Penulis
Intisari-Online.com - Ketua DPR RI, Puan Maharani, menghadiri acara144th Inter-Parliamentary Union (IPU) Assembly and Related Meetings atau forum parlemen internasional ke-144 di Bali.
Dalam acaratersebutPuan Maharani menyoroti beberapa hal.
Salah satunya pentingnya perdamaian global. Termasuk menyinggung perang Rusia dan Ukraina.
“Melalui upaya damai, pertemuan Majelis IPU ini mendorong diakhirinya perang di Ukraina," ungkap Puan seperti dilansir dari kompas.com pada Senin (21/3/2022).
"Tentunya kami mengharapkan perang segera berakhir dan dilakukan gencatan senjata."
“Namun, kita jangan melupakan untuk menyelesaikan konflik di berbagai belahan bumi lainnya."
"Pertemuan ini juga dapat mendesak tercapainya kemerdekaan penuh Palestina,” tegasnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Ketika membahas dua hal itu, Puan juga menyampaikan pendapatnya mengenai budaya damai (culture of peace).
Di mana budaya damai ini dia ingin lebih tolerenasi, menggunakan dialog, sertamenolak kekerasan.
Tak hanya membahas perang Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, Puan juga membahas konflik di Myanmar.
Di mana Puan mengajakparlemen internasional mendorong diplomasi preventif. Tujuannya guna mencegah terjadinya konflik dan perang
Nah, lain Puan, lain juga Kuwait.
Kuwait malah terang-terangan mengutuk masyarakat internasional karena menerapkan standar ganda mengenai konflik dunia yang sedang berlangsung.
Kuwait juga menyerukan pengusiran delegasi Israel dari Inter-Parliamentary Union (IPU).
Dilansir dari english.almanar.com.lb pada Senin (21/3/2022), berbicara pada pertemuan IPU, Ketua Majelis Nasional Kuwait, Marzouq Al-Ghanim, mengatakan bahwa Kuwait menentang segala bentuk pendudukan.
Dia mengutip invasi militer Irak ke Teluk yang kaya minyaklebih dari tiga puluh tahun yang lalu.
“Bagaimana bisa tuntutan untuk mengusir delegasi Rusia (dari IPU) untuk kampanye militer yang dimulai beberapa hari atau minggu lalu."
"Namun tidak mengusir delegasi Israel, yang rezimnya telah menduduki Palestina selama lebih dari 60 tahun?” tanya legislator senior Kuwait, seperti dikutip oleh kantor berita Mehr.
“Jadi ini adalah standar ganda yang menurut saya tidak akan diterima oleh presiden IPU,” kata Ghanim.
Kuwait sangat menentang normalisasi hubungan dengan Israel, tidak seperti beberapa negara Arab di kawasan itu, yang telah menandatangani perjanjian normalisasi dengan rezim pendudukan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Mei tahun lalu, Majelis Nasional Kuwait dengan suara bulat menyetujui RUU yang melarang setiap kesepakatan atau normalisasi hubungan dengan rezim Tel Aviv.
Pada 18 Agustus 2020, 37 anggota parlemen Kuwait meminta pemerintah mereka untuk menolak kesepakatan normalisasi antara entitas Zionis dan Uni Emirat Arab (UEA).