Penulis
Intisari-Online.com – Ternyata kehadiran perempuan jauh lebih besar di medan perang feodal Jepang.
Ditampilkan dalam warna merah, hijau, dan biru cerah, menunjukkan Tomoe Gozen menari di rumput panjang, dihiasi dengan bilah pedang, dan dikelilingi oleh tangan dan wajah hantu seolah-olah dia diorbit oleh setan.
Kisah seperti Mulan (1998 dan 2020) mungkin membangkitkan citra perempuan pejuang, juga sekaligus memperkuat konsep peperangan yang identik dengan laki-laki secara eksklusif.
Media modern maupun teks-teks sejarang sering berusaha menghapus perempuan dari medan perang, mengklaim bahwa tokoh tentang perempuan, seperti Mulan, Joan of Arc, atau Boudicca, tidak lebih dari orang asing yang unik dan aneh, yang ikut arus perang yang didominasi laki-laki.
Bukan hal aneh bagi wanita dari kelas samurai untuk menerima pelatihan bela diri, meski mereka juga fokus pada kekuatan sebagai istri dan putri samurai terkemuka.
Namun, ketika pertempuran ada di depan mereka, maka mereka diharapkan pergi bertarung bersama laki-laki untuk mempertahankan negara mereka.
Dari bukti pada akhir 2000-an, lebih dari sepertiga pejuang di Pertempuran Senbon Matsubaru adalah wanita.
Bahkan, perempuan mungkin telah memainkan peran yang lebih besar dan lebih aktif di medan perang daripada yang tersirat dalam teks.
Kehadiran Tomoe Gozen dalam pertempuran mungkin luar biasa, tetapi temuan pada sejarawan menunjukkan bahwa itu tidak biasa seperti apa yang kita pikirkan.
Kisah berasal dari Heike Monogatari, sebuah epik sejarah Jepang yang menceritakan Perang Genpei.
Cerita dari Heike menempatkan Tomoe di jantung konflik antara klain Taira dan Minamoto.
Tomoe adalah istri Minamoto no Yoshinaka, yang memimpin kelompok samurai Minamoto selama kampanye militer.
Dia digambarkan sebagai ‘pemanah yang kuat’ dan seorang pejuang bernilai seribu, siap untuk menghadapi iblis atau dewa, berkuda, atau berjalan kaki.’
Dia diyakini telah memerintahkan pasukan 1.000 orang dan senjata pilihannya adalah katana.
Selama perang, Tomoe dilaporkan telah mengumpulkan kepala setidaknya tujuh samurai lawan, salah satunya hanya dipelintir dengan kekuatannya sendiri.
Saat itu, mengumpulkan kepala menjadi bagian utama dari ritual samurai.
Pertempuran dimulai dengan pertempuran tunggal, hingga penyerahan kepala mantan korban, dan di akhir duel, pemenang memenggal kepala yang kalah dan menambahkannya ke koleksi mereka, lalu mempersembahkan kepada tuan mereka setelah pertempuran dengan harapan hadiah atau kehormatan.
Kekalahan Tomoe dari seorang ahli pedang Taira, pada Pertempuran Shinohara tahun 1183, dan pemenggalan kepalanya dianggap sebagai penghinaan tidak hanya untuk pria itu, tetapi juga seluruh klannya.
Wanita mungkin lebih menonjol di medan perang, namun kematian mereka dianggap memalukan dibandingkan dengan kematian terhormat di tangan pria lain.
Pertempuran Awazu, merupakan pertempuran terakhir yang tercatat antara Tomoe Gozen dan Yoshinaka, melansir History of Yesterday.
Minamoto menang di Shinohara dan akan memenangkan perang, namun ketika klan Minamoto mengkonsolidasikan posisinya dan bersiap mengambil alih kekuasaan, Yoshinaka memisahkan diri dari keluarganya untuk mengambil Jepang bagi dirinya sendiri.
Kepala keluarga, Yoritomo, mengirim saudara-saudaranya, Yoshitsune dan Noriyori, untuk menghadapi sepupu pemberontak mereka. Mereka bertemu pada tahun 1184, di Pertempuran Awazu.
Dan disinilah akhir kisah Tomoe Gozen.
Dia bertarung bersama suaminya saat pasukan Yoshinaka yang kalah jumlah dikalahkan, dari 300 tentara Yoshinaka melawan enam ribu tentara Minamoto yang kuat, hanya lima yang tersisa ketika dia menyuruh Tomoe mundur.
Meski Tomoe salah satu pejuang terhebat di Jepang, namun Yoshinaka menyuruhnya untuk pergi agar dia tidak dipermalukan dengan mati di samping seorang wanita.
Setelah pemberontakan padam, Yoritomo mengantar Keshogunan pertama Jepang tahun 1192.
Sayangnya, nasib Tomoe tidak diketahui, ada yang menyatakan dia berusaha membalas dendam atas kematian Yoshinaka, ada pula yang menyebut dia menikah lagi, atau mengejar kehidupannya yang lebih tertutup sebagai biarawati.
Dari kisah Heike, kita melihat Tomoe mencontohkan citra samurai sama seperti pria mana pun, yaitu dedikasi dan kecakapan bela diri yang luar biasa.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari