Penulis
Intisari-Online.com - Pada 12 April lalu, pemerintah Sri Lanka mengumumkan gagal bayar utang senilai 51 miliar dollar AS (sekitar Rp 732 trilliun) yang dipinjam dari luar negeri.
Negara tersebut kemudian menyatakan bangkrut, di mana krisis yang menyebabkan warganya sengsara ini menjadi situasi terburuk yang pernah dialami Sri Lanka sejak kemerdekaannya pada 1948.
Sebelumnya, pada 3 April, kabinet Sri Lanka mengundurkan diri dalam pertemuan larut malam.
Sementara belum lama ini, pada 9 Mei 2022, Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri setelah terjadi demo besar terhadap pemerintahnya berminggu-minggu.
Perdana menteri baru, Ranil Wickremesinghe, pada Senin (16/5/2022), mengungkapkan bahwa Sri Lanka kehabisan stok bensin dan tidak memiliki dollar untuk mengimpor bahan bakar.
Kondisi Sri Lanka semakin memprihatinkan dengan 22 juta penduduknya mengalami kesulitan mendapatkan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan sambil menghadapi rekor inflasi serta pemadaman listrik yang berkepanjangan.
"Kami kehabisan bensin.... Saat ini, kami hanya memiliki stok bensin untuk satu hari," ujar Wickremesinghe seraya memperingatkan bahwa Sri Lanka bangkrut dapat menghadapi lebih banyak kesulitan dalam beberapa bulan mendatang.
Dia menambahkan, pemerintah juga tidak memiliki dollar untuk membayar tiga pengiriman minyak.
Disebut bahwa sejumlah kapal masih menunggu di luar pelabuhan Colombo untuk pembayaran sebelum menurunkan muatan mereka.
Wickremesinghe mengungkapkan bahwa dalam beberapa bulan ke depan akan menjadi masa yang paling sulit bagi Sri Lanka.
"Saya tidak punya keinginan untuk menyembunyikan kebenaran dan berbohong kepada publik," katanya.
Tetapi, dia bersumpah bisa mengatasi krisis dan mendesak warga untuk bersabar sampai beberapa bulan ke depan.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah pun kehabisan uang tunai untuk membayar gaji 1,4 juta pegawai negeri pada Mei, dan akan beralih ke pencetakan uang sebagai upaya terakhir.
"Tak seperti yang saya inginkan, saya terpaksa mengizinkan pencetakan uang untuk membayar pegawai negeri dan membayar barang dan jasa penting," katanya.
Sementara itu, dia memperingatkan bahwa tarif bahan bakar dan listrik akan dinaikkan secara substansial dan pemerintahnya juga akan menjual maskapai nasional yang merugi untuk mengurangi kerugian.
Untuk mengatasi krisis, Sri Lanka telah meminta dana talangan IMF dan salah satu tuntutan utama pemberi pinjaman internasional adalah Colombo melepaskan perusahaan negara yang merugi, termasuk Sri Lanka Airlines yang kerugiannya melebihi 1 miliar dollar AS (Rp 14,67 triliun).
Krisis Sri Lanka telah menyebabkan unjuk rasa yang meluas terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya.
Sementara saudara laki-lakinya, Mahinda Rajapaksa mundur dari kursi perdana menteri, Gotabaya Rajapaksa masih bertahan di kursinya.
Setelah berminggu-minggu demonstrasi anti-pemerintah yang sangat damai, kekerasan pun pecah pada hari Senin (9/5/2022), ketika para pendukung Mahinda Rajapaksa berangkat dengan bus memasuki ibu kota dari pedesaan.
Untuk membubarkan masa, saat itu polisi menembakkan gas air mata dan meriam air.
Selain itu, juga mengumumkan jam malam segera di Kolombo. Tindakan ini kemudian diperluas, mencakup semua negara Asia Selatan yang berpenduduk 22 juta orang itu.
Sedikitnya sembilan orang tewas dan sekitar 200 terluka dalam kerusuhan tersebut.
BBC mewartakan pada Rabu (11/5/2022), Presiden Gotabaya Rajapaksa berjanji memulihkan ketertiban, dalam pidato nasional pertamanya sejak protes dimulai bulan lalu.
Mengabaikan seruan untuk mengundurkan diri, dia menawarkan untuk menyerahkan beberapa kekuasaan kepada parlemen.
(*)