Salah Satunya Sampai Terukir Abadi dalam Kronik China, Inilah Tiga Wanita Penguasa Majapahit, Ada yang Kejeliannya Jadi Kunci Kedigdayaan Majapahit

K. Tatik Wardayati

Penulis

Intisari-Online.com – Pada masa sekarang ini, sudah lumrah seorang wanita menjadi pemimpin baik dalam pemerintahan atau dalam komunitas apa pun.

Namun, itu tidak hanya terjadi sekarang, raja perempuan atau disebut Ratu pun sudah ada sejak zaman Kerajaan kuno di Nusantara.

Sebut saja ada nama Ratu Shima di Kalingga dan Ratu Kalinyamat di Jepara.

Bahkan, di Kerajaan Majapahit pun pernah diperintah oleh seorang Ratu.

Baca Juga: Jadi Bulan-bulanan Rakyatnya Hingga Punya Julukan Buruk, Bahkan Sempat Kurung Dua Adik Tirinya Agar Tak Dinikahi Orang Lain, Raja Majapahit Ini Akhirnya Dibunuh Karena Konspirasi?

Tak hanya memerintah sebagai Ratu, bahkan wanita menjadi peran yang paling penting di balik layar pemerintahan Kerajaan Majapahit, seperti Gayatri, yang adalah istri pendiri Majapahit, Raden Wijaya.

Menurut Kitab Negarakertagama, Gayatri yang memiliki nama Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajassa merupakan putri bungsu dari Kertanegara, Raja Singasari.

Gayatri merupakan bungsu dari empat bersaudara yang kesemuanya adalah perempuan.

Dia selamat dari penyerangan yang dilakukan oleh Jayakatwang dari Kerajaan Kediri terhadap Singasari pada tahun 1292, yang menewaskan kedua orangtuanya.

Baca Juga: Naik Takhta Gantikan Ibunya Jelang Bencana Kelaparan, Inilah Suhita Ratu di Kerajaan Majapahit, yang Balaskan Kematian Sang Kakek Karena Perang Paregreg

Raden Wijaya kemudian menaklukkan Kediri pada 29 April 1293, Gayatri dan ketiga saudaranya diselamatkan oleh Raden Wijaya, yang kemudian menikahi keempatnya, lalu dibawa ke Majapahit.

Setelah dinobatkan menjadi raja Majapahit, Raden Wijaya yang bergelar Krtarajasa Jayawardhana mempersunting Gayatri dan menganugerahinya gelar Rajapatni atau Pendamping Raja.

Kerajaan baru Majapahit ini dibangun oleh Raden Wijaya dan Gayatri, yang wilayahnya meliputi Kediri, Madura, dan Singasari, dengan ibukota Majapahit.

Namun, Raden Wijaya akhirnya mangkat karena penyakit tumor ganas pada usia 46 tahun.

Jayanegara, putranya dari selir Dara Petak, yang adalah puteri Melayu, naik takhta menggantikan Raden Wijaya.

Jayanegara naik takhta menggantikan Raden Wijaya, karena permaisuri tidak memiliki seorang putra, sehingga dia sebelumnya diangkat sebagai putra mahkota meski adalah anak dari seorang selir yang bukan keturunan Kertanegara.

Karena keinginan Jayanegara untuk menikahi dua adik tirinya, yaitu putri dari Gayatri dan Wijaya, membuat hubungannya dengan Gayatri menegang.

Menggunakan pengaruhnya, Gayatri kemudian bersekongkol dengan Gajah Mada untuk menyingkirkan Jayanegara, yang kemudian berhasil dibunuh lewat tangan Ra Tanca.

Tribhuwana Tunggadewi, anak perempuan Gayatri kemudian diangkat menjadi penguasa Majapahit menggantikan Jayanegara yang tidak memiliki keturunan.

Baca Juga: Paksa Gajah Mada Gunakan Cara 'Culas' saat Niat Busuknya Jalin Hubungan Sedarah Terendus, Inilah Jaya Negara, Raja Majapahit yang Meregang Nyawa Usai Lecehkan Seorang Wanita

Kemudian Tribhuwana Tunggadewi melahirkan seorang putera mahkota, yaitu Hayam Wuruk, yang kelak akan memerintah Majapahit.

Ratu Tribhuwana Tunggadewi,yang memiliki nama asli Dyah Gitarja, menjadi pemimpin ketiga Kerajaan Majapahit, yang bertakhta selama 33 tahun, mulai tahun 1328–1351.

Dengan didampingi suaminya Kertawardhana, Tribhuwana Tunggadewi memerintah Kerajaan Majapahit, hingga kemudian turun takhta dan digantikan oleh puteranya, Hayam Wuruk.

Saat pemerintahan Tribhuwana inilah Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih, yang kemudian muncullah Sumpah Palapa yang fenomenal untuk penaklukan Nusantara.

Ratu lain yang memerintah Kerajaan Majapahit adalah Stri Suhita, sebagai raja keenam, yang memerintah selama 20 tahun, yaitu pada tahun 1427-1447.

Suhita memerintah Majapahit dengan didampingi oleh suaminya, yaitu Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja.

Dalam Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Suhita memerintah Majapahit berdampingan dengan Ratnapangkaja yang memiliki gelar Bhatara Parameswara.

Tahun 1433, Suhita membalaskan kematian Bhre Wirabhumi dengan menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati.

Nama Suhita juga muncul dalam kronik cina dari Kuil Sam Po Kong dengan nama Su-king-ta, yang adalah raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat China di Tubat dengan pangkat A-lu-ya.

Baca Juga: Dikelilingi oleh Menara Berbentuk Lebih Kecil yang Pancarkan Air, Istana Menantu Raja Majapahit Ini Ditemukan Terletak di Sisi Timur Ibu Kota Kerajaan

Tokoh Gan Eng Cu ini disebutkan identik dengan Arya Teja, yang merupakan kakek Sunan Kalijaga.

Tahun 1437, Bhatara Parameswara Ratnapangkaja, mangkat.

Menyusul sepuluh tahun kemudian, Suhita mangkat pada tahun 1447.

Pasangan suami istri tersebut dibuatkan candi bersama di Singhajaya.

Karena mereka tidak memiliki putera mahkota, maka takhta Suhita digantikan oleh adik bungsunya, yaitu Dyah Krtawijaya menjadi raja Majapahit.

Baca Juga: Saat Armada Majapahit 'Menebar Teror' di Laut China Selatan Gara-gara Bajak Laut Filipina dan Tiongkok Sekongkol Berulah hingga Binasakan 'Pengkhianat'

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait