Find Us On Social Media :

Perbedaan Hak Pesangon Bagi Pekerja yang Resign dan di-PHK

By Ade Sulaeman, Senin, 6 Februari 2017 | 16:00 WIB

Perbedaan Hak Pesangon Bagi Pekerja yang Resign dan di-PHK

Terkait kasus saudara, perlu dilihat terlebih dahulu apakah di dalam perjanjian kerja saudara dengan perusahaan terdapat ketentuan yang mengatur secara langsung maupun tidak langsung mengenai kewajiban saudara untuk dimutasi selama berlangsungnya perjanjian kerja.

Jika memang ada, maka sudah seharusnya saudara mematuhi dan melaksanakannya, karena di dalam suatu hubungan kerja yang dituangkan dalam perjanjian kerja memiliki unsur perintah dari pengusaha kepada pekerja.

Perintah tersebut haruslah dipatuhi oleh pekerja sejauh telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja dan perintah tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. (Pasal 1337 KUHPer)

Apabila terdapat skenario dari perusahaan untuk memutasikan saudara agar saudara mengundurkan diri sehingga perusahaan terbebas dari kewajiban pembayaran uang  pesangon, maka saudara harus membuktikannya terlebih dahulu, apakah hal tersebut memang skenario perusahaan atau memang kebutuhan dari perusahaan untuk melakukan mutasi terhadap saudara.

Apabila memang hanya skenario perusahaan dan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka yang terjadi adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan. Atas PHK tersebut saudara memiliki hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) UUK yaitu:

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Mengenai kesalahan yang dicari-cari oleh pihak perusahan sehingga keluar surat peringatan yang mempengaruhi kisaran penerimanan besaran uang pesangon, apabila memang terbukti pekerja/buruh melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dapat melakukan PHK dengan terlebih dahulu memberikan Surat Peringatan. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 161 ayat (1) UUK:

“Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.”

 

Lebih lanjut Pasal 161 ayat (2) UUK menjelaskan:

“Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”

Dengan demikian, pengusaha tidak serta merta dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja, tetapi harus ada surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut dengan masing berlaku 6 (enam) bulan sesuai dengan ketentuan.