Penulis
Intisari-Online.com -Manusia memang memiliki tinggi yang beragam, tetapi populasi tertentu punya tinggi rata-rata yang relatif rendah.
Hal tersebut secara historis digambarkan dengan istilah "kerdil".
Beberapa peneliti menyebut orang-orangRampasasa di dataran tinggi Flores, Indonesia, adalah salah satunya.
Melansir Ancient Origins, sebuah makalah yang diterbitkan di Science pada 2018 menjelaskan apakah orang Rampasasa memiliki hubungan dengan Homo floresiensis, yang biasa disebut “Hobbit”.
Orang Rampasasa tinggal di dekat Liang Bua, tempat fosil Hobbit pertama kali ditemukan.
Studi ini tidak menemukan bukti hubungan genetik, meskipun makalah yang diterbitkan pada tahun 2006 mengatakan sebaliknya.
Klaim utama makalah itu adalah bahwa ada dua kasus dwarfisme independen (pengurangan ukuran dari waktu ke waktu) yang berkembang di Flores: satu di spesies kita Homo sapiens, dan satu lagi yang mengakibatkan munculnya Homo floresiensis.
Manusia Bertubuh Pendek
Dalam antropologi, istilah "kerdil" mengacu pada populasi dengan tinggi rata-rata laki-laki kurang dari 150cm dan tinggi rata-rata perempuan kurang dari 140cm.
Ada populasi yang benar-benar pendek sampai hari ini di Kepulauan Andaman (Sumatera utara) dan hutan hujan Afrika, serta masyarakat perbatasan di hutan hujan Semenanjung Malaya dan Filipina.
Di seluruh Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara, populasi bertubuh pendek di masa lalu ditafsirkan mewakili satu migrasi kuno 'keluar dari Afrika' dari manusia modern yang semuanya memiliki nenek moyang yang dekat.
Bahkan di Australia, seorang antropolog (Dr Joseph Birdsell) menganggap bahwa orang Pribumi bertubuh pendek yang tinggal di hutan hujan tertutup di belakang Cairns adalah bagian dari migrasi kuno pertama manusia modern ini.
Hipotesis ini dipatahkan melalui pemahaman yang lebih luas tentang keragaman genetik populasi ini.
Perawakan Orang-orang Rampasasa
Berdasarkan data tahun 1940 an yang dikumpulkan oleh antropolog misterius W. Keers, rata-rata tinggi badan pria bervariasi antara 154cm dan 163cm di dataran tinggi Flores, Timor tengah, dan Sumba di Indonesia.
Mereka adalah orang-orang pendek, ya, tetapi tidak disebut "pigmi" menurut definisi klasik.
Hal yang sama berlaku untuk Rampasasa, berdasarkan tinggi rata - rata mereka 146cm.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghubungkan perawakan kecil "Hobbit" dengan penyakit seperti mikrosefali, kretinisme, Down sindrom dan Laron sindrom.
Namun upaya ini tidak berhasil menjelaskan rangkaian unik karakteristik Homo floresiensis yang membedakannya dari manusia modern mana pun.
(*)