Penulis
Intisari-Online.com-Rusiaresmi menginvasi negara tetangganya Ukraina padaKamis (24/2/2022).
InvasiRusiadimulai di wilayah Donbas, Ukraina bagian timur.
Serangan Rusia terus meluas ke beberapa wilayah Ukraina lainnya, termasuk di wilayah Ibu Kota Ukraina, Kiev.
Bereaksi terhadap langkah Rusia, para pemimpin dunia ramai-ramai mengecam Vladimir Putin atas langkah Rusia invasi Ukraina.
Sementara itu Indonesia memilih sikap tak berpihak dengan Presiden Jokowi yang membuat cuitan di akun Twitter resminya.
Meski begitu, banyak warga Indonesia yang mendukung invasi Rusia ke Ukraina itu lantaran beberapa hal.
Melansir Kompas.com, peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radityo Dharmaputra, mengatakan, ada empat faktor mengapa warganet Indonesia pro terhadap Rusia.
Sejak lama, katanya, publik Indonesia memiliki sikap politik yang anti-Amerika Serikat atau anti-Barat terutama setelah perang melawan terorisme.
Hanya saja, ketika media sosial belum populer, tidak banyak yang menunjukkan sikap tersebut secara terbuka semisal dengan aksi demonstrasi.
"Sekarang era media sosial, begitu ada berita, perasaan itu lebih mudah muncul dan langsung diutarakan," terang Radityo kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (14/3/2022).
Akan tetapi, invasi Rusia ke Ukraina dipotret oleh publik Indonesia sebagai Rusia melawan Amerika Serikat atau NATO.
"Ukraina-nya jadi tidak penting." Kondisi seperti itu, jelas Radityo, membuat masyarakat Indonesia seolah-olah berpihak pada Rusia. Padahal, menurutnya, tidak peduli siapa pun yang berseberangan dengan Amerika Serikat maka akan didukung.
"Jadi dukungan (ke Rusia) lebih ke situ. Perasaan bahwa AS dan Barat sudah semena-mena terutama kepada negara Islam."
"Sehingga, jika ada yang berani melawan AS dan Barat, mereka (publik Indonesia) mendukung."
Faktor kedua karena sosok Presiden Vladimir Putin yang dinilai tegas.
Rakyat Indonesia, menurut Radityo, mudah terkesima dengan penampilan pemimpin yang tegas dan kuat karena mengingatkan citra itu pada mantan Presiden Soekarno.
"Apalagi romantisme dengan masa lalu Soekarno yang tegas anti-Barat sangat dominan."
"Image Putin terlihat seperti itu di mata masyarakat Indonesia. Apalagi dia mantan intelijen. Sementara Zelensky, komedian."
Hal lain, didorong oleh sentimen agama.
Meskipun di masa lalu Uni Soviet pernah menyerang Afghanistan, Suriah, dan Chechnya, tetapi kini Rusia--melalui diplomasi publik--mampu mengubah pandangan dari musuh menjadi sahabat kaum Muslim.
Di Rusia, katanya, Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks.
Bangunan masjid didirikan di banyak tempat.
"Hal itu dilihat oleh kelompok Islam di Indonesia." "Makanya, banyak video atau artikel dalam bahasa Indonesia yang penontonnya jutaan dan menganggap Rusia adalah rekan bagi kelompok Islam."
Terakhir adalah diplomasi publik Rusia yang banyak memberikan beasiswa kepada ratusan mahasiswa untuk belajar ke negara itu.
Yang menarik, katanya, narasi yang dikembangkan dari para lulusan penerima beasiswa itu atas invasi Rusia ke Ukraina, sama persis dengan Pemerintah Rusia.
"Bahwa apa yang dilakukan Rusia hanya operasi militer. Itu sudah menunjukkan keberpihakan posisi." Parahnya, analisis yang pro-Rusia tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat Indonesia.
Apalagi, pengetahuan publik Indonesia tentang apa yang melatari konflik Ukraina dengan Rusia sangat minim. Untuk diketahui, ketegangan di kawasan itu turut dipicu oleh sikap Rusia yang mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina, yakni Luhansk dan Donetsk.
"Jadi mudah sekali di balik narasinya dan sangat mudah menganggap ini hanya konflik geopolitik besar antara Rusia dengan Amerika Serikat."
"Kalau narasi di level elite dan akademisi seperti itu, ya terbayang dong di bawah yang enggak paham seperti apa. Termakan oleh narasi yang dominan itu."
Kepopuleran Kedutaan Besar Rusia daripada Ukraina pun, menurut dia, turut menyokong keberpihakan warga Indonesia.
Radityo merujuk pada pengikut akun Kedutaan Besar Rusia di Indonesia @RusEmbJakarta dan interaksi percakapannya lebih besar ketimbang Kedutaan Besar Ukraina @UKRinINA.
"Sehingga begitu ada perang, mudah sekali simpati publik diberikan kepada yang mereka kenal atau lebih tahu."
(*)