Find Us On Social Media :

Cara Mendapatkan Harta Gono Gini yang Sudah Diputus oleh Pengadilan Tetapi Tidak Dilaksanakan

By Ade Sulaeman, Jumat, 10 April 2015 | 10:00 WIB

Cara Mendapatkan Harta Gono Gini yang Sudah Diputus oleh Pengadilan Tetapi Tidak Dilaksanakan

Intisari-Online.com -

Pertanyaan:  

Selamat siang, nama saya Dian, dan sekarang saya tinggal di Cipinang, Jakarta Timur. Saya sudah bercerai dengan suami saya. Dalam perkawinan kami yang secara Kristen tersebut, kami memiliki 1 rumah serta 2 mobil.

Selanjutnya pada putusan hakim mengenai harta gono gini saya berhak atas setengah dari harta gono gini tersebut. Saat saya memintakan hak saya kepada suami saya, suami saya tidak mau memberikan bagian saya dari harta gono gini tersebut, namun hanya mau memberikan setengah dari penjualan rumah dan tidak mendapat bagian dari penjualan 2 mobil itu.

Dua mobil tersebut dijual oleh suami saya pada saat sidang masih berjalan dan uangnya disimpan dalam tabungannya. Alasan suami saya tidak mau membagikan sebagian dari penjualan mobil dikarenakan dia yang membeli 2 mobil itu.

Apakah saya bisa mendapat sebagian dari penjualan mobil itu dan bagaimana cara mendapatkan harta gono gini yang sudah diputus oleh pengadilan tetapi tidak dilaksanakan? Mengingat sampai sekarang sepeser pun saya belum mendapatkan apa-apa.

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaannya, kami akan menjawab permasalahan saudari mengenai cara mendapatkan harta gono gini yang sudah diputus oleh pengadilan tetapi tidak dilaksanakan.

Pertanyaan saudari tentang bagaimana suami saudari segera memberikan pembagian harta gono gini kurang jelas maka kami maknai menjadi bagaimana caranya saudari dapat memperoleh haknya?

Untuk itu sebelum kami menjawab pertanyaan tersebut maka ketentuan mengenai harta benda yang timbul dikarenakan perkawinan saudari, maka berlaku ketentuan Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu :

Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama

Selanjutnya menurut kaidah hukum yang termuat dalam yurisprudensi putusan Mahkamah Agung No. 1448K/Sip/1974, disebutkan:

Sejak berlakunya  Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara bekas suami istri”

Maka dari itu harta gono gini adalah harta yang diperoleh selama perkawinan yang wajib dibagi sama rata antara saudari dan suami saudari baik yang sifatnya piutang maupun utang.

Dikarenakan pembagian harta gono gini harus sama rata maka harta yang berhak Anda dapatkan adalah setengah bagian dari harta bersama yang saudari dapatkan setelah menikah, dan mengenai hak saudari yaitu setengah bagian dari harta bersama telah tercantum pembagiannya dalam putusan pengadilan seperti yang saudari terangkan.

Namun dikarenakan saudari belum mendapatkan apa yang yang menjadi hak saudari dikarenakan suami saudari belum mau memberikan setengah dari hasil penjualan rumah padahal sudah diputuskan di pengadilan. maka langkah selanjutnya yang dapat saudari lakukan adalah dengan mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan.

Permohonan eksekusi adalah permohonan untuk diadakannya upaya paksa agar yang dikalahkan mau melaksanakan isi putusan. Maka dalam hal ini saudari dapat memintakan permohonan eksekusi agar suami saudari mau menjual rumah tersebut dan membagikan setengah dari hasil penjualan rumah itu.

Apabila setelah diajukan permohonan eksekusi tetapi suami saudari belum mau melakukan isi putusan Pengadilan, maka dapat melakukan permohonan ke Pengadilan untuk memberikan peringatan (aanmaning). Hal peringatan ini diatur di dalam Pasal 196 Herzien Indonesis Reglement (HIR), yang menyebutkan:

(1)   Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai dalam menjalankan isi putusan itu dengan baik maka pihak yang dimenangkan memasukkan permintaan, baik dengan lisan maupun dengan surat agar putusan itu dijalankan yaitu kepada ketua pengadilan negeri yang tercantum didalam Pasal 195 ayat (1) HIR;

(2)   Kemudian ketua memerintahkan memanggil pihak yang dikalahkan serta menasihati agar menjalankan putusan itu dalam waktu yang telah ditentukan oleh ketua paling lambat 8 hari

Apabila suami saudari tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa adanya alasan yang sah, maka suami saudari dianggap mengingkari untuk memenuhi panggilan. Terhadap pengingkaran memenuhi pemanggilan ini maka berlakulah ketentuan Pasal 197 Ayat (1) HIR, yang menyebutkan:

“Jika sudah lewat waktu yang telah ditentukan dan pihak dikalahkan belum juga menjalankan putusan itu atau jika ia telah dipanggil secara patut tetapi tidak datang menghadap maka karena jabatannya ketua memberi perintah dengan surat agar disita sekian barang tidak tetap dan jika tidak ada atau ternyata tidak cukup juga dari sekian barang tetap sehingga dirasa cukup sebagai pengganti sejumlah uang yang tersebut didalam putusan iu dan semua biaya untuk menjalankan putusan itu”

dari ketentuan di atas maka secara ex officio (kewenangan jabatan), ketua pengadilan dapat langsung mengeluarkan surat perintah eksekusi dimana tidak diperlukan lagi proses pemeriksaan sidang peringatan dan tidak diberikan tenggang masa peringatan.

Maka setelah sita eksekusi dilaksanakan, saudari dapat mengajukan permohonan lelang eksekusi sesuai dengan ketentuan Pasal 200 Ayat (1) HIR, yang menyebutkan:

Penjualan barang yang disita diakukan dengan bantuan kantor lelang, atau menurut keadaan yang akan dipertimbangkan Ketua, oleh orang yang melakukan penyitan itu atau orang lain yang cakap dan dapat melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya, yang ditunjuk oleh Ketua untuk itu dan berdiam di tempat di mana penjualan itu harus dilakukan atau di dekat tempat itu”

Maka, setelah dilaksanakannya sita eksekusi yang dalam hal ini rumah tersebut, maka Pengadilan dapat memerintahkan kantor lelang untuk melelang rumah itu dan hasilnya dibagi sama rata yaitu setengah bagian untuk saudari dan setengah bagian untuk suami saudari sebagaimana bunyi amar putusan yang saudari sebutkan.

Selanjutnya, mengenai suami saudari yang tidak mau membagikan setengah dari penjualan 2 mobil tersebut, maka saran kami adalah saudari memintakan hak saudari terlebih dahulu secara musyawarah mufakat, apabila setelah musyawarah mufakat saudari tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu setengah dari penjualan mobil tersebut, maka saudari dapat memilih 2 alternatif langkah hukum.

Yang pertama, Mengenai 2 mobil yang dijual suami saudari pada saat proses perceraian dalam Persidangan. Menurut hukum perdata, jual beli yang demikian dapat dikategorikan sebagai perikatan jual beli yang dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat subyektif sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata jo. Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, yang menyebutkan:

Pasal 1320 KUHPerdata

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :

  1. 1.      Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
  2. 2.      Kecakapan untuk membut suatu perikatan
  3. 3.      Suatu hal tertentu
  4. 4.      Suatu sebab yang halal

Pasal 36 Ayat (1) Undang Undang No. 1 Tahun 1974

Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak

Oleh karena itu, perikatan jual beli yang dilakukan oleh suami dengan pihak ketiga tersebut, dapat dibatalkan, jika saudari menghendakinya.

Dalam hal ini, saudari menginginkan hak saudari dari penjualan mobil tersebut, namun suami saudari sudah menjual mobil dimaksud, sehingga saudari tidak dapat meminta Pengadilan untuk mengeksekusinya, maka berdasarkan penjelasan di atas, saudari dapat menempuh upaya hukum, dengan cara mengajukan gugutan pembatalan jual-beli mobil tersebut agar dapat kembali ke dalam keadaan semula, yaitu sebagai harta gono gini. Setelah proses gugatan pembatalan tersebut selesai, saudari kemudian dapat memintakan pengadilan mengeksekusi mobil dimaksud guna memenuhi isi putusan mengenai harta gono gini sebagaimana saudari maksud di atas.

Demikian penjelasan kami mengenai cara mendapatkan harta gono gini yang sudah diputus oleh pengadilan tetapi tidak dilaksanakan. Semoga bermanfaat.

(LBH Mawar Saron)

Dasar Hukum:

  1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
  2. HIR
  3. Kitab Undang Undang Hukum Perdata