Penulis
Intisari - Online.com -Rusia akan menjadi satu-satunya pemenang dalam ketegangan sipil yang menyapu bekas jajahan Uni Soviet, Republik Kazakhstan, seperti disampaikan pakar.
Stabilitas tampaknya pulih kemarin malam mengikuti pengiriman sebanyak 2500 pasukan terjun payung Rusia yang dipimpin oleh komandan angkatan udara Jenderal Andrey Serdiukov.
Komandan itu juga yang mempelopori serangan Krimea tahun 2014, mengutip Express.
Protes massal pecah seminggu lalu mengikuti meroketnya harga LPG yang dipakai sebagian besar warga Kazakhstan sebagai bahan bakar mobil mereka.
Presiden Kassym-Jomart Tokayev mengisukan perintah untuk pasukan agar menembak untuk membunuh, dan lusinan telah terbunuh karenanya.
Kazakhstan, negara sebesar Eropa Barat, adalah pemimpin ekonomi Asia Tengah, dengan GDP berasal dari industri minyak dan gas.
Kazakhstan juga memiliki sumber daya mineral yang luas.
Namun, meskipun klaim Tokayev menyebut ketegangan itu merupakan pekerjaan "teroris asing terlatih", ketegangan ternyata telah meningkat sejak 2019.
Tahun 2019 adalah ketika Tokayev mengambil alih kekuasaan dari yang disebut-sebut "bapak bangsa", Nursultan Nazarbayev.
Nazarbayev telah berkuasa selama hampir 30 tahun mengikuti kemerdekaan di tahun 1991.
Hal ini sebagian disebabkan karena Tokayev berasal dari partai yang sama dengan pendahulunya, dan fakta jika standar kehidupan tidak meningkat untuk sebagian besar masyarakat, menyebabkan protes ketika subsidi penting dicabut.
Ketakutan Moskow jika akan terjadi revolusi seperti Ukraina di Kazakhstan tidak pernah ada karena tidak ada oposisi politik di negara tersebut.
Namun ketegangan minggu lalu juga berdasarkan politik internal.
Tokayev memanfaatkan situasi untuk memperkuat posisinya sendiri melawan jaringan musuh dipimpin oleh mantan diktator Nursultan Nazarbayev yang masih memiliki pengaruh.
Hal ini melibatkan penangkapan mantan kepala intelijen Nazarbayev, Karim Massimov, atas dugaan pengkhianatan.
Namun, tetap saja Vladimir Putin yang mendapat keuntungan paling besar.
Pasukan Rusia dipanggil dalam bagian intervensi pertama oleh Collective Security Treaty Organization (CSTO) atau Organisasi Kesepakatan Keamanan Kolektif yang termasuk Armenia, Belarusia, Kyrgyzstan dan Tajikistan.
Ironisnya, Rusia mundur dalam membantu Armenia dalam perang melawan Azerbaijan tahun 2021 lalu.
Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mempertanyakan perlunya intervensi dari Rusia.
Ia memperingatkan, "Satu pelajaran dari sejarah terbaru adalah sekalinya Rusia ada di negara Anda, sangat sulit membuat mereka pergi".
Namun Kazakhstan, yang dulunya menjadi jantung program luar angkasa Soviet, kini adalah pangkalan bagi pengujian Rudal Anti-Balistikk dan operasi tambang uranium yang penting untuk industri nuklir Rusia.
Itulah sebabnya, Kazakhstan penting bagi Kremlin.
Edward Johnson dari kelompok penilaian risiko Sibylline dan pakar Eurasia mengatakan: "Kejadian di Kazakhstan menguntungkan Rusia. Mereka memberi Moskow keuntungan.
"Putin perlu menunjukkan jika Rusia adalah penjamin kestabilan regional; aktor baik yang mendukung sekutunya.
"Ini malah justru pesan bagi negara-negara seperti Belarusia dan Armenia seperti untuk Barat.
"Memang tidak berbunyi sejauh USSR 2.0 seratus tahun ke depan, tapi intervensi ini memberi ruang bagi Rusia menunjukkan kekuatannya. Dan hal itu selalu harus dibayar Kazakhstan."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini