Penulis
Intisari - Online.com -Antara pulau-pulau Utara dan Selatan yang membentuk Selandia Baru ada selat Cook Strait, dinamakan dari penjelajah Inggris, Kapten James Cook.
Cook Strait menyatukan Laut Tasman dengan Samudra Pasifik Selatan.
Karena posisi pulau-pulau tersebut, selat itu juga menjadi salah satu perairan berbahaya di dunia.
Angin dari wilayah pegunungan Selandia Baru, diperkuat dengan perairan hangat dan dingin yang sering bertemu membuat perairan tidak bisa dilewati untuk banyak kapal.
Kembali pada tahun 1880-an, para kapten kapal mulai mengenali seekor lumba-lumba yang menunggu di sekitar jalur masuk Cook Strait, atau Pelorus Sound.
Mengutip grunge.com, lumba-lumba tersebut adalah spesies Risso, yaitu seekor spesies lumba-lumba yang langka di sekitar Selandia Baru.
Lumba-lumba tersebut ternyata akan terbang di samping kapal-kapal yang akan melewati selat tersebut yang jalurnya semakin sempit dan mencapai French Pass, jalur paling berbahaya dari selat Cook Strait.
Lumba-lumba Risso sendiri tercatat hanya ada 12 ekor di sekitar wilayah tersebut.
Lantas, mengapa lumba-lumba itu bisa memandu kapal-kapal yang melewati Cook Strait?
Ialah Pelorus Jack, lumba-lumba yang memandu kapal-kapal melewati Cook Strait selama lebih dari 24 tahun.
Banyak perdebatan apakah Pelorus Jock benar-benar memandu kapal atau hanya berenang dan bermain dengan kapal-kapal tersebut.
Namun Pelorus Jack menyebut selat itu sebagai rumahnya.
Lantas, para kapten kapal memanfaatkan bantuan sebaik mungkin yang sudah sangat hapal dengan perairan tersebut.
Kisah mengenai Pelorus Jack menyebar ke seluruh dunia, membuat lumba-lumba tersebut menjadi selebriti.
Menurut Culture Trip, penulis Mark Twain dan Frank T. Bullen hanya segelintir selebriti yang ingin bertemu dengan lumba-lumba tersebut.
Namun tidak semua orang sayang dengan lumba-lumba yang baik itu.
Tahun 1904, sementara SS Penguin berlayar di selat tersebut dan Pelorus berenang di samping kapal, seorang penumpang menembak lumba-lumba tersebut.
Ia tidak mengenai Pelorus Jack, dan sebelum ia menembaki Pelorus Jack lagi ia sudah dilucuti senjatanya.
Mengamuk karena insiden tersebut, warga lokal wilayah tersebut menuntut perlindungan untuk Pelorus Jack.
Akhir tahun 1904, Gubernur Lord Plunkett menandatangani perintah yang menyebut ilegal menyakiti hewan - hewan apapun yang hidup di selat tersebut, termasuk Jack.
Sementara itu mengutip teara.govt.nz, Pelorus Jack sering menemani kapal yang melakukan perjalanan antara Wellington sampai Nelson.
Namun lumba-lumba ini tidak pernah memasuki French Pass, sedangkan dalam perjalanan keluar dari French Pass, ia bertemu kapal-kapal yang keluar dari French Pass dan menemani mereka sepanjang 8 km ke Pelorus Sound sebelum berenang sesuai keinginannya.
Ia menikmati berenang menantang perahu-perahu dan menaiki gelombang dari perahu-perahu tersebut.
Banyak misteri menyelimuti kematian Pelorus Jack.
Banyak yang yakin ia ditombak oleh pemburu paus Norwegia yang menurunkan jangkar di pintu masuk Pelorus Saound pada akhir April 1912.
Ada pengakuan di ranjang kematian oleh seorang pria yang mengatakan ia membantu ayahnya membunuh seekor lumba-lumba yang terdampar setelah badai.
Mereka kemudian sadar lumba-lumba tersebut adalah Pelorus Jack.
Walaupun tidak dihukum, pria tersebut merasa bersalah dalam seumur hidupnya.
Charlie Moeller yang menjaga mercusuar di French Pass, mengklaim Pelorus Jack terdampar di pantai di mana bangkainya lalu membusuk.
Pada pengakuan ini mungkin saja lumba-lumba itu setidaknya mati di umur 24 tahun dan mati karena usia tua.
Legenda Pelorus Jack tetap hidup setelah kematiannya.
Namanya dipakai untuk nama merk coklat dan jadi subyek sejumlah lagu.
Ada sedikit kisah 'balas dendam' juga oleh Pelorus Jack setelah ditembak.
Ia tidak pernah berenang dengan SS Penguin lagi ketika kapal tersebut memasuki selat tersebut.
Menurut NZ History, kapal SS Penguin akhirnya karam menabrak Karang Thoms tahun 1909, dan dari 105 penumpang hanya 30 yang selamat.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini