat datar, sedangkan koin perak berbentuk bulat cembung
Tetapi saat mata uang kepeng Tiongkok mulai masuk ke Indonesia, fungsi mata uang Krishnala sebagai alat pembayaran yang sah pun tergantikan.
3. Uang ‘Ma’
Kebanyakan berupa perkembangna dari dinasti sebelumnya, mata uang Jawa dari emas dan perak ini ditemukan kembali di situs kota Majapahit.
Uang ‘Ma’ (singkatan dari Masa) sebenarnya ada pada zaman dinasti Syailendra, yang dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang dalam huruf Jawa Kuno.
Selain uang Ma, juga ada uang dengan satuan Tahil, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan ‘ta’ dalam huruf Nagari.
Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang sama, yaitu antara 2,4-2,5 gram.
Selain itu ada juga beberapa uang emas dan perak lainnya, ada yang berbentuk bulat, persegi, setengah lingkaran, seperempat lingkaran, segitiga, bahkan ada yang berupa potongan logam saja.
Saat itu, bentuk uang tidak begitu penting, namun yang penting adalah adanya cap yang menunjukkan benda itu bisa digunakan sebagai alat tukar.
Cap atau ‘tera’ pada uang-uang tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau kuncup bunga (mungkin teratai?) dalam bidang lingkaran atau segi empat.
Dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960-1279) diberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang.
4. Uang Gobog Wayang
Selain uang Ma, pada zaman Kerajaan Majapahit juga dikenal uang yang disebut ‘Gobog Wayang’, pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Rafflers, dalam bukunya The History of Java.
Bentuk koin ini bulat dengan lubang kotak di tengah karena pengaruh dari koin China atau koin-koin serupa lainnya yang berasal dari China atau Jepang.
Koin Gobog Wayang ini asli buatan Indonesia, namun tidak digunakan sebagai alat tukar, tetapi hanya sebagai koin token.
Koin-koin ini lebih banyak digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di China atau di Jepang sehingga disebut sebagai ‘koin-koin kuil’.
5. Uang Dirham
Uang Dirham adalah mata uang dari Kerajaan Samudra Pasai yang berkuasa antara tahun 1297 sampai tahun 1326.
Kerajaan Samudra Pasai atau Kesultanan Pasai, atau dikenal jua dengan Samudera Darussalam, merupakan kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Pada koin yang menggunakan bahan emas itu terdapat tulisan nama Sultan dengan gelar Malik az-Zahir atau Malik at-Tahir.
Ukuran uang Dirham ini sama seperti uang Kupang dan biasanya disebut Mas, dengan standar berat 0,6 gram.
Ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 dari Kupang atau 3 kali Saga).
Uang Mas Pasai mempunyai diameter 10-11 mm, sedangkan yang ½ Mas berdiameter 6 mm.
Penggunaan nama Dirham menunjukkan pengaruh kuat pedagang Arab dan budaya Islam di Kesultanan Pasai.
6. Uang Kampua
Uang ‘Kampua’ ini sangat unik, dibuat dari bahan kain tenun dan satu-satunya jenis ‘uang dari kain tenun’ yang pernah beredar di Indonesia, yang berasal dari Kerajaan Buton, Sulawesi Tenggara.
Pada masa itu, satu lembar uang Kampua senilai dengan satu butir telur.
Menurut cerita rakyat Buton, Kampua pertama kali diperkenalkan oleh Bulawambona, Ratu Kerajaan Buton yang kedua, dan memerintah sekitar abad ke-14 sebelum KerajaanButon menjadi Kesultanan.
Setelah ratu meninggal, diadakan suatu ‘pasar’ sebagai tanda peringatan atas jasa-jasanya bagi Kerajaan Buton, dengan orang yang berjualan mengelilingi makam Ratu Bulawambona.
7. Uang Kasha Banten
Mata uang dari Kesultanan Banten ini pertama kali dibuat sekitar tahun 1550-1596 Masehi.
Bentuk koinnya mengambil pola dari koin cash China yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khas persegi enam pada lubang di tengahnya (heksagonal).
Inskripsi bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa adalah ‘Pangeran Ratu’.
Setelah agama Islam mengakar di Banten, inskripsinya diganti dalam Bahasa Arab, ‘Pangeran Ratu Ing Banten’.
Masih ada jenis mata uang lan yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga maupun dari timah, seperti yang ditemukan beberapa tahun lalu.
8. Uang Jinggara
Kerajaan Gowa dan Buton, berada di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang yang disebut ‘Jinggara’, dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, yang memerintah pada tahun 1653-1669.
Selain itu juga beredar uang dari bahan campuran timah dan tembaga yang disebut ‘kupa’.
9. Uang Picis
Sultan yang memerintah Kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang pembuatannya dipercayakan kepada seorang China.
Uang timah yang amat tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di tengahnya, disebut Picis.
Dibuat sekitar abad ke-17, di sekeliling lubang uang koin Picis terdapat tulisan China atau tulisan berhuruf Latin yang berbunyi ‘Cheribon’.
10. Uang Real Batu
Mata uang yang dikeluarkan oleh Kerajaan Sumenep di Madura berasal dari uang-uang asing yang kemudian diberi cap bertulisan Arab ‘Sumanap’ sebagai tanda pengesahan.
Uang Sumenep berasal dari mata uang Spanyol yang disebut ‘Real Batu’ karena bentuknya tidak beraturan. (*/dari pelbagai sumber)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari