Penulis
Intisari-online.com - Operasi untuk memulihkan sisa-sisa pesawat tempur siluman F-35C AS yang jatuh di Laut Timur akan sangat sulit.
Disebabkan tingkat kerusakan pesawat, kedalaman pesawat yang tergeletak di bawah laut.
Selain itu biaya terkait akan berdampak pada operasi pencarian dan penyelamatan Angkatan Laut AS akan sangat mahal, menurut para ahli.
Angkatan Laut AS pada 28 Januari mengkonfirmasi bahwa video dan gambar F-35C yang jatuh di Laut Timur adalah nyata.
Dalam video yang merekam momen terakhir, F-35C mendekati kapal induk USS Carl Vinson dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dari biasanya.
Akibatnya, pesawat menabrak dek penerbangan dan jatuh ke laut.
Pilot segera mengaktifkan kursi pelontar darurat dan diselamatkan di laut.
Mark Cancian, penasihat senior untuk Program Keamanan Internasional di Pusat Studi Strategis dan Internasional, mengatakan kepada Navy Times.
"Ini adalah pesawat tempur paling canggih yang pernah diproduksi Amerika Serikat," katanya.
Oleh sebb itu, Amerika tengah berupaya sebisa mungkin untuk menyelamatkannya, karena akan sangat bahaya jika jatuh ke tangan asing.
Pada 27 Januari, China mengumumkan bahwa mereka tidak tertarik dengan F-35C yang jatuh di Laut China Selatan.
China juga tidak memiliki rencana untuk menyelamatkan pesawat tersebut.
Akhir tahun lalu, AS membantu angkatan laut Inggris memulihkan F-35B yang jatuh di Mediterania.
Namun AS pernah menyerah saat mencari puing pesawat F-35A Jepang yang jatuh di Samudera Pasifik.
Pasukan Bela Diri Jepang hanya menemukan beberapa keping puing pesawat.
Kedalaman laut F-35C yang jatuh diperkirakan melebihi 5.000 meter, yang merupakan salah satu faktor penentu dalam operasi penyelamatan, kata para ahli China.
Fu Qianshao, mantan perwira angkatan udara China, mengatakan tantangan pertama bagi Angkatan Laut AS adalah menemukan lokasi pesawat di dasar laut.
"Pertama, mereka harus menemukan bangkai pesawat di laut. Biasanya tidak pada koordinat akhir ketika jatuh ke laut, tetapi didorong jauh oleh arus bawah tanah," kata Fu.
Tingkat kerusakan badan pesawat akan menentukan apakah F-35C pulih utuh atau hanya sebagian, tambah Fu.
Menurut Fu, upaya untuk memulihkan F-35C di Laut China Selatan jauh lebih rumit daripada F-35B yang jatuh di Mediterania tahun lalu.
Zhou Chenming, seorang peneliti militer yang berbasis di Beijing, mengatakan tidak ada jaminan bahwa AS akan memulihkan puing-puing F-35C dengan segala cara.
"Ini akan menjadi tugas yang sangat sulit, tergantung pada berapa banyak uang yang bersedia dikeluarkan AS untuk memulihkan puing-puing," kata Zhou.