Prasasti Pucangan (Colcatta Stone), menceritakan petaka besar yang menimpa kerajaan Medang di Wwatan itu.
Peristiwanya terjadi pada tahun 938 Saka atau 1016 Masehi.
"pralaya rin yawadwipa i rikan sakakala 939 ri pralaya haji Wurawari maso mijil sanke lwaram ekarnawa rapanikan sayawadwipa rilankala, akweh sira wwan mahawisesa pjah karuhun samanankana dwasa sri maharaja dewata pjah lumah rin san hyan dharma parhyangan i wwatan rin citramasa sakakala 939 skan wala."
Terjemahan umum menurut Agus Santosa di buku Arjunawiwaha, yaitu: "pralaya atau petaka di tanah Jawa terjadi tahun 938 Saka karena serangan raja Wurawari yang datang menyerbu dari Lwaram, seluruh pulau Jawa tampak bagaikan lautan (susu). Banyak orang penting gugur, khususnya juga waktu itu sri maharaja gugur dan dimakamkam di candi suci di Wwatan pada bulan Caitra tahun 938 Saka."
Ada dua nama penting di prasasti tersebut, yaitu Lwaram dan Wwatan.
Belum ada kesepakatan tunggal tentang di mana letak Lwaram dan Wwatan ini. Namun pendapat umum menyebut Lwaram ini pusat kerajaan Wurawari yang dulunya berlokasi di Cepu (Blora).
Ada sebuah desa bernama Ngloram di Cepu, yang kerap dikaitkan dengan Lwaram Wurawari, kerajaan vasal dari Sriwijaya.
Prasasti Pucangan juga menyebutkan bahwa Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang dengan cara melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama.
Pada 1019, Airlangga kemudian mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Kahuripan.
Sejak naik takhta, Raja Airlangga memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.
Raja Airlangga juga menyerang Raja Wurawari dan semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang atau Mataram Kuno di Jawa Timur ini.
(*)