Penulis
Intisari-Online.com - Terjadi di awal kemerdekaan Indonesia, Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan serangan yang bertujuan untuk buktikan hal ini kepada dunia.
Ketika baru memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia harus menghadapi konflik kedaulatan dengan Belanda.
Belanda tak mau mengakui kedaulatan Indonesia dan ingin kembali berkuasa di wilayah bekas jajahannya.
Sejumlah upaya diplomasi dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut, tetapi gagal.
Hingga pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militer yang kedua, yang membuat Yogyakarta berhasil dikuasai Belanda.
Saat itu Yogyakarta merupakan ibu kota Indonesia.
Selain menguasai Yogyakarta, Belanda juga menangkap pemimpin-pemimpin pemerintah Indonesia.
Belanda pun membuat propaganda yang mengatakan bahwa tentara dan negara Indonesia sudah musnah pascaperistiwa Agresi Militer Belanda II.
Baca Juga: Arti Penting Serangan Umum 1 Maret 1949 yang Terjadi Usai Agresi Militer Belanda II
Itulah latar belakang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Menghadapi situasti demikian, para panglima dan petinggi Indonesia tidak tinggal diam.
Beberapa panglima besar seperti Soedirman, Bambang, dan Hutagulung membuat jaringan dan pasukan di wilayah divisi 2 dan 3. Yogyakarta berada pada wilayah divisi 3 pada saat itu.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX kemudian menyarankan penyerangan dan mengirim surat izin kepada Jendral Soedirman.
Setelah disetujui, Sri Sultan Hamengkubuwono IX kemudian bertemu dengan Letkol Soeharto untuk membicarakan penyerangan ini.
Ketika segala perencanaan dirasa matang, pada pagi hari, 1 Maret 1949, serangan secara besar-besaran dilakukan.
Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan serangan yang bertujuan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Negara Indonesia masih ada dan kuat.
Pada akhirnya, dengan Serangan Umum 1 Maret 1949, tujuan tersebut dapat dicapai.
Serangan Umum 1 Maret 1949 yang Berhasil Buktikan NKRI Masih Utuh
Pada pagi hari tanggal 1 Maret 1949, serangan besar-besaran dilakukan secara serentak terhadap Belanda di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Sekitar pukul 06.00 WIB, sirine berbunyi dari segala penjuru kota, menandakan serangan mulai dilancarkan.
Dalam serangan yang dilakukan oleh jajaran tinggi militer di wilayah Divisi III/GM tersebut Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Wehrkreise langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Kemudian, sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dipimpim Mayor Sardjono, sedangkan sektor utara dipimpin oleh Mayor Kusno.
Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan.
Pada saat yang bersamaan, fokus penyerangan juga dilakukan di Surakarta, guna menahan tentara Belanda dalam pertempuran, untuk tidak mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.
TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukkan TNI mundur.
Berita kemenangan TNI ini kemudian menyebar hingga akhirnya sampai ke Washington D.C, Amerika Serikat.
Di sana, saat itu PBB sedang bersidang dan diikuti oleh perwakilan Indonesia.
Maka, Serangan Umum 1 Maret 1949 juga turut menunjang perjuangan diplomasi di Dewan Keamanan PBB.
Serangan Umum 1 Maret 1949 berhasil memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan di PBB, sekaligus memperlemah dan membuat posisi Belanda menjadi terdesak.
Dengan kemenangan Serangan Umum 1 Maret 1945, Indonesia memiliki posisi yang kuat dalam perundingan tersebut
Kemenangan ini menjadi bukti masih utuhnya kekuatan TNI dan negara Republik Indonesia di mata dunia.
Baca Juga: Dampak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang Berhasil Duduki Yogyakarta Selama 6 jam
(*)