Termasuk Punya Bilik Gundik Perempuan di Kapal-kapal Mereka dan Pulau Emas Dihuni Ular Pemakan Manusia, Inilah Fakta-fakta Kerajaan Sriwijaya yang Tidak Diketahui Orang

May N

Penulis

Intisari - Online.com -Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha besar di Indonesia.

Sebelum berdirinya Majapahit, ternyata Sriwijaya menjadi kerajaan terbesar di Nusantara.

Mengutip Wikipedia, Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatra dengan kekuasaan membentang dari Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Singapura, Semenanjung Malaka, Thailand, Kamboja, Vietnam Selatan, Kalimantan, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Ada banyak fakta mengenai Sriwijaya yang baru diketahui sedikit orang.

Salah satunya adalah mitos keberadaan Pulau Emas peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang masih misterius.

Banyak para arkeolog mencoba mengungkap keberadaan harta karun peninggalan Sriwijaya yang konon berada di Sungai Musi, Palembang.

Penemuan sejumlah harta karun dari sungai Musi itu adalah sisa-sisa dari Pulau Emas yang sudah lama hilang.

Berikut adalah fakta-fakta mengenai Sriwijaya.

Baca Juga: Berjaya Selama 7 Abad sebagai 'Kerajaan Internasioal' Runtuh Begitu Saja saat Kemunculan Majapahit, Begini Kekuatan Militer Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya

Baca Juga: Kerajaan Sriwijaya Sudah Lakukan Perdagangan Internasional dan Rangkul Para Bajak Laut untuk 'Kuasai' Lautan, Bahkan Rajanya Menimbun Kekayaan dengan Cara Ini hingga Punya Kapal-kapal

1. Menguasai Selat Malaka

Sriwijaya berkuasa dan makmur, bisa menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan antara Timur dan Barat antara pertengahan tahun 600-an dan 1025.

Pengaruh Sriwijaya memudar ketika terjadi peperangan dengan dinasti Chola di India, dan sejak saat itu pengaruh Sriwijaya menurun walaupun perdagangan di sana berlanjut selama dua abad.

Pangeran terakhir Sriwijaya, Parameswara berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas perdagangan di wilayah tersebut pada tahun 1390-an, tetapi ia dikalahkan oleh pasukan Majapahit dari Jawa.

2. Penemuan harta karun di Sungai Musi

Harta karun yang ditemukan di Sungai Musi termasuk patung Buddha abad ke-8 yang bertatahkan permata.

Nilainya ditaksir mencapai jutaan poundsterling dan permata yang biasa dipakai oleh seorang raja.

Penemuan harta karun di sungai Musi juga terus terjadi dalam lima tahun belakangan ini, contohnya dari koin semua periode, patung emas dan Buddha, permata, dan berbagai perhiasan emas lain.

Baca Juga: Mengapa Kerajaan Sriwijaya Disebut sebagai Kerajaan Maritim?

Baca Juga: Siapakah Sebenarnya Anggota Wangsa Syailendra dari Kerajaan Mataram Kuno yang Juga Pergi ke Sumatera Mendirikan Kerajaan Sriwijaya?

Hal ini jadi bukti definitif jika Kerajaan Sriwijaya adalah 'dunia air' seperti yang dicatat oleh teks-teks kuno.

Ketika peradaban berakhir, seluruh istana, kuil-kuil dan rumah mereka tenggelam bersama istrinya.

3. Kejayaan pulau emas berakhir

Kendati belum ada bukti arkeologis, namun sejumlah arkeolog meyakini ada dua kemungkinan hilangnya peradaban Kerajaan Sriwijaya: akibat tenggelam di sungai dan dampak letusan vulkanik gunung berapi.

Arkeolog Kingsley mengatakan, rapuhnya kota di atas air yang dibangun Kerajaan Sriwijaya membuat kota itu seperti lenyap ke dalam air.

Kemungkinan lainnya, peristiwa geologis yang terkait dengan aktivitas vulkanik di pulau Sumatera dapat mengubur situs Kerajaan Sriwijaya dan sejumlah peninggalannya.

4. Mitos pulau emas dihuni ular

Berdasarkan sejumlah catatan yang dibuat pedagang yang pernah berkunjung ke Sriwijaya, mereka menggambarkan kalau Pulau Emas itu memiliki gunung berapi yang menyemburkan asap dan api, ular pemakan manusia, dan burung yang bisa menirukan ucapan manusia.

Baca Juga: Perdagangan di Sriwijaya Mengalami Kemajuan yang Pesat Terutama karena Hal Berikut Ini

Baca Juga: Berkuasa Dua Abad Lebih, Dipercaya yang Lahirkan Raja-raja Pajajaran, Sriwijaya, dan Majapahit, Inilah Kerajaan Salakanagara, Cikal-Bakal Suku Sunda

Catatan tersebut juga menulis adanya pelaut bersenjata lengkap yang siap menyerang kapal apa saja yang mencoba lewat tanpa memasuki Kerajaan Sriwijaya.

Kingsley mengungkapkan, cerita-cerita itu dapat memberikan gambaran tentang Pulau Emas walau sedikit sensasional karena mengungkapkan sedikit tentang kehidupan sehari-hari di tempat tersebut.

5. Bilik gundik perempuan

Bilik gundik berkaitan dengan relief perahu bercadik ganda di Candi Borobudur.

Relief itu menggambarkan perdagangan laut antarbangsa sebelum zaman pertengahan.

Bagi orang awam, miniatur perahu ini mungkin dianggap sama dengan perahu-perahu Cina, Persia, atau Mediterania yang sezaman.

Tetapi ada satu hal yang membuat perbedaan mendasar. Perbedaan itu adalah adanya bilik-bilik bagi perempuan.

Periode zaman pertengahan sebenarnya tidak benar-benar pas untuk menggambarkan perkembangan yang terjadi di negeri-negeri yang berada di antara tiga samudera.

Baca Juga: Konon Membangun Candi Borobudur, Nama Dinasti Syailendra Juga Tercatat Menguasai Kerajaan Sriwijaya dan Membawanya Pada Kemakmuran, Siapa Sebenarnya Mereka?

Baca Juga: Tak Hanya Jadi Kerajaan Termashyur, Sriwijaya dan Palembang Juga Menjadi Pusat Penyebaran Agama Buddha Ketika Disebarkan dari India ke Asia Tenggara, Begini Sejarahnya

Demikian dilansir dari indonesia.go.id.

Keberadaan bilik-bilik bagi perempuan di perahu-perahu yang berasal dari kepulauan Asia Tenggara semakin diperkuat kesejarahannya dengan temuan-temuan penelitian genetika.

Penelitian lembaga mikrobiologi Eijkman, Jakarta, telah mengkonfirmasi adanya leluhur-leluhur perempuan dari orang Madagaskar yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan.

Perkawinan antara perempuan-perempuan yang berasal dari salah satu wilayah bawahan Kedatuan Sriwijaya dengan laki-laki Madagaskar ini terjadi pada sekitar abad 9 hingga 11 masehi.

Bagaimana jejak genetik bisa sampai ke wilayah terjauh di bagian barat Samudera Hindia, jawabannya adalah koloni dagang.

Jared Diamond, peneliti dan penulis sejarah peradaban manusia, mencatat fenomena ini sebagai "fakta tunggal paling memukau dari geografi manusia".

Samudera sebagai penghubung perdagangan antara bangsa atau saat ini dikenal dengan istilah globalisasi telah berkembang bahkan sejak sebelum abad pertengahan.

Jika pelaut-pelaut tangguh dari Iberia dilarang untuk membawa perempuan di dalam perahunya karena "berbahaya" bagi pelayaran, pelaut-pelaut Nusantara malah membuat perahu-perahunya lebih besar dan lebih luas untuk membuat bilik-bilik bagi perempuan.

Baca Juga: Bukan Majapahit, Inilah Kerajaan Kuno di Indonesia yang Namanya Terbukti Sampai ke India, Bahkan Jejak Nyata Peninggalannya Sampai di Temukan di Negara Bollywood Itu

Baca Juga: Kala Se-Asia Tenggara Tunduk di Bawah Sumatera, Ternyata Kerajaan Sriwijaya Pernah Memimpin Asia Tenggara, Sosok Orang Tingkok Ini Membeberkan Faktanya

Entah perempuan-perempuan itu menjadi teman atau gundik dalam perjalanan, tetapi satu hal yang pasti perempuan-perempuan ini menjadi bagian dari misi perdagangan dan diplomasi.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait