Find Us On Social Media :

Kisah Unik Para Presiden AS

By Agus Surono, Rabu, 21 Maret 2012 | 12:12 WIB

Kisah Unik Para Presiden AS

Sebagian besar kampanye tahun 1972 saya lewatkan bersama McGovern. Saya kira ia orang baik. Pernah ada orang dan wartawan mengatai agen-agen yang mengawalnya sebagai segerombolan bandit. McGovern segera mengadakan konferensi pers untuk membela kami. Ia malah mengucapkan terima kasih kepada kami karena risiko yang telah kami tempuh demi melindunginya.

"Jika calon wakil presiden dari Partai Demokrat Sargent Shriver pulang (suami Eunice Kennedy, adik JFK), saya berjaga di rumahnya di Maryland. Berjaga di lorong rumah yang kosong benar-benar tugas paling berat bagi kami. Seharian saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok."

"Rose (Ny. Joseph Kennedy, mertua Shriver), Teddy (Edward Kennedy), Ethel (istri Robert Kennedy), dan anak-anak mereka sering berkumpul di rumah Shriver. Keluarga Kennedy memperlakukan Dinas Rahasia seperti anggota keluarga sendiri. Bahkan jika sedang tidak bertugas pun, saya bermain juga dengan mereka. Maria Shriver waktu itu masih remaja. Rambutnya hitam dan lebat. Saya biasa memanggilnya "Putri Indian". Malam hari saya berjalan-jalan di dalam rumah dan melihat-lihat hasil corat- coret JFK di atas kertas Oval Office (Kantor Kepresidenan). Coret-moret itu dibingkai dan digantung di dinding.

"Setelah pemilihan selesai, Marty pulang ke kantor di Springfield, mengambil gelar master di bidang hukum dan pada tahun 1974 dipromosikan ke New York untuk membantu pengawalan Presiden Ford dan pejabat-pejabat luar negeri yang berkunjung ke kota itu."

Ada ikan besar!

Suatu kali Marty ditugaskan di Hotel Waldorf untuk mengawal Anastasio Somoza, presiden Nikaragua. "Di suite-nya pada malam hari, Somoza mencium istrinya, mengucapkan selamat malam sambil bilang, 'Saya akan turun untuk minum brendi.' Si istri dengan penuh pengertian akan bilang, 'Banyak senang, Sayang.' la tahu benar apa yang akan dilakukan suaminya."

"Maka kami turun ke lobi dan masuklah kami ke salah sebuah bar di Waldorf. Di sana banyak pelacur kelas tinggi yang benar-benar mahal. Ketika mereka melihat orang berpakaian rapi itu masuk dengan didampingi dua orang pria yang mengenakan lencana, mata mereka seperti mengatakan. 'Ooh, ada ikan besar baru saja masuk!' Somoza duduk di bar dan semua wanita itu mencari-cari alasan untuk bisa berbicara dengan dia. Kami duduk di meja di belakangnya sambil minum club soda, sementara Somoza bermabuk-mabukan dengan para pelacur itu. Akhirnya, ia memilih salah seorang dan pembantu pribadinya memesankan sebuah kamar untuk mereka. Kami mengantar mereka, lalu menunggu di luar. Pernah saya bilang kepada Somoza, 'Tolong pintunya jangan ditutup rapat.' Maka terdengarlah oleh kami bagaimana Somoza memperlakukan wanita itu dengan kasar. Soalnya, jangan sampai saya harus melapor kepada atasan saya, bahwa orang yang seharusnya saya lindungi ditikam seorang pelacur."

"Somoza sering mabuk berat. Suatu malam kami mengantarkan dia pulang ke Waldorf. la merangkak menyeberangi lobi sambil tertawa-tawa. Malam yang lain kami berpindah-pindah dari disko yang satu ke yang lain dan semua orang ekstra baik kepadanya, sampai tibalah kami di satu disko. Somoza sambil terhuyung-huyung minta diperbolehkan masuk. Tetapi penjaga pintunya ragu-ragu."

"Kata Somoza, 'Kamu tahu siapa saya?' Kami semua terkesiap. Saya mendekati penjaga itu seolah-olah akan memberi tahu siapa orang berantakan ini sebenarnya. Tetapi yang saya bisikkan adalah, 'la seorang bajingan, jangan kasih masuk.' Maka penjaga tidak memberi izin masuk."

"Somoza terheran-heran. Katanya, 'Kamu tidak dapat memasukkan saya?' Kami bukan pengawal pribadinya yang mungkin segera akan melingkarkan tambang di depan pintu itu ke leher si penjaga pintu. Saya hanya mengangkat bahu. 'Maaf.' Sementara kami berjalan balik ke limo, saya kedipkan mata kepada penjaga pintu."

Senggol saja

New York adalah salah satu dari sedikit kota yang agen-agen lapangannya mendapat izin dari Washington untuk mengatur sendiri pekerjaan-pekerjaan yang sulit. Gerald Ford senang bepergian dan bertemu orang, sehingga saya sering berhubungan lewat telepon dengan W-16, kantor Dinas Rahasia di Gedung Putih.